Pelat Nomor Motor Terduga Teroris di Salatiga Ditutupi Kain Pel
Seorang terduga teroris, WA (40), ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di Kelurahan Ledok, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Jumat (27/9/2019). Paman pelaku curiga pada tingkah lakunya.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SALATIGA, KOMPAS — Seorang terduga teroris, WA (40), ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di Kelurahan Ledok, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Jumat (27/9/2019). Tingkah WA dicurigai pamannya karena menutupi pelat nomor sepeda motornya dengan kain pel.
Petugas menangkap WA di kebun warga, berdekatan dengan rumah Hadjid Setiawan (61), yang juga paman tersangka. Hadjid menceritakan, WA tiba di rumahnya pada Kamis sore dengan mengendarai sepeda motor. WA mengaku datang dari Cirebon, Jawa Barat, untuk mengurus balik nama pelat nomor sepeda motor.
Saat itu, Hadjid mencurigai WA yang menutupi pelat nomor sepeda motornya dengan kain pel yang terparkir di rumahnya. ”Dia juga meminjam obeng dan tang guna membuka pelat nomor. Saat melakukan itu, wajahnya ditutupi setengah dengan penutup. Saya curiga motor itu hasil curian,” kata Hadjid, di Salatiga, Sabtu.
Meski curiga, Hadjid tak menanyakan hal itu kepada WA. Ia pun mengaku tak terlalu banyak berbincang dengan WA. Istrinya, Suharmini (60), yang lebih banyak berbicara karena ibu WA merupakan kakak Suharmini.
Pada Jumat sekitar pukul 17.30, Hadjid dan Suharmini terkejut mendengar beberapa kali suara letusan yang mereka kira petasan. Saat keluar rumah, sudah banyak polisi dan warga di sekitar rumah mereka. Baru kemudian ia menyadari bahwa letusan tersebut adalah suara tembakan. WA pun dibawa polisi.
Belakangan diketahui, tim Densus 88 Polri mengejar WA. ”Keponakan saya memang menginap di kamar lantai dua. Sore itu, dari balkon, ia lari lewat genteng tetangga ke arah kebun di belakang rumah. Namun, proses penangkapannya saya tidak tahu,” tutur Hadjid.
Dari informasi yang dihimpun, dalam keadaan terkepung, WA mengeluarkan parang untuk melawan petugas. Dia pun langsung ditembak. Dalam kondisi luka, WA dibawa ke rumah sakit oleh petugas.
Selama ini, WA dikenal baik, pendiam, dan penakut. Selain di Cirebon, WA juga pernah tinggal di Tangerang, Banten. Terakhir kali WA berkunjung ke rumah Hadjid pada 2017.
Hadjid menjelaskan, dirinya sama sekali tak tahu keponakannya terpapar radikalisme atau terorisme. Selama ini, WA dikenal baik, pendiam, dan penakut. Selain di Cirebon, menurut Hadjid, WA juga pernah tinggal di Tangerang, Banten. Terakhir kali WA berkunjung ke rumah Hadjid pada 2017.
Meski lokasi kejadian berada di rumahnya, Hadjid menekankan, tidak ada radikalisme dan terorisme yang tumbuh di keluarganya. ”Kami dari keluarga besar Muhammadiyah yang berpaham Islam moderat. Kami benar-benar tak tahu dan tak menyangka ini terjadi,” ucapnya.
Kepala Polres Salatiga Ajun Komisaris Besar Gatot Hendro Hartono menyebutkan, dalam peristiwa itu, pihaknya hanya membantu terkait pengamanan setelah penangkapan tersangka. Sementara pengintaian serta pelaksanaan penangkapan tersangka dilakukan oleh Densus 88 Polri.
Gatot menambahkan, keamanan dan kondusivitas Kota Salatiga akan terus dijaga. ”Kami selalu menjalin silaturahmi dengan seluruh tokoh agama dan tokoh masyarakat. Di antaranya dengan melaksanakan kegiatan Jumat keliling dan ikut serta dalam setiap kegiatan keagamaan,” ujarnya.
Hingga kini, polisi belum mengonfirmasi keterkaitan WA dengan aktivitas terorisme ataupun pelaku teror yang mana. Terakhir, polisi menangkap sembilan terduga teroris di Bekasi dan Jakarta. Mereka diduga terkoneksi dengan Jamaah Ansharut Daulah Bandung. Sasaran utama mereka adalah aparat dan kantor kepolisian.
Ketua Forum Umat Islam Salatiga Arief Budiyanto mengatakan, pihaknya tidak sepakat dengan segala aksi terorisme. Sebab, ia meyakini, segala masalah dapat diselesaikan secara konstitusional serta melalui cara yang baik dan bermartabat. Hal itu demi menjaga Salatiga sebagai kota yang kondusif.
”Kami tidak akan terkontaminasi segala hal terkait terorisme. Rumah Pak Hadjid bukan sarang terorisme. Kami semua juga terkejut karena tersangka yang sudah lama tak bertemu ternyata terpapar paham-paham seperti itu. Yang jelas, ini pelajaran bagi semua,” tutur Arief yang juga kakak Hadjid.