Kepolisian terus melakukan penyelidikan terkait meningalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Sulawesi Utara. Penyelidikan mendalam di tempat terjadinya perkara dilakukan dengan asistensi langsung dari Mabes Polri.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Kepolisian terus melakukan penyelidikan terkait meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Sulawesi Utara. Penyelidikan mendalam di tempat terjadinya perkara dilakukan dengan asistensi langsung dari Mabes Polri. Tiga selongsong peluru ditemukan dalam penyelidikan awal Sabtu ini.
Pantauan Kompas, sejumlah tim dari kepolisian terlihat melakukan pencarian bukti dengan peralatan lengkap di bilangan Jalan Abdullah Silondae, dekat Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (28/9/2019) pagi. Lokasi ini adalah tempat Randi (22) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19) meregang nyawa.
Randi menderita luka tembak di ketiak bawah kiri yang tembus di dada kanan, sedangkan Yusuf mengalami luka parah di kepala. Keduanya adalah peserta demonstrasi menentang sejumlah aturan yang dianggap bermasalah, Kamis lalu.
Petugas terlihat memeriksa sejumlah tempat, termasuk di depan pintu kantor disnakertrans, tempat Yusuf tersungkur. Dalam pencarian, petugas menemukan tiga selongsong peluru. Selongsong peluru ini ditemukan di selokan depan kantor tersebut, lalu segera disita.
Penyelidikan mendalam di lokasi kejadian itu diawasi langsung oleh Karo Provost Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Hendro Pandowo.
Mabes Polri menerjunkan sejumlah perwira tinggi untuk memantau penyelidikan dan investigasi terkait pengamanan demo yang berujung meninggalnya dua mahasiswa. Wakapolri Komisaris Jenderal Ari Dono juga telah tiba di Kendari untuk memberi pengarahan dan instruksi terkait investigasi yang sedang berlangsung.
”Iya ada temuan selongsong peluru. Itu yang akan dicocokkan nantinya. Makanya, polisi dulu yang kita periksa, amunisinya berapa, senjatanya berapa, lalu akan dicocokkan semua,” kata Komjen Ari, di rumah jabatan Gubernur Sultra.
Berdasar standar operasional prosedur pengamanan yang dilakukan, ujar Ari, aparat kepolisian tidak diperbolehkan memakai peluru karet terlebih peluru tajam. Petugas hanya dibekali pentungan, tameng, water cannon, dan gas air mata. Akan tetapi, dengan temuan dan tewasnya peserta demo, tentu akan menjadi hal yang harus diusut hingga tuntas.
Investigasi terbuka
Menurut Ari, saat ini kepolisian sedang melakukan penyelidikan mendalam di tempat terjadinya perkara. Sejalan dengan itu, juga akan dilakukan pencarian bukti lain, pencocokan, pencarian saksi, dan penjelasan temuan-temuan secara bertahap.
Untuk hal tersebut, tambah Ari, kepolisian siap membentuk tim investigasi terbuka yang melibatkan banyak pihak. Dalam tim ini akan dilibatkan tim dari Komnas HAM, perwakilan pemerintah, masyarakat sipil, serta pihak mahasiswa dan kampus.
”Ini untuk menjaga keterbukaan. Kami melibatkan pihak yang paham akan kompetensi dan langkah investigasi ke depan. Kajian dan tahapan akan dilakukan transparan, dengan target berusaha cepat,” ujarnya.
Demonstrasi ribuan mahasiswa di Kota Kendari, Kamis (26/9/2019), berujung ricuh pada siang hingga sore hari. Mahasiswa yang melempar batu berbalas tembakan gas air mata dari aparat. Puluhan mahasiswa dan beberapa aparat terluka. Sejumlah kendaraan terbakar. Ada bagian gedung lama DPRD yang terbakar, tetapi segera dipadamkan.
Sekitar pukul 15.30, di pintu barat Kantor Disnakertrans Sultra, sekitar 150 meter dari pintu belakang kantor DPRD Sultra, tembakan berbeda terdengar. Dua mahasiswa tumbang. Randi, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, terkena luka tembak di bagian bawah ketiak kiri yang tembus ke dada kanan. Dari hasil autopsi, ia dipastikan terkena peluru tajam.
Di tempat yang tidak jauh, Muhamad Yusuf Kardawi (19) tergeletak tepat di depan pintu gerbang kantor tersebut dengan luka berat di kepala. Ia meninggal beberapa jam setelahnya.
Berjarak sekitar 2 kilometer, seorang ibu hamil, Putri (23), menderita luka tembak di bagian betis kanan. Sebuah proyektil bersarang di dalam kakinya. Proyektil dengan kaliber 9 milimeter tersebut telah disita oleh pihak kepolisian.
Sebelumnya pihak mahasiswa dari Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo menemukan dua buah selongsong peluru dengan tulisan 9 milimeter di bagian bawah. Mereka menyimpan selongsong tersebut untuk menjadi barang bukti nantinya.
”Kami masih menyimpannya untuk nanti diserahkan ke tim yang kami anggap independen dan bisa benar-benar menggunakan barang bukti ini untuk mengungkap jelas siapa pelaku penembakan,” kata La Ramli, Ketua BEM Teknik UHO, Jumat malam.
Mahasiswa tetap konsisten untuk melanjutkan perjuangan menolak aturan bermasalah.
Menurut Ramli, mahasiswa menginginkan agar kasus ini tuntas dalam ranah hukum. Selain itu juga ada penjelasan yang gamblang pelanggaran HAM berat yang terjadi. Selain itu, mahasiswa tetap konsisten untuk melanjutkan perjuangan menolak aturan bermasalah.
Dihubungi terpisah, Jumat siang, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan Yati Andriyani mengungkapkan, meninggalnya Yusuf dan Randi adalah bukti terjadinya pelanggaran HAM berat dalam aksi bentrok demonstrasi yang dikawal oleh polisi. Oleh karena itu, hal ini harus diselidiki oleh Komnas HAM apakah mereka meninggal karena perintah sistematis atau apakah ada pembiaran dari institusi kepolisian dengan penembakan peluru tajam dan aksi kekerasan.
Yusuf dan Randi yang meninggal, lanjut Yani, juga menambah daftar korban kekerasan dari kultur aparat yang belum berubah di lapangan. ”Mereka bagian dari puncak gunung es kultur kekerasan aparat yang belum berubah dan praktik impunitas dan sikap permisif Polri dan institusi penegak hukum atas kultur dan praktik kekerasan yang dilakukan aparat,” kata Yani.
Berselang sehari setelah bentrokan berujung meninggalnya dua orang itu, Mabes Polri menarik Kapolda Sultra Brigadir Jenderal (Pol) Iriyanto ke Itwasum Polri. Ia akan digantikan Brigadir Jenderal (Pol) Merdisyam. Serah terima jabatan akan dilakukan pada Senin dua hari mendatang.