Seorang bocah di Maluku Tengah selamat dari dampak gempa bermagnitudo 6,5 yang melanda daerah itu pada Kamis (26/9/2019). Sang bocah diselamatkan oleh pengorbanan kakek dan neneknya.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Hasan Lobo (3) tertidur pulas di pangkuan Ima Lestaluhu (54). Wajahnya memar. Perban putih membukus luka tiga jahitan pada bagian belakang kepalanya.
Bocah asal Desa Tial, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, itu lolos dari longsoran batu akibat gempa pada Kamis (26/9/2019). Kakek dan neneknya, yakni Hamid dan Aisya, yang mengapit Hasan sesaat sebelum longsoran itu, meninggal diterjang batu.
Suara tangis Lobo terdengar warga yang melintas di jalan perbatasan Desa Tulehu dan Desa Tial. Tubuh mungilnya terlempar sekitar 5 meter dari bahu jalan. Mereka lalu mengevakuasinya. Sementara, tepat di tengah jalan, ada tumpukan material batu yang baru saja longsor setelah gempa pada pukul 08.46 WIT.
Kedua korban mendorong cucu mereka ini ke pinggir jalan. Mungkin mereka pikirnya, biar cucu ini selamat.
Warga lalu membongkar tumpukan batu itu dan menemukan dua orang terbaring tanpa daya. Dua korban itu tak lain adalah Hamid dan Aisya. Keduanya lalu dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara di Kota Ambon yang berjarak sekitar 25 kilometer. Beberapa menit setelah tiba di instalasi gawat darurat, Hamid dan Aisya dinyatakan tidak bernyawa lagi.
Detik-detik kejadian itu diceritakan Lobo kepada Ima, sepupu dari neneknya. ”Kedua korban mendorong cucu mereka ini ke pinggir jalan. Mungkin mereka pikirnya, biar cucu ini selamat,” kata Ima. Saat longsoran terjadi, mereka bertiga sedang berjalan kaki dari Tulehu ke Tial. Saat berada di kaki bukit, gempa terjadi.
Gempa dengan magnitudo 6,5 itu berpusat di Kairatu, Pulau Seram, yang berjarak sekitar 40 kilometer dari Desa Tial. Getarannya terasa sekitar IV skala MMI. Selain longsoran bukit batu, ratusan rumah penduduk di bagian tenggara Pulau Ambon itu rusak. Puluhan di antaranya bahkan rata dengan tanah. Desa yang terdampak adalah Tulehu, Waai, Tial, Tengah-tengah, dan Liang.
Hamid dan Aisya merupakan dua dari 10 korban meninggal di pesisir daerah itu. Delapan korban lain meninggal akibat tertimpa reruntuhan bangunan. Saat gempa, warga panik sehingga tidak dapat menyelamatkan diri sesuai standar. Kemungkinan lain, warga belum mengetahui standar penyelamatan diri pada saat keadaan darurat.
Mereka panik dan kurang pengetahuan tentang penyelamatan diri.
Mansyur (56), warga Desa Liang, menuturkan, korban gempa tidak mencari tempat perlindungan, seperti kolong tempat tidur atau kolong meja yang kuat. ”Banyak yang tertimpa beton rumah. Padahal, di dalam rumah ada meja. Mereka panik dan kurang pengetahuan tentang penyelamatan diri,” katanya.
Di desa yang berjarak sekitar 38 kilometer dari pusat Kota Ambon itu belum pernah dilakukan sosialisasi tentang cara penyelamatan diri pada saat gempa dan tsunami oleh pemerintah. Desa itu berada dekat pesisir yang terhubung langsung dengan Laut Banda. ”Kami biasanya dapat informasi itu dari media massa,” kata Mansyur.
Selain itu, Kompas menemukan banyak rumah yang roboh rata dengan tanah. Hampir semua rumah itu tidak dibangun dengan standar konstruksi yang ideal. Banyak rumah beton menggunakan tiang yang hanya diisi satu hingga dua besi. Kondisi itu sangat rapuh. Jika terjadi guncangan, dinding dan tiang rawan runtuh.
Gubernur Maluku Murad Ismail mengakui minimnya sosialisasi tentang gempa di Maluku. Ia berjanji akan menggerakkan jajarannya dan pihak terkait untuk melakukan sosialisasi. Maluku merupakan daerah rawan bencana gempa dan tsunami. Maluku masuk dalam wilayah dengan indeks bencana 179 atau tergolong tinggi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon mencatat, kejadian gempa di Maluku di atas 1.000 kali dalam satu tahun. Pada tahun 2016 tercatat 1.222 kejadian, tahun 2017 sebanyak 1.392 kejadian, dan 2018 sebanyak 1.587 kejadian. Sepanjang tahun 2019 hingga Sabtu (28/9), gempa yang terjadi di Maluku sudah melampaui 2.000 kali.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal Doni Monardo mengatakan, sosialisasi akan membuat masyarakat sadar akan bencana. Ia memuji mitigasi dan evakuasi mandiri yang dilakukan korban gempa di Halmahera Selatan, Maluku Utara, Juli lalu.
Di tengah ribuan rumah yang roboh, warga yang meninggal dua orang. Hal ini menandakan masyarakat setempat sudah mulai sadar bencana dan menerapkan standar penyelamatan diri.
Dalam kunjungan itu, Doni menyerahkan bantuan sebesar Rp 1 miliar kepada korban bencana. Ia telah menurunkan tim untuk membantu dalam massa tanggap darurat dan melakukan pendataan terhadap kerusakan. BNPB akan memberikan bantuan untuk perbaikan rumah para korban.
Gempa menyebabkan 19 orang meninggal. Hingga Sabtu siang, gempa susulan yang terjadi hampir 500 kali. Warga yang tinggal di pesisir pun mengungsi ke dataran tinggi. Mereka khawatir akan terjadi tsunami.