Terkait Kejahatan Siber, 15 Warga Taiwan Diduga Melanggar Izin Tinggal
Penyelidikan terhadap 47 warga China dan Taiwan yang diduga terlibat kejahatan siber di Batam mengerucut kepada 15 orang. Sebanyak 32 lainnya dideportasi ke negara asal.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Penyelidikan terhadap 47 warga China dan Taiwan yang diduga terlibat kejahatan siber di Batam mengerucut kepada 15 orang. Sebanyak 32 lainnya dideportasi ke negara asal dan namanya dimasukkan ke dalam daftar pencegahan dan penangkalan orang asing.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Riau Zaeroji, Selasa (1/10/2019), mengatakan, dari hasil pemeriksaan, 32 orang dinyatakan melanggar Pasal 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sebanyak 14 warga Taiwan telah dideportasi pada Minggu (29/9/2019), sedangkan sisanya, 18 warga China, akan dideportasi pada Rabu (2/10/2019).
Sebanyak 15 warga Taiwan lainnya akan menjalani proses hukum di Indonesia karena diduga melanggar Pasal 122 UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. ”Mereka diduga dengan sengaja menyalahgunakan izin tinggal untuk melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud diberikannya izin itu,” kata Zaeroji.
Baca juga: Batam Jadi Titik Rawan Kejahatan Siber
Sebanyak 47 warga negara asing (WNA) itu ditangkap aparat Polresta Batam-Rempang-Galang (Barelang) pada Rabu (18/9/2019). Mereka diketahui melakukan pemerasan terhadap sejumlah warga di China dan Taiwan dengan berpura-pura menjadi polisi yang menangkap anggota keluarga korban di Indonesia.
Para pelaku masuk ke Indonesia melalui Jakarta dan akhirnya bermukim di Batam. Tempat tinggal mereka terbagai di dua lokasi, 31 orang tinggal di Ruko Taman Niaga dan sisanya di Ruko Grand Orchid. Aksi penipuan dan pemerasan siber tersebut dikoordinir seorang warga Taiwan dengan inisial CYJ.
Selama empat bulan tinggal di Batam, pergerakan pelaku tidak terpantau petugas. Menurut Zaeroji, hal itu disebabkan karena sistem antarkantor imigrasi belum terhubung satu sama lain. Hal ini menyulitkan petugas imigrasi di daerah untuk memantau aktivitas orang asing yang masuk dari Jakarta.
Baca juga: 40 WNA Ilegal Ditahan di Rudenim Semarang
Ia mengatakan, Dirjen Keimigrasian tengah mengkaji penggunaan Quick Response Code (QR Code) yang ditempel di paspor WNA saat masuk ke Indonesia. Saat QR Code itu dipindai, secara otomatis data perjalanan akan terekam di pusat data keimigrasian sehingga keberadaan dan mobilitas orang asing dapat terpantau.
”Kasus serupa sudah pernah terjadi di Batam pada 2015 dan kita tidak mau ini berlanjut. Intinya kita ingin memberikan peringatan kepada WNA agar tidak melanggar hukum Indonesia, jika nekat tidak ada tolerasi bagi mereka,” ujar Zaeroji.
Kasus serupa pernah terjadi di Batam pada 2015 dan kita tidak mau ini berlanjut. Intinya kita ingin memberikan peringatan kepada WNA agar tidak melanggar hukum Indonesia. Jika nekat, tidak ada tolerasi bagi mereka.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam Agung Lucky menambahkan, pengawasan orang asing bukan hanya tanggung jawab petugas imigrasi. Semua pihak, termasuk warga, bisa berkontribusi dalam hal ini. Kontribusi aktif warga untuk melaporkan kegiatan orang asing yang mencurigakan akan sangat membantu kerja petugas mengawasi WNA.
Sementara itu, Wakil Kepala Polresta Barelang Ajun Komisaris Besar Mudji Supriyadi menyatakan, terkait pemilik pondokan, polisi akan segera menindaknya jika penyelidikan dari petugas imigrasi membuktikan mereka dengan sengaja memfasilitasi kegiatan WNA yang melanggar hukum tersebut. Pemilik ruko yang disewa pelaku CYJ sudah diketahui namanya dan tengah diselidiki keterkaitannya dengan sindikat itu.