Jalan Tol Jakarta-Cikampek layang ditujukan bagi pengguna jarak jauh menuju arah timur atau ke Bandung, bukan pengguna jarak dekat dan rutin atau komuter.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jalan Tol Jakarta-Cikampek layang yang hampir rampung akan menambah kapasitas Tol Jakarta-Cikampek yang sudah padat. Jalan tol layang itu ditujukan bagi pengguna jarak jauh menuju arah timur atau ke Bandung, bukan pengguna jarak dekat dan rutin atau komuter.
Menteri BUMN Rini Soemarno saat mengunjungi Tol Jakarta-Cikampek layang, Senin (30/9/2019), mengatakan, konstruksi Tol Jakarta-Cikampek layang sepanjang 36,4 kilometer (km) sudah 99 persen. Sejak pekan lalu, uji beban di beberapa titik jalan tol itu sudah dilakukan.
”Diharapkan, pembangunan selesai pada pertengahan Oktober. Memang harus dilakukan uji beban sehingga mungkin akhir Oktober selesai dan mendapat sertifikasi untuk beroperasi. Diharapkan pada Desember sudah beroperasi penuh,” kata Rini.
Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Desi Arryani menambahkan, uji beban dilakukan pada girder yang mewakili tipe girder yang digunakan di Tol Jakarta-Cikampek layang, antara lain girder dengan bentang 60 meter (m), 75 m, dan girder khusus sepanjang 120 m. Uji beban dilakukan berdasarkan lokasi girder. Girder adalah balok di antara dua penyangga pada konstruksi.
Secara teknis, lanjut Desi, Tol Jakarta-Cikampek layang dapat dilewati kendaraan mulai dari golongan I sampai V. Jika beroperasi penuh, kapasitas tol layang yang terdiri atas enam lajur tersebut akan menambah kapasitas Tol Jakarta-Cikampek.
Namun, menurut Desi, Jasa Marga berencana Tol Jakarta-Cikampek layang untuk sementara hanya untuk kendaraan golongan I. Sebab, banyak kendaraan selain golongan I yang beban dan dimensi kendaraannya tidak sesuai ketentuan. Kendaraan golongan I adalah sedan, jip, pikap atau truk kecil, dan bus.
Tarif
Terkait pemanfaatan Tol Jakarta-Cikampek layang untuk pengguna jarak jauh, Jasa Marga mengkhawatirkan hal itu tidak tercapai jika disparitas tarif antara Tol Jakarta-Cikampek dan tol layang terlalu lebar. Sebab, Tol Jakarta-Cikampek lama dibangun pada 1988 dengan investasi yang nilainya lebih kecil dibandingkan dengan Tol Jakarta-Cikampek layang.
Berdasarkan data Badan Pengatur Jalan Tol, tarif Tol Jakarta-Cikampek layang dalam rencana bisnisnya Rp 1.250 per kilometer. Jika disparitas tarif terlalu jauh, dikhawatirkan pengguna tol akan tetap memilih menggunakan tol lama karena dinilai lebih murah.
Oleh karena itu, lanjut Desi, pihaknya mengusulkan agar disusun skema tarif campuran antara Tol Jakarta-Cikampek lama dengan tol layang. Dengan demikian, pengguna kendaraan jarak jauh memilih melalui tol layang, sedangkan pengguna tol jarak dekat dan rutin tetap menggunakan tol lama.
”Jadi, untuk pengguna jarak jauh diharapkan langsung naik saja, tidak memikirkan tarif karena yang dipentingkan adalah kelancaran. Usulan (perhitungan tarif campuran) ini masih didiskusikan,” ujar Desi.
Sebelumnya, Kepala BPJT Danang Parikesit mengatakan, isu mengenai Tol Jakarta-Cikampek dan Jakarta-Cikampek layang tidak hanya berkaitan dengan tarif, tetapi juga menyeimbangkan lalu lintas di kedua ruas tersebut. Hal ini terkait minat masyarakat dalam memanfaatkan ruas Tol Jakarta-Cikampek layang.