Penguatan Aliansi Australia-AS dan Ancaman China pada Canberra
Oleh
Harry Bhaskara dari Brisbane, Australia
·3 menit baca
Mateship, kosakata sehari-hari Australia yang berarti ’sobat kental’ itulah yang digunakan Perdana Menteri Australia Scott Morrison ketika menginjakkan kaki di Washington DC, AS, Kamis (19/9/2019) malam waktu setempat. Ia didampingi istrinya, Jenny Morrison.
”Saya akan merayakan 100 tahun mateship dengan Amerika Serikat. Banyak negara sahabat Amerika yang lebih besar, lebih kuat, tetapi mereka (Amerika) tahu bahwa mereka tak punya teman yang dapat diandalkan seperti Australia,” tutur Scott Morrison merujuk pada kesetiaan Australia membantu tentara AS dalam setiap konflik pada kurun waktu tersebut.
Keesokan harinya, sebanyak 19 dentuman meriam menyambut Morrison secara resmi di Gedung Putih. Morrison merupakan kepala negara kedua yang mendapat kehormatan sebagai tamu negara Presiden Donald Trump. Kehormatan yang sama diberikan kepada Presiden Perancis Emmanuel Macron, April 2018.
Kunjungan Morrison ke AS selama sepekan itu dibayang-bayangi kebangkitan China yang pengaruhnya kini menyebar dari Laut China Selatan sampai kawasan Pasifik. Kawasan ini secara tradisional didominasi AS dan Australia.
Lowy Institute yang berbasis di Sydney mencatat, China telah menggelontorkan 2,3 miliar dollar Australia (Rp 21,9 triliun) dalam bentuk pinjaman dan bantuan untuk 265 proyek di kawasan Pasifik sejak 2011. Australia dan AS bersama-sama menggelontorkan 12,6 miliar dollar Australia (Rp 120,6 triliun) di kawasan itu. Akhir tahun lalu, Australia menyiapkan dana 2 miliar dollar Australia (Rp 19 triliun) untuk infrastruktur di kawasan Pasifik, sedangkan AS membentuk kelompok beberapa negara, termasuk Jepang, Uni Eropa, dan lembaga keuangan Bank Pembangunan Asia (ADB), untuk mendanai berbagai proyek di kawasan itu.
Morrison dan Trump memiliki kesamaan visi dalam banyak hal, semisal perlunya pengurangan jumlah pencari suaka, tidak terlalu antusias pada isu perubahan iklim, serta perlunya membendung Iran dan sama-sama menolak kehadiran Huawei dalam pasar telepon genggam 5G. Kedua pemimpin membicarakan isu-isu militer, intelijen, dan ekonomi dengan fokus wilayah Indo-Pasifik.
Dilema
Australia berada dalam posisi dilematis dalam hubungannya dengan AS, sekutu kentalnya secara tradisional dari segi keamanan, karena China kini juga menjadi mitra ekonomi utamanya. Para analis di Australia khawatir, Australia akan terperangkap dalam rencana militer AS.
Australia berada dalam posisi dilematis dalam hubungannya dengan AS, sekutu kentalnya secara tradisional dari segi keamanan, karena China kini juga menjadi mitra ekonomi utamanya.
Namun, setidaknya sampai Minggu (22/9), kekhawatiran itu ditepis ketika Morrison mengatakan, Australia tidak akan terlibat dalam konflik militer dengan Iran dan bantuan Australia hanya terbatas pada perlindungan keselamatan pelayaran di Selat Hormuz, seperti yang sudah dilakukan selama ini.
Komentar Morrison juga ditunjang Andrew Probyn, wartawan Australian Broadcasting Corporation yang ikut serta dalam rombongan wartawan bersama Morrison. ”Australia siap membantu keamanan di Selat Hormuz, tetapi tak akan mau ditarik untuk berkonfrontasi dengan Teheran,” kata Probyn dalam wawancara dengan ABC TV.
Dalam pertemuan di Kantor Oval dengan Morrison, Trump menyinggung kemungkinan menyerang Iran, tetapi kemudian meralat dan memilih mengirim pasukan serta senjata ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab sebagai balasan atas serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi pada 14 September.
Mengenai China, Probyn mengatakan, Australia sependapat dengan AS bahwa China seharusnya diperlakukan sebagai negara maju, bukan negara berkembang lagi. Namun, Australia tak mendukung tindakan AS menaikkan pajak atas produk-produk mereka karena nantinya akan berimbas pada ekonomi Australia.
Seolah membaca pernyataan Morrison ketika tiba di Washington, media milik Pemerintah China mengancam akan ”mendiamkan Australia selama 100 tahun” jika negeri itu terus memperkuat hubungan militer dengan AS.
”Hubungan Australia-AS tidak akan membawa manfaat bagi Australia. Hubungan itu akan membuat Australia berkonfrontasi secara berkepanjangan, baik dalam sektor militer maupun politik, dengan negara-negara Asia,” tulis akademisi Yu Lei di surat kabar Global Times seperti dikutip news.com.au. ”Australia tidak akan mendapatkan persahabatan 100 tahun, tetapi 100 tahun hidup sendiri.”