Mau meminta warga Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, berbagi lokasi kampungnya? Atau mencari keberadaan Kampung Segeram di berbagai peta daring, terutama Google Maps? Anda pasti akan geram.
Oleh
M paschalia judith j
·4 menit baca
Mau meminta warga Kampung Segeram, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, berbagi lokasi kampungnya? Atau mencari keberadaan Kampung Segeram di berbagai peta daring, terutama Google Maps?
Anda pasti akan geram. Sama geramnya dengan warga setempat. Sudah tidak ada listrik, tidak ada jaringan internet, ditambah tidak tercantum dalam Google Maps ataupun aplikasi penelusuran peta daring yang lain.
Padahal, Segeram masih menapak di daratan Natuna, pulau terdepan Indonesia. Secara administratif, Kampung Segeram berada di Kelurahan Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat.
Baik pemerintah daerah maupun warga setempat meyakini, Segeram memiliki nilai sejarah peradaban awal mula Natuna. Bahkan, Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti menyebut Segeram sebagai pusat Kerajaan Srindit dan Kasultanan Johor.
Tiga hari berada di Kampung Segeram, layar ponsel menunjukkan tidak ada layanan komunikasi yang bisa dijangkau. Ketiadaan sinyal ini membuat penggenggam ponsel tidak bisa mengakses internet, menelepon, bahkan mengirim pesan singkat.
Sering kali warga bepergian keluar Segeram untuk mengakses internet. ”Kami biasanya naik pong-pong (perahu kecil bermotor) ke Sedanau. Pergi-pulang butuh waktu dua jam. Sambil membeli bahan makanan, kami mengakses internet untuk mengetahui informasi terbaru,” kata Ketua Rukun Warga 002 Segeram Faisal.
Ketiadaan jaringan informasi dan komunikasi itu turut berdampak pada keterlambatam pemutakhiran warga terhadap informasi-informasi terbaru. Hal itu termasuk guru-guru pengajar di Segeram.
Dalam pelatihan guru yang digelar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) bersama Yayasan Tunas Bakti Nusantara, persoalan ini menjadi catatan penting. Akses telekomunikasi perlu menjangkau wilayah ini, terutama guna menopang pendidikan.
”Informasi terkait materi dan metode pengajaran guru-guru Segeram cenderung terlambat dibandingkan dengan wilayah lain,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Forum Komunikasi Guru Ilmu Pengetahuan Sosial Nasional Persatuan Guru Republik Indonesia Wijaya.
Informasi terkait materi dan metode pengajaran guru-guru Segeram cenderung terlambat dibandingkan dengan wilayah lain.
Kehadiran internet juga dinantikan warga Segeram untuk bergabung dalam rantai ekonomi digital. Heru Diwan Arpas (29), salah seorang tokoh masyarakat Segeram, berpendapat, jaringan internet dapat membuat warga setempat menjual produk olahannya tanpa harus bepergian.
Salah satu produk unggulan Segeram ialah calo yang berupa seperti sambal tak ditumbuk berbahan baku udang-udang kecil yang difermentasi.
Mimpi akan hadirnya internet di Segeram tergambar secara sederhana. ”Kami bermimpi dapat menonton video voli melalui Youtube di Segeram tanpa harus ke daerah-daerah lain untuk mencari internet. Anak-anak muda di sini suka sekali bermain voli,” kata Heru.
Tak berfungsi
Kampung Segeram sebenarnya memiliki satu set pembangkit listrik tenaga surya terpusat yang terdiri atas 27 panel dengan daya total 5.400 watt. Akan tetapi, panel surya tersebut rusak tersambar petir.
Panel surya yang mulai digunakan sejak 2016 itu hanya bertahan enam bulan pemakaian. Heru menuturkan, kerusakan itu disebabkan oleh kandungan komponen penangkal petir pembangkit listrik tersebut.
Setiap rumah juga memiliki satu panel surya. Ada yang masih berfungsi, ada pula yang tidak. Kalaupun berfungsi, kualitas dayanya telah menurun. Dahulu, panel surya itu mampu menghasilkan listrik untuk lampu penerang rumah dan peralatan elektronik. Namun, kini hanya kuat untuk lampu penerang rumah.
Tak mengherankan jika 90 persen dari 30 keluarga di Kampung Segeram mengandalkan genset. Setiap hari warga harus mengeluarkan uang Rp 30.000 untuk membeli solar, bahan bakar genset. Untuk memperoleh solar, warga mesti keluar Segeram, entah lewat akses darat ataupun perairan.
Tahun lalu pernah ada kabar gembira dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN yang berkunjung ke Segeram. ”Kami didatangi PLN. Awalnya survei. Selang satu-dua bulan kemudian, ada surat imbauan untuk menebang pohon yang berdiri 2,5 meter dari jalan. Namun, setelah itu tak ada kelanjutannya,” tutur Faisal.
Kami didatangi PLN. Awalnya survei. Selang satu-dua bulan kemudian, ada surat imbauan untuk menebang pohon yang berdiri 2,5 meter dari jalan. Namun, setelah itu tak ada kelanjutannya.
Dalam Statistik Ketenagalistrikan 2018, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, rasio elektrifikasi nasional telah mencapai 98,3 persen. Secara spesifik, rasio elektrifikasi di Kepulauan Riau mencapai 88,47 persen.
Upaya pemda
Pemerintah Kabupaten Natuna memang tidak tinggal diam. Pemerintah daerah tersebut berkomitmen menggandeng berbagai pihak terkait untuk menyediakan infrastruktur komunikasi dan kelistrikan di Kampung Segeram.
Ngesti Yuni Suprapti mengatakan, Pemerintah Kabupaten Natuna tengah mengupayakan penyedia jasa telekomunikasi untuk memperluas jangkauan sinyal. Segeram diharapkan bisa mendapat sinyal dan jaringan dari menara pemancar di daerah terdekat.
Sementara itu, untuk menyediakan infrastruktur kelistrikan, Pemerintah Kabupaten Natuna akan menelusuri terlebih dahulu status panel surya terpusat yang ada di Segeram.
”Kami tidak bisa memperbaiki atau menggantinya dengan yang baru jika statusnya belum berupa hibah untuk Kabupaten Natuna,” ujarnya.
Di tingkat nasional, frasa ”era digital” kerap didengungkan karena dapat mendongkrak perekonomian. Namun, jika masih ada daerah yang tak terhubung karena tidak memiliki listrik ataupun internet, bagaimana nikmat era digital itu dapat dirasakan secara merata di Indonesia?