Jejak Terurai dari Peluru Kaliber 9 Milimeter
Meninggalnya dua mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara, saat unjuk rasa pada Kamis lalu membawa penyelidikan besar.
BRUK!! Seorang mahasiswa peserta aksi ambruk. Randi (22), mahasiswa itu, memegang dada kanan, tepat setelah letusan menyalak beruntun hingga lima kali. Luka selebar 0,9 milimeter di bawah ketiak kiri menjadi penyebab ia kehilangan nyawa. Sejumlah selongsong peluru kaliber 9 milimeter, juga sebuah proyektil dengan ukuran sama, ditemukan setelahnya.
Jelang siang, Kamis (26/9/2019), demonstrasi ribuan mahasiswa di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, berlangsung. Aksi mahasiswa dari sejumlah kampus hingga anak STM ini menuntut pembatalan sejumlah produk legislasi nasional yang dianggap bermasalah akut. Mereka menyampaikan orasi, menyanyikan bait perjuangan, dan membentangkan protes di sekitar Gedung DPRD Sultra.
Dua jam berlangsung, aksi penyampaian pendapat itu berubah bentrok. Peserta aksi yang berusaha masuk ke dalam kawasan gedung dewan dihalau tembakan dengan meriam air (water cannon). Mahasiswa membalas dengan lemparan batu. Aparat mulai menembakkan gas air mata. Asap hitam dari ban yang terbakar berganti asap putih yang perih. Dentuman terdengar silih berganti. Beberapa titik terbakar.
Menjelang pukul 15.30, puluhan mahasiswa terlibat saling serang dengan aparat kepolisian di sejumlah titik. Di depan Gedung DPRD Sultra, di bagian pintu belakang, juga di sekitar pintur barat kantor Disnakertrans Sultra, menghadap ke jalan Abdullah Silondae.
Ada orang yang memukulinya. Pas kami mau tolong, ada orang yang todong pistol. Dia pake penutup muka.
Muhammad Yusuf Kardawi (19) dan Randi (22), ada di sekitar lokasi terakhir tersebut. Berdasarkan keterangan sejumlah saksi mata, yang tidak ingin disebutkan namanya dengan alasan keamanan, mahasiswa membalas tembakan gas air mata polisi dengan melempar batu ke polisi yang berada di dalam kantor Disnakertrans. Saat mahasiswa merangsek masuk ke dalam area kantor, aparat menyerang balik. Mahasiswa berlarian.
Yusuf lalu terjatuh tepat di depan pintu gerbang kantor. “Ada orang yang memukulinya. Pas kami mau tolong, ada orang yang todong pistol. Dia pake penutup muka. Tidak tahu aparat atau bukan, tapi di dekatnya ada dua orang pakai baju seragam polisi,” ucap seorang di antaranya.
Mereka pun tidak jadi menolong Yusuf yang tersungkur. Tergopoh-gopoh, mereka berlarian. Suara tembakan terdengar menyalak kemudian. Bunyi tembakan yang berbeda dari tembakan gas air mata. Suara kali ini lebih keras. Total lima kali suara tembakan terdengar. Jumlah suara tembakan tersebut sama dengan jumlah suara tembakan yang terekam dalam sebuah video amatir.
Saat berlari, seorang saksi yang juga berlari melihat Randi yang berada di sampingnya ambruk di tengah jalan Abdullah Silondae, berjarak sekitar kurang dari 100 meter dari lokasi Yusuf terkapar. Versi polisi, jarak keduanya hampir 200 meter. Mahasiswa Fakultas Vokasi D3 Teknik Sipil ini memegangi dada. Rekan-rekannya lalu menggotongnya ke RS Dr R Ismoyo, yang berjarak sekitar 50 meter.
Selepas tidak ada suara tembakan, mahasiswa lain lalu berusaha menyelamatkan Yusuf yang tidak bergerak. Mereka menggotong lalu menaikkannya ke sebuah motor yang kebetulan ada di dekat situ. Kepalanya penuh darah. Ia juga dilarikan ke rumah sakit yang sama dengan Randi.
Akan tetapi, setelah ditangani tim dokter UGD, sulung lima bersaudara ini dirujuk ke RS Bahteramas, rumah sakit provinsi yang memiliki peralatan cukup lengkap. Ia menjalani operasi pada pukul 19.00. Ia mendapatkan transfusi sebanyak enam belas kantong darah.
“Ada beberapa luka besar di kepalanya. Di bagian kiri itu terbuka, ada yang keluar, tidak tahu apa. Di belakang juga ada. Mulutnya juga luka berdarah-darah. Saya tidak sanggup lihat lama-lama,” cerita Siti Ratna (38), keluarga Yusuf, sesaat setelah ia dioperasi.
Hanya saja, nasib berkata lain, Yusuf meninggal pada pukul 04.00, Jumat (27/9). Diketahui, lebih dari lima luka terbuka di kepala membuatnya tidak tertolong. Selain Yusuf dan Randi, puluhan orang terluka. Sebagian besar adalah mahasiswa, warga sipil, dan beberapa dari kepolisian.
Proyektil
Beberapa jam sebelum Yusuf meregang nyawa, di UGD RS Dr R Ismoyo, situasi gawat membubung. Tepat pukul 15.45, nyawa Randi tidak terselamatkan, hanya berselang lima belas menit setelah tiba di rumah sakit. Randi memiliki luka di bawah ketiak kiri dan sebuah luka lain di dada kanan atas. Tubuhnya terbujur kaku di atas sebuah ranjang UGD. Sebuah tas rajut berwarna merah miliknya berada di dekatnya.
Keluarga yang datang tidak mampu menahan haru. Randi, mahasiswa asal Lakarinta, Kabupaten Muna, ini salah satu harapan keluarga. Anak kedua dari lima bersaudara ini lalu dibawa ke RSUD Kota Kendari (dulu disebut RS Abunawas) untuk diotopsi.
Dokter ahli forensik RSUD Kota Kendari dr Raja Al Fatih Widya Iswara, yang menangani otopsi korban, menyebutkan, Randi meninggal akibat pendarahan hebat setelah terkena tembakan. Peluru mengenai bawah ketiak sebelah kiri, lalu tembus ke bagian dada kanan depan.
Tidak ada luka lain yang parah di tubuh korban, hanya luka lecet di wajah. Luka itu akibat peluru dari senjata api.
Diameter luka di bawah ketiak kiri, ucap Raja, berukuran 0,9 sentimeter. Sementara itu, di dada kanan berdiameter 2,1 sentimeter. Luka dari peluru ini mengenai paru-paru juga selaput jantung korban.
“Korban diotopsi sekitar pukul 11.00 hingga pukul 01.20. Tidak ada luka lain yang parah di tubuh korban, hanya luka lecet di wajah. Luka itu akibat peluru dari senjata api,” kata Raja, Jumat siang.
Peluru yang menembus tubuh Randi berasal dari peluru tajam. Hal itu dibenarkan oleh Kepala Polda Sultra Brigadir Jenderal Iriyanto, di Markas Polda Sultra. Meski demikian, asal peluru tajam dan senjata api yang menembakkanya masih dalam penyelidikan. Selang sehari setelah aksi berujung hilangnya dua nyawa ini, Iriyanto dicopot dari jabatannya dan ditarik ke Mabes Polri.
Hingga kini, keberadaan proyektil peluru yang diduga menembus tubuh Randi masih menjadi teka-teki. Pengumpulan bukti-bukti terus dilakukan, termasuk memeriksa sejumlah saksi dan olah tempat kejadian perkara.
Di dekat lokasi Randi terjatuh, tepatnya sekitar 30 meter dari kantor Disnakertrans, sebuah gerobak martabak terparkir di halaman sebuah rumah. Seng penutup bagian depan gerobak terlihat berlubang. Diameternya sekitar dua sentimeter.
Baca juga: Tindakan Represif Aparat Keamanan Dikecam
Di balik penutup itu, kaca etalase dagangan retak dengan sebuah titik seperti habis tertumbuk sesuatu. Benda yang mengenai gerobak ini informasinya telah diamankan. Aparat kepolisian belum mengonfirmasi hal ini. Jejak ini menambah daftar bukti dari meninggalnya dua mahasiswa.
"Tim masih bekerja," ucap Kepala Bidang Humas Polda Sultra Ajun Komisaris Besar Harry Goldenhardt singkat saat ditanya terkait informasi adanya temuan proyektil. Ia tidak menjawab lagi ketika ditanya jumlah proyektil yang telah ditemukan.
Salah satu bukti yang saat ini paling krusial adalah proyektil yang mengenai kaki seorang warga, kurang dari dua kilometer dari tempat peristiwa yang menimpa Randi dan Yusuf. Putri (23), ibu rumah tangga yang hamil enam bulan itu, terkena timah panas di bagian betis kanan. Peluru diduga melewati atap lalu jatuh di betisnya ketika ia tengah berbaring di rumahnya, Jalan Supu Yusuf.
“Istri saya tidur di belakang, saya di depan kerja di bengkel. Saya tidak dengar suara tembakan, tapi dengar suara seng. Istri saya teriak, lalu saya periksa lukanya, ada yang masuk. Kejadiannya sekitar pukul 15.30. Saya bawa ke RS Bhayangkara dan diangkat ternyata peluru, warna kuning begitu,” ucap Zainal, suami Putri.
Proyektil yang diangkat dari kakinya berkaliber 9 milimeter (mm). Pihak Polda Sultra mengakui peluru 9 mm adalah peluru yang juga digunakan aparat di lingkup kepolisian ini.
Peluru kaliber 9 mm biasa disebut 9 mm Parabellum. Kata Parabellum itu diambil dari adagium Latin, "Si Vis Pacem, Para Bellum". Artinya, "Bila kamu menginginkan kedamaian, bersiaplah untuk perang".
Lima selongsong
Sabtu (28/9) siang. Sekitar lokasi tewasnya Yusuf dan Randi terlihat ramai. Bekas darah di depan pintu gerbang masih terlihat. Sejumlah petugas dengan peralatan pencarian lengkap berada di lokasi tersebut. Mereka sedang memulai penyelidikan mendalam terkait kasus tewasnya dua mahasiswa tersebut.
Setelah mencari, mereka menemukan tiga buang selongsong peluru di selokan dekat Yusuf tersungkur. Ketiga selongsong itu berukuran cukup kecil, dengan panjang sekitar tiga sentimeter. Selongsong itu lalu dibawa untuk dianalisis lebih lanjut.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto, yang datang ke Kendari, menyampaikan, selongsong itu akan diteliti, diuji, dan dicocokkan dengan semua keterangan dan bukti pendukung lainnya. Hal itu untuk membuka selubung gelap pelaku penembakan sehingga jatuh korban jiwa.
Baca juga: Tiga Selongsong Peluru Ditemukan
Berdasarkan standar operasional prosedur pengamanan unjuk rasa, aparat kepolisian tidak diperbolehkan memakai peluru karet, terlebih peluru tajam. Petugas hanya dibekali pentungan, tameng, water cannon, dan gas air mata. Akan tetapi, dengan temuan selongsong dan tewasnya peserta demonstrasi, tentu akan menjadi hal yang harus diusut hingga tuntas.
Penemuan tiga selongsong tersebut menambah deretan bukti adanya penembakan yang terjadi. Sejumlah rekan-rekan Randi dan Yusuf menemukan dua buah selongsong, tidak jauh dari tempat Randi tersungkur, Kamis sore. Dua buah selongsong itu saat ini mereka amankan untuk menjadi bukti nantinya.
Selongsong yang mereka pegang tersebut adalah selongsong peluru kaliber 9 mm. Di bagian bawah salah satu selongsong tercetak tulisan 9 mm dan angka 912.
La Ramli, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Teknik UHO, menyebutkan, selongsong itu akan diserahkan kepada pihak independen yang bisa menjamin bukti tersebut dipakai untuk penyelidikan terbuka. Mereka tidak ingin menyerahkan selongsong tersebut ke pihak kepolisian semata.
“Siapa bisa jamin kalau dikasih ke polisi barang bukti ini benar-benar dipakai? Nanti akan kami serahkan, bersama kesaksian saksi mata, mungkin ke Komnas HAM atau Kontras, atau pihak independen lainnya,” ucapnya.
Baca juga: Penembakan Mahasiswa di Kendari Diinvestigasi
Bukti lima selongsong dan proyektil merupakan modal awal untuk memulai penyelidikan. Ahli patologi forensik di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Djaja Surya Atmadja menjelaskan, proyektil yang ditemukan pada korban Putri bisa diuji balistik untuk mencari asal peluru, jenis senjata, dan lainnya. Proyektil memiliki alur yang berbeda-beda. Dalam senjata, peluru yang ditembakkan akan memiliki goresan dan alur khusus.
“Itu bisa dibuktikan untuk kasus Putri. Uji balistik bisa menjawab dari senjata mana ditembakkan. Kalau hanya selongsong, bisa membuktikan dari senjata mana berasal. Akan tetapi, tidak bisa menjadi dasar selongsong mana yang mengeluarkan proyektil dan mengenai Randi,” ucap Djaja.
Sejauh ini, lanjutnya, secara forensik bisa disebutkan jika Randi meninggal karena ada benda yang memiliki kekuatan dan melesat cepat menembus tubuhnya. Meski luka masuk dari benda tersebut mirip dengan selongsong dan proyektil, hal itu belum bisa dijadikan dasar kuat.
Terlebih, kulit manusia memiliki elastisitas yang berbeda. Kulit bisa mengembang dan menciut, tergantung kondisi korban. Luka tembak pada orang yang berumur bisa melebar karena kondisi kulit yang kendur. Sementara, jika yang terkena atlet, misalnya, kondisinya akan berbeda.
Kemungkinan besar proyektil keluar dan berada tidak jauh dari tempat korban jatuh.
Residu dari proyektil bisa diketahui jika luka tempat masuk proyektil tersebut dianalisis ketika otopsi berlangsung. “Tapi, saya sangsi itu dilakukan karena keterbatasan peralatan di sana (Kendari),” kata Djaja, yang dihubungi dari Kendari.
“Yang pasti, proyektil itu masih di sekitar lokasi. Karena berdasarkan informasi, luka di tubuh Randi itu dua, kemungkinan besar proyektil keluar dan berada tidak jauh dari tempat korban jatuh,” ujar Djaja lagi.
Korban telah jatuh dari pengamanan demosntrasi ini. Keluarga, rekan, dan sejumlah pihak pun meminta agar penyelidikan dilakukan terbuka dan pelaku dari kejadian ini benar-benar dihukum. Bukti-bukti merentang. “Dosamu akan selalu mengejarmu," tulis Agatha Christie, salah satu empu penulis novel misteri dan detektif terkenal itu.