Hingga hari keempat setelah bencana gempa melanda Pulau Ambon dan sekitarnya, penanganan terhadap korban luka belum berjalan teratur.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Hingga hari keempat setelah bencana gempa melanda Pulau Ambon dan sekitarnya, penanganan terhadap korban luka belum berjalan teratur. Jumlah korban meninggal bertambah dari 20 menjadi 30 orang dengan sebagian korban meninggal di lokasi pengungsian. Dalam bencana itu terdata korban luka sebanyak. 156 orang serta pengungsi 136.780 orang.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Agus Wibowo lewat keterangan tertulis pada Minggu (29/9/2019) petang mengatakan, selain merusak rumah 698 rumah penduduk, gempa mengakibatkan 2 unit fasilitas kesehatan rusak, 16 unit rumah ibadah, 8 unit kantor pemerintahan, 19 unit fasilitas pendidikan, 2 unit jembatan, dan 1 unit pasar.
Wilayah yang terdampak gempa adalah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah; dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Gempa bermagnitudo 6,5 pada Kamis (26/9) berpusat di Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Data korban dan kerusakan masih dapat berubah.
Menurut pantauan Kompas di Desa Liang, Kabupaten Maluku Tengah, sebagian besar pengungsi menempati tenda darurat yang mereka dirikan menggunakan tarpal bekas. Tenda dibangun dalam semak di perbukitan dekat desa itu. Saat hujan, rembesan air dan banjir masuk ke dalam tenda.
Desa Liang merupakan desa yang terkena dampak paling parah. Menurut data yang dihimpun dari pos komando (posko) utama di desa itu, warga yang terdampak 17.471 jiwa termasuk 556 anak balita dan 510 lanjut usia. Gempa itu menyebabkan 406 rumah surak berat, 277 rusak sedang, dan 317 rusak ringan.
Adri Selan, pemuda Desa Liang yang mengkoordinasi bantuan di posko utama mengatakan, hampir semua pengungsi belum mendapatkan bantuan dan penanganan yang memadai. Pemerintah daerah belum mengatur dengan baik makenisme penanganan pengungsi termasuk pembagian bantuan. "Beruntung di lokasi pengungsi ada yang buka warung sembako. Kasihan balita, anak-anak, dan lansia," katanya.
Menurutnya, bantuan yang paling dibutuhkan adalah makanan siap saji, air mineral, keperluan balita, tarpal, selimut, tikar, dan lampu emergensi. Hingga Minggu malam, belum ada rencana akan dibangun dapur umum. Pengungsi masak sendiri dengan makanan apa adanya.
Kondisi serupa juga terjadi di daerah terdampak lainnya, yakni Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah. Di Desa Rohomoni misalnya, belum ada petugas yang datang ke sana. "Banyak pengungsi yang sakit di tengah hutan. Mereka tidak bisa jalan," kata Rizal Tualepe, warga.
Banyak pengungsi yang sakit di tengah hutan. Mereka tidak bisa jalan
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Maluku Tengah Bob Rahmat mengaku kewalahan menangani korban gempa. Pihaknya kekurangan petugas. Puluhan desa terdampak gempa. "Kami sudah melakukan ini secara optimal sekuat kemampuan kami," katanya.
Bob pun mengimbau masyarakat yang rumahnya tidak mengalami kerusakan agar kembali dan beraktivitas seperti biasa. "Tujuannya agar kami bisa fokus pada pengungsi. Kami melihat ada fenomena pengungsi dan mengungsi. Pengungsi adalah mereka yang terluka atau rumah rusak sedangkan mengungsi itu orang yang ikut-ikutan," katanya.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin mengatakan, frekuensi gempa susulan terus menurun dalam empat hari terakhir. Hari pertama sebanyak 244 kali, hari kedua 214 kali, hari ketiga 139 kali, dan sepuluh jam pertama pada hari keempat sebanyak 44 kali. Total gempa susulan 641 kali dengan jumlah yang dirasakan 73 kali.