JAYAPURA, KOMPAS Hampir 3.000 warga pendatang di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, telah eksodus ke Jayapura setelah terjadinya kerusuhan di Wamena, 23 September lalu. Saat ini sekitar 10.000 warga lain telah mendaftar diangkut keluar Wamena, memakai pesawat Hercules TNI Angkatan Udara.
Selain dari Wamena, warga dari Kabupaten Tolikara dan Lanny Jaya, yang berjarak 4-8 jam perjalanan darat dari Wamena, turut mendaftar diungsikan. ”Warga dari Tolikara dan Lanny Jaya ketakutan akan ada kerusuhan seperti di Wamena. Oleh karena itu, mereka juga ingin mengungsi ke Jayapura,” kata Komandan Pangkalan Udara Silas Papare Jayapura Marsekal Pertama Tri Bowo Budi Santoso di Sentani, Jayapura, Minggu (29/9/2019).
Hari Minggu kemarin, dua Hercules TNI AU mengevakuasi warga dari Wamena dengan enam kali terbang. Setiap kali terbang, 150-170 penumpang terangkut.
”Kami dapat menuntaskan evakuasi puluhan ribu warga yang telah mendaftar dalam tiga hingga empat hari mendatang,” kata Tri. Sekretaris Daerah Kabupaten Lanny Jaya Christian Sohilait mengatakan, sekitar 300 warga meninggalkan Lanny Jaya beberapa hari terakhir.
Mereka adalah para pendatang dari sejumlah daerah. ”Sebanyak 300 warga ini terdiri dari tukang ojek sepeda motor, pekerja bangunan, dan pengajar. Kami tak bisa memaksa mereka tetap tinggal. Mereka trauma dengan kejadian di Wamena,” katanya.
Pengungsi tersebar
Sejauh ini, hampir 3.000 pengungsi tersebar di sejumlah lokasi di Jayapura. Mayoritas pengungsi ditampung di rumah kerabat dan paguyuban dari kampung halaman. Sementara 528 pengungsi tersebar di empat titik di Kabupaten Jayapura, salah satunya di Gedung Serbaguna Megantara Pangkalan TNI Angkatan Udara Silas Papare Jayapura.
”Kami akan berkoordinasi dengan pemda setempat untuk menyiapkan lokasi penampungan lain. Sebab, diperkirakan banyak pengungsi yang tidak memiliki keluarga di Jayapura,” ujar Tri. Minggu malam, sejumlah pengungsi masih memenuhi gedung Megantara. Laki-laki, perempuan, tua, muda, hingga anak-anak ada di sana. Sebagian dari mereka ditampung sejak 24 September.
Bantuan terus mengalir untuk para pengungsi. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Yunus Wonda mengatakan, pihaknya turut berpartisipasi dengan memberi bantuan makanan dan uang tunai Rp 100 juta bagi para pengungsi. ”Kami juga akan menjalin komunikasi dengan tokoh pemuda, tokoh mahasiswa, dan tokoh masyarakat agar tak ada lagi aksi unjuk rasa yang anarkistis. Papua harus kembali damai,” katanya.
Di Jayapura, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, dirinya telah menginstruksikan jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua untuk menyiapkan bantuan bagi pengungsi, baik di Wamena maupun Jayapura.
Sabtu lalu, BPBD Papua mengirim bantuan pakaian, selimut, serta peralatan ibu dan anak seberat 4 ton bagi pengungsi di Wamena. Kementerian Sosial juga mengeluarkan bantuan senilai Rp 3,5 miliar bagi pengungsi di Wamena. Bantuan yang dialokasikan disesuaikan dengan permintaan dinas sosial setempat.
Anggaran itu di antaranya untuk membuat dapur umum, membeli pakaian, matras, tenda gulung, dan kebutuhan tidur pengungsi. Menteri Sosial Agus G Kartasasmita memastikan seluruh bantuan telah tiba di Wamena dan didistribusikan. ”Jika pengungsi butuh keperluan lebih, tentu akan kami siapkan. Selain kebutuhan sehari-hari, kami juga akan turunkan tenaga layanan dukungan psikososial,” kata Agus.
Kemensos juga menyiapkan program usaha ekonomi produktif sebagai dana stimulan bagi warung atau toko milik masyarakat terdampak. Melalui program itu, diharapkan kegiatan ekonomi cepat pulih. Bagi korban jiwa, Kemensos menyiapkan bantuan santunan kepada ahli waris yang besarnya Rp 15 juta untuk tiap korban.
Jangan terprovokasi
Terkait adanya sepuluh warga asal Sumatera Barat yang meninggal dalam kerusuhan di Wamena, warga Sumbar di Ranah Minang ataupun perantauan diminta tak terprovokasi. Delapan jenazah sudah tiba di kampung halaman di Sumbar dua hari lalu, sedangkan dua lainnya dimakamkan di Papua.
Ulama Sumbar, Buya Mas’oed Abidin, Minggu kemarin, mengatakan, tak benar mengaitkan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dengan kerusuhan di Wamena. Sebab, kerusuhan itu juga mendampak warga dari daerah lain. ”Warga Minang jangan terpancing. Mari kita cari solusi menyelesaikan masalah ini,” kata Buya Mas’oed.
Imbauan menjaga suasana damai dan tidak saling memprovokasi melalui media sosial ataupun secara langsung juga disampaikan Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit. Provokasi dapat memicu konflik lebih luas, baik di Papua, Sumbar, maupun daerah lain. Berdasarkan data Ikatan Keluarga Minang Papua, jumlah perantau Minang di Wamena 400-450 jiwa. Ada yang pulang kampung, menenangkan diri di Jayapura, dan tetap tinggal Wamena. (FLO/SAN/JOL)