Bisnis Desa Adat Gerakkan Pariwisata
Desa Kutuh, Bali, membuktikan bahwa bisnis yang dikelola masyarakat adat dapat menopang perekonomian desa. Desa adat yang memiliki sembilan unit usaha itu meraup pendapatan hingga Rp 50 miliar pada 2018.
Desa Kutuh, Bali, membuktikan bahwa bisnis yang dikelola masyarakat adat dapat menopang perekonomian desa. Desa adat yang memiliki sembilan unit usaha itu meraup pendapatan hingga Rp 50 miliar pada 2018. Secara geografis, Desa Kutuh—yang berjarak 16 kilometer dari Bandar Udara Ngurah Rai—merupakan kawasan tandus di pinggir pantai dengan struktur tanah dan batu kapur.
Sebagian masyarakat mengandalkan hidup dari bertani, tetapi hasilnya tak memadai. Secara bertahap, desa itu fokus menggarap potensi pariwisata sehingga bangkit dari jerat kemiskinan.
Dikelola dalam dualitas kepemimpinan desa, yakni kepala desa adat dan kepala desa, kawasan wisata rintisan Desa Kutuh digarap secara terpadu dengan memanfaatkan aset masyarakat adat. Lahan milik desa adat digarap menjadi obyek wisata.
Salah satu obyek wisata yang dikenal hingga mancanegara adalah Pantai Pandawa yang terbentang di atas lahan seluas 5 hektar. Pantai Pandawa ditetapkan sebagai obyek wisata Desa Kutuh pada 2011, setelah melewati proses pembelahan tebing yang memakan waktu 12 tahun, yakni pada periode 1998-2010. Semula, pembelahan tebing tersebut untuk membuka akses jalan ke pantai, yakni untuk menunjang kegiatan ritual agama.
”Seiring perkembangan situasi perekonomian pariwisata, Pantai Pandawa akhirnya kami tetapkan sebagai kawasan wisata,” ujar I Made Wena, Kepala Desa Adat Kutuh, dalam Forum Media Training 2019 yang diselenggarakan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk beberapa waktu lalu.
Pada Mei 2019, dalam persinggahan ke Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, Presiden Joko Widodo menyebut Desa Kutuh sebagai salah satu contoh desa yang berhasil mengelola dana desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kompas, 20/5/2019).
Pantai Pandawa dikelola badan usaha masyarakat adat Desa Adat Kutuh. Badan Usaha Masyarakat Desa Adat ini mengelola sembilan unit usaha, yakni lembaga perkreditan desa (LPD) Desa Adat Kutuh, kawasan wisata Pantai Pandawa, Gunung Payung Cultural Park, atraksi wisata khusus paragliding, atraksi wisata khusus seni budaya, dan transportasi. Ada juga unit barang dan jasa, jasa konstruksi, serta unit piranti yadya. Selain itu, ada tiga unit usaha yang dikelola badan usaha milik desa, yang terdiri dari unit kantin, unit sampah, dan unit spa.
LPD menghimpun dana masyarakat Desa Kutuh dengan tingkat suku bunga simpanan sebesar 0,4 persen per bulan atau 4,8 persen per tahun. Adapun tingkat suku bunga pinjaman berkisar 1-1,6 persen per bulan atau 12-19,2 persen per tahun.
I Made Wena menambahkan, uang masyarakat desa adat disimpan di LPD sebagai kontribusi membangun desa. Untuk mendorong arus kas, seluruh pengembangan bisnis desa dibangun memanfaatkan dana LPD dengan bunga pinjaman dipatok 12 persen per tahun.
Ia mencontohkan, pembiayaan LPD untuk pengembangan wisata Pantai Pandawa pada 2013 mencapai Rp 1 miliar.
”Kami tidak melibatkan investor luar untuk pengembangan bisnis. Modalnya dari uang masyarakat yang disimpan di LPD. Dana masyarakat dikelola untuk membangun desa,” papar I Made Wena.
Seluruh pendapatan dari unit-unit usaha desa wajib disimpan di LPD. Dalam 20 tahun, aset ”bank desa” itu melesat dari Rp 15 juta pada 1998 menjadi Rp 125 miliar pada 2019. Dari sekitar 80 hektar lahan milik desa adat itu, sekitar 15 hektar di antaranya sudah dikembangkan untuk kawasan wisata.
Pada 2018, Badan Usaha Milik Desa Adat meraup pendapatan Rp 50 miliar dengan laba bersih Rp 14,5 miliar. Tahun ini, laba bersih ditargetkan mencapai Rp 18 miliar.
Sementara itu, dana desa yang disalurkan pemerintah pusat setiap tahun digunakan untuk menunjang sarana dan infrastruktur wisata. Tahun 2018, misalnya, dana desa sekitar Rp 900 juta digunakan untuk membangun lapangan bola di kawasan wisata Gunung Payung. Tahun ini, dana desa dipakai untuk menata jalan masuk ke Pantai Pandawa.
Pada Oktober 2019, desa akan mengoperasikan lapangan bola wisata di kawasan wisata olahraga Gunung Payung. Targetnya, lapangan bola di tepi pantai itu menjadi tempat bermain sepak bola sekaligus berwisata.
I Made Wena menilai, pendapatan dari sektor pariwisata meningkat seiring kunjungan wisatawan yang meningkat. Akan tetapi, destinasi wisata baru juga terus tumbuh. Untuk itu, keberlanjutan bisnis pariwisata mesti terus dijaga dengan cara berinovasi.
Kolaborasi antara pemerintah administratif dan pemerintah adat dalam mengelola desa dinilai sebagai cara untuk mempercepat inovasi dan membangun ekonomi. Kolaborasi itu antara lain tecermin dari Badan Usaha Masyarakat Desa Adat dan Badan Usaha Masyarakat Desa yang saling melengkapi.
”Kami (pemerintah) harus bekerja bersama. Kalau satu ke timur dan lainnya ke barat, maka enggak akan jalan,” ujar I Made Wena.
Hal senada diungkapkan Kepala Desa Kutuh I Wayan Purja. Menurut dia, pembagian tugas antara kepala desa adat dan kepala desa dilakukan untuk mendorong perekonomian desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saat ini, dari 5.187 warga Desa Kutuh, mayoritas bekerja di sektor terkait pariwisata.
Dorong daring
Direktur Retail Banking Bank Mandiri Donsuwan Simatupang mengemukakan, pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang menarik. Bahkan, perjalanan dan kuliner merupakan salah satu pengeluaran terbesar generasi milenial, yakni generasi yang kini berusia 19-39 tahun.
Pertumbuhan industri pariwisata juga ditopang pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). ”Semakin banyak UMKM yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan wisatawan diharapkan berdampak dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan,” kata Donsuwan.
Bank Mandiri mendorong pembentukan kluster wisata melalui penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) untuk UMKM sektor pariwisata.
Pada Januari-Agustus 2019, penyaluran KUR untuk pelaku UMKM terkait pariwisata Rp 2,48 triliun. Nilai ini setara dengan 16,5 persen penyaluran KUR Bank Mandiri yang mencapai Rp 15,03 triliun.
Sampai dengan akhir 2019, total penyaluran KUR Bank Mandiri ditargetkan mencapai Rp 25 triliun.
Ia menambahkan, bank harus mengikuti tren pertumbuhan ekonomi, salah satunya sektor pariwisata. Sektor wisata masih memerlukan dukungan, apalagi pemerintah telah menetapkan destinasi wisata baru. Ditunjang infrastruktur yang memadai, sektor pariwisata diprediksi akan tumbuh pesat.
Saat ini, pembiayaan KUR Bank Mandiri menjangkau 7 dari 10 lokasi destinasi wisata yang diprioritaskan menjadi ”Bali Baru”. Ketujuh destinasi wisata itu adalah Danau Toba, Tanjung Kelayang, Kepulauan Seribu, Tanjung Lesung, Bromo, Borobudur, dan Mandalika. Adapun KUR yang disalurkan sebesar Rp 251,46 miliar kepada 3.144 UMKM.
Selain dukungan pembiayaan terhadap UMKM di sektor pariwisata, menurut Donsuwan, Bank Mandiri juga mendampingi UMKM dalam mengelola usaha. Salah satu bentuk pendampingan itu berupa pelatihan program promosi usaha secara digital dan pemanfaatan solusi pembayaran menggunakan platform dalam jaringan.