Penelitian memperlihatkan, pelari putra masih berpeluang mencatat waktu lebih cepat daripada rekor dunia Usain Bolt pada nomor lari 100 meter. Namun, faktanya selama satu dekade ini prestasi Bolt belum tersaingi.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Agustus 2009 di Stadion Olimpiade Berlin, Jerman, Usain Bolt membuat rekor dunia pada dua nomor, 100 dan 200 meter, hanya dalam waktu empat hari. Satu dekade sudah rekor itu bertahan. Dunia menanti pelari lain bisa memecahkan rekor itu.
Salah satu sprinter yang disebut-sebut sebagai penerus Bolt adalah Christian Coleman. Di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, Sabtu (28/9/2019) malam, waktu yang dibuat pelari AS itu, 9,76 detik, menempatkannya sebagai juara dunia 2019 dan pelari keenam tercepat di dunia.
Posisi teratas Bolt belum tergeser. Bolt, bintang lari cepat dunia asal Jamaika, membuat dunia tercengang di birunya lintasan ke-4 Stadion Olimpiade Berlin dengan mencatat waktu 9,58 detik. Rekor dunia yang dibuat pada 16 Agustus 2009 itu tepat berselang setahun dengan rekor dunia yang dibuatnya di Olimpiade Beijing 2008.
Bolt mencatat rekor dunia pertama kali dengan waktu 9,72 detik di New York, AS (31 Mei 2008), dan dipertajam menjadi 9,69 detik di Beijing 2018. Di Berlin, pada ajang terbesar bagi komunitas atletik, setara dengan Olimpiade, Bolt kembali mempertajamnya dengan selisih 0,11 detik.
Penonton di stadion dan di Jamaika, tanah kelahirannya, bersorak. Di dalam studio di stadion, dengan pembawa acara dan beberapa mantan atlet yang menjadi komentator, suasana bercampur aduk. Di antara mereka ada mantan pelari yang menjadi pujaan Bolt, Michael Johnson. Spesialis 200 dan 400 m putra peraih empat medali emas Olimpiade itu hanya bisa tercengang dengan mata terbelalak dan mulut terbuka. Satu kata yang keluar dari mulutnya hanya, ”Wow!”.
”Dia dua kali membuat saya seperti ini, setelah tahun lalu,” kata Johnson, merujuk pada rekor dunia Bolt di Beijing 2008.
Empat hari kemudian Johnson mendapat kejutan lagi dari Bolt, kali ini pada nomor 200 m yang didominasinya pada era 1990-an. Rekor terakhir Johnson, 19,32 detik di Olimpiade Atlanta 1996, dipercepat Bolt (19,30 detik) di Beijing 2008, dan kembali dipertajam. Tepat setahun setelah rekor di Beijing dibuat, 20 Agustus, Bolt mencatat waktu 19,19 detik!
Dua faktor
Jurnal National Center for Biotechnology Information, bagian dari Perpustakaan Nasional AS Untuk Obat-obatan, menyebut, kecepatan dalam nomor sprint ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu frekuensi dan panjangnya langkah. Faktor ini menunjang satu sama lain, tetapi tidak bisa dimaksimalkan secara bersamaan.
Analisis kinematic pun dilakukan melihat aksi Bolt pada final Beijing 2008, Berlin 2009, dan Olimpiade London 2012. Data diolah dan dipublikasikan Scientific Research Project Office, yang bertanggung jawab pada Federasi Atletik Internasional (IAAF), dan Asosiasi Atletik Jerman (DVL).
Disimpulkan, Bolt memiliki keuntungan dengan kondisi antropometrinya, yaitu tinggi badan, panjang kaki, dan tubuh yang lurus. Ini sangat berpengaruh pada sekitar 30 meter setelah start, karena langkahnya lebih panjang 20 sentimeter dari lawan-lawannya.
Adapun saat start, tinggi tubuhnya yang mencapai 196 cm, sebenarnya dinilai sebagai kekurangan. Dengan tinggi tersebut, Bolt sulit menahan keseimbangan, karena gravitasi, dibandingkan dengan pelati yang bertubuh lebih pendek.
Namun, Peter Weyand, ahli biomekanik dari Southern Methodist University, Texas, mengatakan, start Bolt di Berlin 2009 tak buruk. ”Akselerasi untuk lepas dari balok start dengan cepat biasanya bersahabat dengan pelari yang lebih pendek. Pada 2009, dengan tubuh setinggi itu, Bolt melakukan start yang sama baiknya dengan yang lain,” kata Weyand dalam laman Omnisport, Agustus 2019.
Massa tubunya juga membuat Bolt lebih bertenaga saat melangkah, namun mengurangi waktu saat bersentuhan dengan permukaan lintasan. Kontak pelari amatir dengan lapangan berkisar 0,12 detik, sedangkan pelari elite hanya 0,08 detik. Bolt bisa menyelesaikan 100 m dalam 41 langkah, tiga hingga empat langkah lebih sedikit daripada pesaingnya.
Apakah rekor itu akan dipecahkan pelari lain?
Penelitian yang dilakukan mantan pelari maraton yang juga profesor biologi Stanford University, Mark Denny memprediksi, waktu tercepat yang bisa dibuat pelari putra untuk 100 m adalah 9,48 detik. ”Bisa saja ada yang lebih cepat dari 9,58 detik. Namun, sulit untuk menjawabnya kapan akan terjadi,” kata Denny.
Satu yang pasti, satu dekade terakhir, status orang tercepat di dunia masih menjadi milik Bolt.