"Kalau cuma cari kerja, jangan jadi wartawan. Jadi wartawan itu risikonya besar." Kalimat itulah yang sering disampaikan Aristides Katoppo (81), wartawan senior yang meninggal pada Minggu (29/9/2019), pukul 12.05, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta.
Pesan Aristides itulah yang diingat Wakil Pemimpin Umum Kompas, Budiman Tanuredjo, yang mengenal dekat pendiri harian sore Sinar Harapan itu. Aristides memang dikenal dekat dengan wartawan dari berbagai media. Ia juga ikut membidani lahirnya Aliansi Jurnalis Independen.
"Pak Aristides seringkali mengundang wartawan muda dari berbagai media untuk berdiskusi dengannya. Saya ingat, dia punya vila di Cisarua yang menjadi tempat berdiskusi. Ia selalu mengajak wartawan muda untuk bekerja dan menyikapi segala sesuatu dengan kritis," papar Budiman.
Aristides selalu meminta wartawan muda untuk menggeluti profesinya secara total. Ia juga tak pelit berbagi pengetahuan dan ilmu terkait jurnalisme. "Saat awal bergabung di Kompas, saya sering belajar ke rumah Tides (Aristides) di Cisarua," imbuh Budiman. Di rumahnya itu, Tides juga membagi cerita tentang koran yang dipimpinnya, yang tahun 1986 ditutup pemerintah Orde Baru, karena memberitakan RAPBN yang belum disetujui DPR.
Aristides selalu meminta wartawan muda untuk menggeluti profesinya secara total. Ia juga tak pelit berbagi pengetahuan dan ilmu terkait jurnalisme.
Aristides lahir di Tomohon, Sulawesi Utara, 14 Maret 1938. Ia sejak awal ingin menjadi wartawan, dan konsisten hingga akhir hayatnya tetap menjadi jurnalis. Ia mengawali karirnya di Pers Biro Indonesia tahun 1957, dan tahun 1961 turut serta mendirikan Sinar Harapan.
Selain wartawan, Aristides juga menggemari mendaki gunung. Ia tercatat sebagai anggota Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI), bersama aktivis Soe Hok- Gie dan wartawan Kompas, Rudy Badil. Minggu lalu, Aristides pun masih mendaki Gunung Semeru.
Kedekatannya dengan Soe Hok Gie kerap tercatat dalam berbagai buku karyanya seperti Catatan Seorang Demonstran dan Soe Hok Gie… Sekali Lagi: Buku Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya.
Anak pertama Aristides Katopo, Judistira Katoppo, mengatakan, ayahnya dirawat di rumah sakit karena komplikasi akibat penurunan kesehatan. “Jantungnya udah enggak bagus. Sirkulasinya enggak bagus, kaki bengkak, dan paru-paru basah," kata dia Rumah Jenazah RSPAD.
Judistira mengenang percakapan terakhir dengan ayahnya yang berbicara mengenai keutuhan RI, Pancasila, sumpah pemuda, dan sejarah. “Selalu kalau ngomong sama saya, mengenai kesatuan Indonesia," katanya.
Jenazah Aristides akan dikremasi di Oasis Lestari Tangerang, Selasa (1/10).