Pemerintah Mesti Ajukan APBN-P 2020 untuk Kementerian Baru
Pemerintah harus mengajukan APBN Perubahan jika akan mengubah nomenklatur kementerian/lembaga. Sebab, anggaran untuk pembentukan kementerian/lembaga baru belum dialokasikan dalam APBN 2020.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah harus mengajukan APBN Perubahan jika akan mengubah nomenklatur kementerian/lembaga. Sebab, anggaran untuk pembentukan kementerian/lembaga baru belum dialokasikan dalam APBN 2020.
Pada periode kedua pemerintahannya, Presiden Joko Widodo berencana membentuk kementerian/lembaga baru. Presiden, dalam berbagai kesempatan, menyatakan pembentukan kementerian khusus terkait investasi dan ekonomi digital. Tujuannya untuk memacu kinerja investasi dan ekspor yang kini lesu.
Di sisi lain, rencana pembentukan kementerian/lembaga baru itu belum terakomodasi dalam APBN 2020. Alokasi anggaran untuk kementerian/lembaga masih mengacu nomenklatur yang berlaku saat ini. Belum ada anggaran untuk kementerian/lembaga khusus investasi dan ekonomi digital.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdulah mengatakan, pembentukan kementerian/lembaga baru bukan sekadar mengubah peraturan pemerintah atau peraturan menteri, tetapi Undang-undang. Untuk itu, pemerintah mesti mengajukan APBN Perubahan (APBN-P) tahun 2020.
“Alokasi anggaran untuk kementerian/lembaga baru mesti melalu APBN-P karena UU APBN 2020 sudah disahkan,” kata Rusli yang ditemui di Jakarta, Senin (30/9/2019).
Perubahan nomenklatur kementerian/lembaga juga pernah dilakukan, misalnya, pembentukan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman tahun 2015 dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tahun 2014. Pembentukan kementerian itu dibarengi pengajuan APBN-P.
Menurut Rusli, pemerintah dapat mengajukan APBN-P kepada DPR RI sejak Januari 2020. APBN-P mesti ditempuh agar secara administratif penyaluran anggaran untuk kementerian/lembaga baru bisa dilakukan. Selain itu untuk menghindari celah penyelewengan anggaran.
Dalam APBN 2020, alokasi anggaran 122 kementerian/lembaga mencapai Rp 909,6 triliun. Alokasi anggaran tahun 2020 meningkat 6,4 persen dibandingkan tahun 2019, sebesar Rp 854,9 triliun.
Lima kementerian/lembaga dengan anggaran tertinggi, yaitu Kementerian Pertahanan Rp 131,2 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Rp 120,2 triliun, Kepolisian RI Rp 104,7 triliun, Kementerian Agama Rp 65,1 triliun, dan Kementerian Sosial Rp 62,8 triliun.
Menurut Rusli, pemerintah memiliki fleksibilitas untuk mengatur tata kelola anggaran. Sebelum APBN-P disahkan, anggaran kementerian/lembaga baru bisa memanfaatkan alokasi dari pos lain. Misalnya, bidang investasi menggunakan anggaran Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
“Pengelolaan anggaran fleksibel sehingga dimungkinkan penggabungan anggaran dari beberapa pos,” ujar Rusli.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, alokasi anggaran untuk perubahan nomenklatur akan dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku. Proses perubahan akan dilakukan secara halus agar tidak mengganggu kinerja kementerian/lembaga terkait.
“Pagu anggaran kementerian/lembaga bisa saja berubah sesuai keputusan dan koordinasi berbagai pihak,” kata Askolani.
Perubahan anggaran
Menurut Askolani, perubahan nomenklatur akan berdampak pada alokasi anggaran kementerian/lembaga lain, terutama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Badan Kepegawaian Negara. Alokasi anggaran untuk kedua kementerian/lembaga itu terkait jumlah pegawai.
Belanja kementerian/lembaga tahun 2020 diarahkan untuk mendukung birokrasi yang lebih efisien, pengurangan belanja barang operasional, penajaman belanja modal, dan peningkatan bantuan sosial. Belanja kementerian/lembaga diupayakan turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Faisal Basri, pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, berpendapat, pembentukan kementerian/lembaga baru, terutama bidang investasi, tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Kendala utama investasi adalah regulasi dan birokrasi yang rumit dan berbelit.
“Pemerintah jangan salah diagnosis agar tidak terjadi malpraktek. Masalah investasi saat ini adalar regulasi dan birokrasi,” kata Faisal.
Pembentukan kementerian/lembaga baru, terutama bidang investasi, tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Kendala utama investasi adalah regulasi dan birokrasi yang rumit dan berbelit
Menurut Faisal, porsi investasi asing terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia cukup besar, yakni 32,2 persen. Angka itu di atas rata-rata negara tetangga yang di bawah 30 persen PDB. Namun, investasi belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi karena biaya mahal.
Ekonomi biaya tinggi itu tercermin dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang cukup tinggi, yakni 6,3. Semakin tinggi ICOR, biaya investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi semakin mahal. Untuk itu perbaikan regulasi dan birokrasi menjadi keniscayaan.