Kayu Limbah Jadi Indah
Memilih bidang wirausaha tidak harus sesuai atau dekat dengan latar belakang pendidikan formal yang pernah ditekuni.
Memilih bidang wirausaha tidak harus sesuai atau dekat dengan latar belakang pendidikan formal yang pernah ditekuni. Hal ini dibuktikan Kristiyanto (34), warga Kelurahan Temanggung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Ia mengembangkan usaha kerajinan kayu limbah, yang bermula dari sekadar hobi.
Kristiyanto, yang disapa Yanto, adalah lulusan Jurusan Pertanian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Temanggun. Setelah sempat menekuni dunia tulis-menulis dan media selama empat tahun, ia justru memutuskan untuk menjadi wirausaha di bidang kerajinan limbah kayu.
”Ketika itu, saya sama sekali tidak memiliki bekal pengalaman atau pengetahuan untuk berwirausaha kayu. Saya memulai semuanya dengan belajar secara otodidak,” ujarnya.
Pembelajaran otodidak itu berlangsung hingga kini. Namun, langkahnya sudah membuahkan unit usaha kayu limbah, CV Kayuki. Usaha yang dijalankannya bersama enam karyawan ini telah mampu memproduksi lebih dari 50 jenis produk kerajinan kayu, mulai dari benda-benda mungil seperti gantungan kunci, hingga perabotan besar seperti lemari dan mini bar.
Untuk kegiatan produksi sehari-hari, Yanto biasa memakai 300 lembar kayu palet jati belanda. Kayu palet adalah kayu tidak terpakai yang biasanya hanya dipakai sebagai kayu peti kemas.
Sebagian besar produk dibuat berdasarkan pesanan konsumen. Dengan berbekal promosi melalui media sosial, produk buatan Yanto melanglang buana, memenuhi permintaan dari seluruh pelosok Nusantara, bahkan sebagian di antaranya ada yang sudah dikirim ke Hong Kong dan Malaysia.
Mulai usaha
Yanto memulai usahanya pada 2014. Ketertarikannya pada kayu bermula ketika pimpinan kantor tempatnya bekerja meminta tolong untuk mencarikan kayu jati belanda.
Yanto yang ketika itu belum mengetahui kayu jati belanda pada akhirnya justru terpikat saat melihat jenis kayu ini. Yanto yang memiliki hobi mengutak-atik aneka barang dan perkakas menjadi hiasan rumah seketika merasa yakin bahwa jenis kayu ini cocok menjadi bahan baku aneka perabot dan beragam hiasan pajangan.
Tak lama setelah pimpinan kantornya membeli kayu, dia pun menyusul membeli beberapa lembar untuk dipakai sebagai bahan percobaan. Semula, dia hanya membuat hiasan dinding berupa papan berisi kutipan, kata-kata mutiara, atau ungkapan dari tokoh-tokoh terkenal. Tulisan itu dipercantik dengan lukisan dan gambar hasil karyanya.
Usaha itu dilakukan dengan modal Rp 4,3 juta, yang sebagian berasal dari tabungan dan hasil penjualan sepeda motornya. Seluruh usaha dilakukan seorang diri, mengandalkan alat-alat sederhana, seperti mesin serut manual dan peralatan bertukang.
Usahanya diberi nama Kayuki, yang berasal dari bahasa Jawa, yakni ”kayu ki” yang berarti ”ini kayu”.
Hiasan dinding menjadi produk pertama yang dibuat karena yang terpikir pertama kali. Selain itu, juga merupakan produk paling mudah dibuat.
”Hiasan dinding sangat mudah dibuat karena sebagian besar aktivitas yang dibutuhkan untuk membuatnya hanya memotong dan merangkai potongan-potongan kayu,” ujarnya.
Sebagian karya tersebut ditunjukkan Yanto kepada sejumlah rekan. Pembeli pertama produk hiasan dinding tersebut adalah pemilik warung makan di Kecamatan Temanggung yang hingga kini masih memajang produk itu di warungnya.
Penjualan produk terus berlanjut. Tidak hanya menjual stok barang yang ada, Yanto perlahan-lahan juga menerima sejumlah pesanan. Pekerjaan itu dilakukan sebagai sambilan di sela-sela pekerjaan utamanya.
Mencari karyawan
Kendati hal itu hanya sebagai sambilan, Yanto tetap berupaya berkarya sebaik-baiknya. Setelah membuat hiasan dinding, dia mengembangkan usaha dengan berkreasi dan membuat lebih banyak variasi produk.
Padahal, saat itu Yanto tidak memiliki cukup keahlian untuk mengolah kayu. Namun, dia optimistis dan percaya diri usahanya akan berhasil.
”Aktivitas produksi bisa dipercayakan kepada orang lain. Yang penting saya bisa berpromosi,” ujarnya.
Dengan keyakinan besar, Yanto menjalankan usaha. Ia kemudian merekrut karyawan untuk membantunya mengembangkan usaha. Namun, langkah itu tidak semudah yang dibayangkan. Sebab, membuat karyawan bertahan bekerja bersamanya tidaklah mudah.
Pada akhirnya, Yanto terpaksa tiga kali mengalami siklus gonta-ganti karyawan.
”Saya tidak bisa membuat mereka bertahan. Setelah dilatih, diajari, sebagian karyawan akhirnya memilih keluar dan membuka usaha sendiri,” ujarnya.
Kondisi tersebut sering kali membuat Yanto kebingungan. Ia bahkan kesulitan memenuhi permintaan pelanggan. Namun, agar tidak mengecewakan pembeli, Yanto terpaksa mengambil jalan pintas, yakni membawa produk setengah jadi untuk diselesaikan perajin kayu lainnya.
Langkah itu secara otomatis membuat biaya produksi bertambah. Namun, menurut dia, hal itu merupakan cara terbaik yang dapat dilakukan agar tetap dapat dipercaya pelanggan.
Pada akhirnya, setelah kerap kali berhadapan dengan kondisi tersebut, Yanto menyadari bahwa dia harus memperkaya kemampuannya sendiri. Dia terus belajar tentang ilmu pertukangan, baik dari karyawannya maupun tukang kayu dan perajin lain di Kabupaten Temanggung.
Usaha berkembang
Usaha Yanto terus berkembang. Tidak sekadar membuat barang, kini dia sering menerima pesanan untuk membuat dekorasi ruangan di rumah makan dan kafe. Semua pesanan ditanggapi dengan kemauan, kerja keras, dan keyakinan, kendati ia tak memiliki pengalaman dan ilmu merancang rumah dan dekorasi rumah.
”Saya tidak memiliki ilmu apa-apa. Saya hanya tahu bagaimana merancang supaya ruangan tersebut bisa terasa nyaman dan indah sesuai fungsinya,” ujarnya.
Bersama dengan enam karyawannya—ia menyebut karyawan itu sebagai tim—Yanto biasa merancang konsep dan membuat gambaran kasar tentang desain. Konsep itu kemudian didiskusikan dengan konsumen, kemudian digarap setelah ada kesepakatan antara dirinya dan pelanggan.
Langkah Yanto tak berhenti. Ia terus berkreasi memanfaatkan bahan sisa atau limbah. Setelah jati belanda, dia pun kini membuat gantungan kunci dari limbah kayu sengon, sisa dari industri pembuatan blockboard, atau variasi kayu lapis.
Dengan berbagai pencapaian itu, Yanto berharap, pelanggan akan memercayai kemampuannya.
”Bidang usaha tidak bergantung pada latar belakang pendidikan. Asalkan bersungguh-sungguh, setiap orang bisa sukses menekuni bidang apa saja,” tegasnya, percaya diri.