Gang-gang sempit nan berdebu, lingkungan tinggal yang dikumuhi oleh ceceran sampah dan air limbah, serta amis ikan yang menguar merupakan atmosfer yang akrab dengan Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Oleh
J Galuh Bimantara
·4 menit baca
Gang-gang sempit nan berdebu, lingkungan tinggal yang dikumuhi oleh ceceran sampah dan air limbah, serta amis ikan yang menguar merupakan atmosfer yang akrab dengan Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Masa depan cerah seakan tertutup bagi anak-anak di sana. Namun, lewat foto, sebagian di antara mereka membuktikan sebaliknya.
Matahari seakan mendekat ke kawasan Kalibaru, Sabtu (28/9/2019), menjelang siang. Teriknya menggerahkan dan terangnya menyilaukan. Kombinasi yang sempurna untuk meneguhkan rasa malas keluar rumah. Namun, seperti kebal pada panasnya matahari, tua dan muda di RW 004 Kalibaru bergerak ke arah pinggir laut.
Mereka menghadiri sebuah acara yang tidak lazim di tempat itu: pameran foto. Agenda yang biasanya dihelat di ruang tertutup dan berpendingin udara dikemas menjadi aktivitas luar ruang yang bersanding dengan debu jalanan, tumpukan sampah di permukiman, serta aroma amis yang terbawa angin dari tempat penjemuran ikan asin.
Tak hanya itu yang tidak biasa. Para fotografer yang karyanya dipajang di sana merupakan anak-anak usia sekolah dasar hingga awal sekolah menengah pertama, kisaran 9-13 tahun. Pengalaman berinteraksi dengan kamera dan dunia memotret pun baru sekitar lima bulan dicecap, tetapi mereka mampu memulas gambar dengan daya pikat berupa kekhasan permukiman keluarga nelayan Cilincing. Originalitas yang paripurna.
Lewat foto yang tidak hanya disimpan tetapi dipamerkan, anak-anak pesisir melawan cap yang terlanjur melekat pada penghuni Cilincing. Pemadat, preman, berperilaku kasar, adalah stigma yang menancap pada semua penduduk permukiman kumuh di sana.
Tanpa banyak berkata, pameran foto menjawab stigma itu. ”Siapa bilang anak pesisir tak mampu berkarya. Siapa bilang anak pesisir tak punya nyali mengangkat identitasnya,” tutur Syamsudin Ilyas, sang penanggung jawab pameran foto, dalam sesi pembukaan pada Sabtu.
Sebagai putra kelahiran Cilincing, Ilyas gerah dengan pandangan umum bahwa watak keras dan kasar dari anak-anak di lingkungannya tidak mungkin diubah sehingga mereka tidak punya harapan hidup lebih baik. Ia pun dengan bantuan berbagai pihak membuat wadah edukasi pendidikan luar sekolah bernama Kelas Jurnalis Cilik (KJC) sejak 2018.
Metodenya adalah mengajarkan dasar-dasar peliputan dengan fokus menghasilkan foto berita. Namun, Ilyas mengemas dengan cara yang menghibur, antara lain dengan menyisipkan agenda berekreasi. Belajar jurnalistik diharapkan jadi pijakan anak-anak percaya diri bermimpi dan mengejar mimpinya. Untuk menebalkan kepercayaan diri mereka, pameran foto yang bisa dilihat publik dijadikan tugas akhir guna menandai ”kelulusan” peserta didik KJC.
Dari KJC jilid I tahun 2018, terdapat 33 anak asal Kalibaru yang jadi alumni dan sudah berpameran. Bahkan, karya-karya mereka dicetak secara massal dalam sebuah buku foto berjudul ”My World My Eyes”. Adapun foto-foto yang dipamerkan pada Sabtu ini merupakan hasil jepretan 36 peserta KJC II.
Lisa Anggraini (9), misalnya, memilih mengabadikan anak-anak yang sedang bermain di laut. ”Soalnya, saya senang dengan laut,” ujar siswi kelas 4 madrasah ibtidaiyah itu.
Melihat sumpeknya lingkungan tinggal Lisa dengan gang-gang hanya selebar 1,5 meter, pantai dan laut memang menawarkan keleluasaan. Ia cukup terhibur oleh sepenggal keindahan Teluk Jakarta meski diwarnai oleh pemandangan konstruksi beton kawasan New Priok Container Terminal One (NPCT 1).
Lisa diam hingga setidaknya 10 detik untuk menjawab pertanyaan soal cita-citanya. Akhirnya, ia memberanikan diri menjawab, ingin menjadi dokter, karena berniat bisa menolong banyak orang. KJC mendorong Lisa dan kawan-kawannya untuk menghidupi cita-cita mereka, salah satunya lewat kegiatan menggambar diri mereka di masa depan.
Wali Kota Jakarta Utara Sigit Wijatmoko yang membuka secara resmi pameran foto KJC II menyebut KJC sebagai bukti edukasi bisa berjalan di mana pun, bahkan tanpa memerlukan dinding dan atap. Sebagai bentuk apresiasi, Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara akan mengajak pengelola KJC untuk menampilkan foto-foto yang sudah dipamerkan pada setiap agenda kegiatan tingkat kota.
”Dengan demikian, masyarakat yang peduli semakin luas dan karya-karya jurnalis cilik makin diapresiasi,” tutur Sigit. Ia bahkan mengajak para alumni KJC untuk suatu saat ikut meliput bersama tim peliputan Pemkot Jakarta Utara pada agenda tertentu agar kemampuan mereka kian terasah.
KJC jadi tumpuan asa di tengah belitan masalah perlindungan anak. Contohnya, dari catatan Komisi Nasional Perlindungan Indonesia pada 2015, dari total 87 juta anak berusia maksimal 18 tahun, sekitar 1,62 juta jiwa merupakan pencandu narkoba. Jumlah pencandu anak berarti 27 persen dari total penyalah guna narkotika di Indonesia yang mencapai 5,9 juta orang (Kompas, 7/3/2018).
Menstigma anak-anak yang berkampung halaman di Cilincing tidak akan menyelesaikan masalah. Rangkulan seperti yang dipelopori Ilyas akan jadi aksi penyelamatan anak yang nyata.