Mandi Keringat di Paru-paru Singapura
Siapa sangka Singapura, negara pulau seluas 720 km persegi ini, menyimpan dan menawarkan kejutan-kejutan nan menyenangkan terutama untuk mereka yang gemar beraktivitas luar ruang.
Singapura. Begitu mendengar kata itu, sudah pasti yang muncul adalah gambaran tentang gedung-gedung pencakar langit, kesibukan di kawasan perkantoran, hingga lalu lalang turis dari sejumlah negara di pusat-pusat wisata ikonik. Siapa sangka, negara pulau seluas 720 km persegi ini menyimpan dan menawarkan kejutan-kejutan nan menyenangkan.
Tutupan hijau yang kita lihat dari atas pesawat manakala hendak mendarat atau setelah lepas landas di Singapura seakan menyimpan kejutan, khususnya bagi mereka yang menyukai kegiatan di luar ruangan (outdoor).
Hari Sabtu (7/9/2019) menjadi pengalaman baru bagi Kompas dan 15 jurnalis penerima Asia Journalism Fellowship (AJF) 2019. Program yang diselenggarakan Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore bekerja sama dengan Temasek Foundation ini memberikan kesempatan bagi para jurnalis untuk mengintip dan mengalami sendiri gaya hidup sehat ala warga Singapura di MacRitchie Reservoir Park.
Pagi itu, Zakaria selaku pemimpin grup memilihkan rute jalan-jalan menyusuri hutan hujan tropis Central Catchment Nature Reserve (CCNR) mulai dari satu sudut danau MacRitchie, tepatnya dari Prunus Trail atau Trek Prunus. Kami masuk dari Westlake Ave.
Dalam laman resmi pariwisata Singapura dikatakan, titik ini merupakan titik masuk favorit para penyuka olahraga luar ruang, mulai dari hiking, jogging, hingga lari lintas alam (cross country).
CCNR merupakan kawasan cagar alam seluas 3.000 hektar sekaligus area tangkapan air di tengah pulau Singapura. Di sekeliling CCNR ada empat waduk yang menjadi penampungan air resapan.
Selain MacRitchie yang merupakan waduk tertua yang dibangun pada 1867, ada pula tiga waduk lainnya, yaitu Lower Peirce Reservoir, Upper Peirce Reservoir, dan Upper Seletar Reservoir. Kawasan ini masuk dalam pengelolaan National Parks Board atau badan pemerintah yang mengelola taman-taman perkotaan, pepohonan, juga kawasan konservasi
Di kawasan hutan hujan tropis itulah, kita bisa melihat bagaimana tutupan hijau dijaga, serta hutan yang dilestarikan sebagai konservasi dan tangkapan air. Kegiatan yang merusak dilarang, tetapi kegiatan positif seperti lari lintas alam atau hiking di trek yang sudah diatur jalurnya, pengamatan burung, hingga berkano diperbolehkan.
Kegiatan susur hutan atau lari lintas alam gratis. Siapa pun boleh menikmati hutan. Akan tetapi, untuk berkano atau berkayak, kita mesti menyewa perahu kano atau kayak di rumah perahu di tepi waduk.
Langit cerah
Sabtu pagi itu, kami beruntung karena Singapura belum terkepung asap tebal dari kebakaran hutan di Sumatera. Langit biru cerah membuat semangat dan energi untuk menyusuri hutan tropis kian terpompa. Kami pun berjalan menyusuri jalan setapak menuju titik awal trek.
Beberapa monyet ekor panjang tampak bergelantungan di pepohonan seakan menyambut kami. Tak lama, pemandangan air tenang waduk MacRitchie menghampar.
Jarum jam menunjukkan pukul 08.00, namun jangan tanya kesibukan yang terjadi di pinggir waduk. Orang-orang ramai berjalan kaki di papan jalan di pinggir danau sambil ngobrol atau bersenda gurau. Ada pula yang jogging melewati trek dari dalam hutan menuju trek di pinggir waduk, pun sebaliknya. Yang lain lagi serius berlari lintas alam.
Meski ngos-ngosan setelah melewati trek di dalam hutan, salam seperti selamat pagi atau sekadar permisi meminta jalan terdengar di pinggir waduk.
Di dermaga di titik awal tersedia peralatan kebugaran (fitness) luar ruang supaya pencinta olahraga alam bisa melakukan pemanasan sebelum menyusuri hutan. Di tengah danau, pemandangan warga yang sibuk mendayung perahu kano dan kayak meramaikan suasana pagi.
Akhirnya, susur hutan dimulai usai penjelasan singkat tentang cara-cara berjalan di hutan, juga penyelamatan. Trek awal berupa papan jalan, dinamai trek Prunus, diatur persis melintasi tepi waduk.
Lolos trek awal ini, kita akan memasuki trek kedua bernama trek Petai. Rupanya ini adalah trek di mana kita bisa menikmati kesegaran udara dan keindahan waduk dari tepi waduk. Selanjutnya, trek ini membawa ke trek jalan tanah setapak yang menembus hutan.
Trek tanah selebar 1-1,5 meter yang disebut sebagai MacRitchie Nature Trail itu terbentang sejauh 7 km dan berkontur naik turun. Karena setapak, kita mesti jalan satu-satu, tidak bersisian. Dari arah depan, banyak pelari yang datang atau kelompok pejalan kaki yang hendak lewat.
Memang bukan aturan tertulis. Tapi, untuk kegiatan luar ruang semacam itu, sudah sepantasnya kita langsung memahami ”aturan main” supaya tidak saling mengganggu atau tertabrak pelari dari depan atau dari belakang kita.
Di lintasan hutan ini, cuaca Singapura yang panas dan lembab lumayan teredam. Apalagi, kicau burung terdengar di sepanjang trek dan sangat menghibur. Pohon-pohon besar yang terjaga kokoh berdiri di kanan kiri lintasan. Beberapa pohon yang sempat tertangkap mata di antaranya pohon petai, jenis pohon manggis, pala, tembusu, juga keruing.
Jembatan gantung
Yang paling dikenal dari trek ini adalah keberadaan Tree Top Walk. Tree Top Walk adalah lintasan tinggi berbentuk jembatan gantung bersuspensi sepanjang 250 meter yang menghubungkan dua titik tertinggi di MacRitchie, yaitu Bukit Pierce dan Bukit Kalang.
Jembatan gantung yang dibuka mulai November 2004 ini melintas di pucuk-pucuk pohon sehingga disebut Tree Top Walk. Di salah satu bagiannya, jembatan ini terentang di ketinggian 25 meter dari permukaan tanah.
Di sinilah pengalaman susur hutan kian lengkap. Kita dapat pengalaman menikmati hutan dari bawah (pohon), juga dari atas pohon.
Untuk mencapai Tree Top Walk, dari trek MacRitchie ada papan tanda yang mengarahkan kita ke trek Terentang. Dari sanalah jalan tembus menuju Tree Top Walk (TTW) berawal.
Trek ini diatur hanya untuk searah saja. Jadi mesti perhatikan betul tanda-tanda dan papan jalan bila ingin merasakan sensasi embusan angin dan pandangan luas dari ketinggian jembatan.
Di TTW, berhentilah sejenak. Pemandangan waduk di kejauhan dan kepadatan hutan terbentang. Indah. Decak kagum pun terdengar. Namun, jangan berlama-lama, ya. Orang-orang yang ingin menikmati sensasi ketinggian, kedamaian hutan, keluasan pandang, juga banyak mengantre di belakang kita.
”Kalau akhir pekan pasti ramai dan padat. Semua mau menyusuri hutan. Semua mau berlari atau sekadar berjalan kaki. Di hari kerja, suasana di hutan lebih lega,” ujar Theo (42), warga Singapura, yang ditemui di MacRitchie Nature Trail.
Area konservasi bisa juga dikelola agar juga berfungsi sebagai area olahraga alam. Warga tinggal datang ke titik-titik kegiatan yang ditentukan tanpa membayar asalkan ikut menjaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan, dan memilih cara berolahraga yang sesuai kemampuan dan minat.
Pilihan ini melengkapi pilihan lain berupa taman-taman kota yang dibangun di seluruh negeri, yang didesain juga untuk area penghijauan, resapan air, tetapi juga bisa untuk kegiatan sehat luar ruang. Jiwa dan raga pun sehat.
Bagaimana Jakarta? Upaya mendorong warga sehat juga bisa dimulai dengan memperbanyak ruang publik dan ruang terbuka hijau yang saat ini pun masih jauh dari target 30 persen dari total luas Jakarta.
Bukan cuma memperbanyak, tetapi juga mengelolanya dengan baik sehingga bisa dipakai untuk kegiatan luar ruang.