Gubernur Riau Syamsuar pada Senin (30/9/2019) mencabut status Darurat Pencemaran Udara yang diberlakukan sejak 24 September. Pencabutan dilakukan karena Indeks Standar Pencemaran Udara Riau baik hingga sedang.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·3 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS — Gubernur Riau Syamsuar pada Senin (30/9/2019) mencabut status Darurat Pencemaran Udara yang diberlakukan sejak 24 September lalu. Pencabutan status itu dilakukan karena Indeks Standar Pencemaran Udara Riau semakin membaik dan cenderung bertahan pada level baik hingga sedang.
”Tadi, kami melakukan rapat terkait perkembangan status Darurat Pencemaran Udara Riau di Kantor Gubernur Riau. Rapat yang dipimpin Pejabat Sekretaris Daerah menghimpun masukan dari beberapa instansi terkait dan memutuskan status darurat dihentikan mulai Senin tengah malam. Hasil rapat disetujui oleh gubernur untuk dilaksanakan,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau Edwar Sanger pada Senin sore.
Pada saat penetapan status darurat pekan lalu, kondisi pencemaran udara di sebagian besar wilayah Riau dalam kondisi berbahaya bagi kesehatan manusia. Kabut asap sangat pekat dan jarak pandang berada di bawah 500 meter.
Sejak Rabu (25/9/2019), hujan senantiasa turun di sejumlah wilayah dan mampu memadamkan kebakaran lahan dan hutan dalam skala luas. Pada Senin pagi, jarak pandang di Kota Pekanbaru berada di angka 5.000 meter dan semakin membaik pada siang hari.
Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nasir mengungkapkan, efek kondisi udara yang buruk membuat angka penderita penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) meningkat. Sepanjang September, sampai tanggal 29, angka penderita ISPA mencapai 43.016 orang. Terdapat peningkatan sebesar 14.000 orang dibandingkan pada periode Agustus.
”Selama sepekan terakhir, angka kunjungan pasien ISPA ke berbagai fasilitas kesehatan di Riau cenderung menurun. Pada pertengahan September kemarin, jumlah kunjungan mencapai 2.450 orang per hari. Adapun pada tanggal 29 kemarin, angka kunjungan penderita 340 orang,” ujar Mimi.
Selama sepekan terakhir, angka kunjungan pasien ISPA ke berbagai fasilitas kesehatan di Riau cenderung menurun.
Menurut Mimi, korelasi antara pekatnya kabut asap atau pencemaran udara dan penderita ISPA sangat signifikan. Bulan September merupakan periode pencemaran udara terburuk di Riau selama 2019, dan penderita ISPA juga yang terbesar. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Riau, rata-rata penderita ISPA di kuartal pertama 2019 mencapai 40.000 orang.
Menurut Mimi, dengan dicabutnya status Darurat Pencemaran Udara, seluruh rumah evakuasi yang ada di Kota Pekanbaru juga ditutup. Apabila ada kasus yang terkait dengan pencemaran udara, dikembalikan ke fasilitas kesehatan umum, seperti puskesmas atau rumah sakit daerah setempat.
”Dalam tiga hari terakhir sebenarnya sudah tidak ada lagi warga yang berlindung dari pencemaran udara di rumah evakuasi. Namun, petugas medis masih berjaga. Penarikan tenaga medis dari rumah evakuasi ke posnya masing-masing baru dilakukan pada sore ini,” tutur Mimi.
Meskipun cuaca semakin membaik, menurut Edwar Sanger, kerja tim Satuan Tugas Penanggulangan Kebakaran Lahan dan Hutan Riau belum berakhir. Memang terdapat pengurangan pekerjaan pemadaman oleh tim darat, tetapi proses teknologi modifikasi cuaca terus dioptimalkan.
”Tim udara dibantu BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) terus melakukan penaburan garam di awan-awan potensial hujan di wilayah Riau sampai Jambi. Hari ini, tim sudah terbang menabur garam di angkasa Siak dan Pelalawan. Hasil TMC sangat efektif untuk memadamkan kebakaran,” kata Edwar.
Secara terpisah, Kepala Seksi Data dan Informasi Kantor Stasiun Meteorologi Pekanbaru Marzuki mengatakan, dari pemantauan satelit pengindera cuaca pada Senin pagi, masih terdapat 218 titik panas di wilayah Sumatera. Titik panas terbesar berada di Sumatera Selatan (165) disusul Lampung (38) dan Bangka Belitung (10). Adapun Riau hanya tersisa satu titik panas di wilayah Kota Dumai.
”Riau masih berada dalam masa transisi musim panas menuju musim hujan yang diperkirakan berlangsung pada pertengahan Oktober. Dalam masa transisi sekarang ini memang banyak peluang awan hujan yang dapat dioptimalkan dengan TMC,” ujar Marzuki.