Geram Menuju Segeram
Tak ada jalan beraspal, hanya tanah dan pasir. Tak ada jembatan beton, hanya kayu yang disusun. Itulah akses darat satu-satunya menuju Kampung Segeram, Kabupaten Natuna. Melintasinya menuju Segeram justru membuat geram.
Tak ada jalan beraspal, hanya tanah dan pasir. Tak ada jembatan beton, hanya kayu yang disusun. Itulah akses darat satu-satunya menuju Kampung Segeram, Kelurahan Sedanau, Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, yang membuatnya nyaris terisolasi.
Risiko perjalanan darat telah menjadi makanan sehari-hari warga Kampung Segeram. Meskipun Pemerintah Kabupaten Natuna meyakini Segeram bermakna historis bagi pulau terdepan Indonesia itu, kampung ini merupakan wilayah yang nyaris terisolasi. Akses perhubungan darat dan laut menuju kawasan itu masih di bawah standar.
Untuk mencapai jalan beraspal yang menuju ke wilayah lain, pengendara mesti melewati medan berpasir dan bertanah. Jalan tanah itu lebarnya sekitar 2 meter atau cukup untuk dilewati satu mobil. Sisi kanan dan kiri jalan tersebut berupa hutan yang tidak ada penerangannya.
Sementara di jalan berpasir, pengendara sepeda motor harus ekstra hati-hati. Saat mengendarai motor, dia harus menapakkan kaki di sisi kanan dan kiri untuk menjaga keseimbangan. Kalau pijakannya tak ajek, dia bisa oleng dan jatuh.
Kerap kali ada pula pengendara motor yang selip di jalan berpasir itu. Pengendara tersebut tak bisa melaju karena rodanya terjerembap dalam pasir.
”Setiap hari kami mengalami hal itu karena mayoritas warga Segeram mengendarai motor,” kata Ketua Rukun Warga 002 Segeram, Faisal.
Tak hanya pengendara sepeda motor, pengendara mobil pun juga dibayangi risiko perjalanan. Setiap melewati area jalan berpasir putih itu, mereka harus kuat mengendalikan setir.
”Kendalikan setir dengan kuat. Pacu mobil untuk melaju kencang, minimal satu setengah kali atau dua kali kecepatan normal meski setir terasa dikendalikan oleh pasir,” kata Wakil Ketua Panitia Lokal Bakti Nusantara Chalid Zamzani yang tengah mengadakan acara bakti sosial di Kampung Segeram, Selasa (24/9/2019).
Chalid mengaku, menyetir mobil melalui medan berpasir dan bertanah memiliki tantangan dan sensasi tersendiri. Menurut dia, butuh waktu tiga jam untuk sampai ke Kampung Segeram dari Ranai, Natuna.
Satu jam pertama masih dimanjakan jalan beraspal. Satu jam berikutnya mulai memasuki jalan tanah yang telah dipadatkan. ”Satu jam terakhir mesti ikut berguncang dengan jalan berpasir dan bertanah. Lalu barulah sampai Segeram,” tuturnya.
Kompas berkesempatan menelusuri 4 kilometer pertama jalan berpasir dan bertanah dari pusat Kampung Segeram. Guncangan dan kelokan mobil di jalan berpasir yang tidak rata sungguh sangat terasa. Berkali-kali Chalid harus mengendalikan setir agar mobil tidak selip atau keluar jalur.
Memang tidak semua jenis mobil mampu melalui medan jalan berpasir dan bertanah dengan dibayangi risiko selip. Dari lima mobil yang terparkir di halaman SMP Negeri 3 Satu Atap Bunguran Barat, empat mobil berjenis dobel gardan.
Pengalaman tak mengenakkan karena akses jalan darat yang di bawah standar itu juga dialami Heru Diwan Arpas (29). Dia merupakan salah satu tokoh masyarakat Kampung Segeram.
”Beberapa pekan lalu, saat saya sakit, saya menghubungi ambulans dari Ranai untuk menjemput saya ke rumah sakit. Saya mesti menunggu empat jam hingga ambulans itu sampai di Segeram,” ujarnya.
Beberapa pekan lalu, saat saya sakit, saya menghubungi ambulans dari Ranai untuk menjemput saya ke rumah sakit. Saya mesti menunggu empat jam hingga ambulans itu sampai di Segeram.
Selain tak beraspal, medan jalan berpasir dan bertanah merah itu memiliki sejumlah jembatan kayu. Dari 4 kilometer jalan yang dilewati Kompas, terdapat 10 jembatan kayu yang disusun untuk menyambung jalan.
Salah satu jembatan kayu berada di dekat pusat Kampung Segeram. Fungsinya adalah agar jalan itu dapat dilalui mobil. Mobil yang melintas mesti dinavigasi oleh seseorang agar dapat melewati jembatan tersebut.
Heru mengatakan, jembatan kayu itu merupakan hasil gotong royong warga pada Agustus 2019. Jembatan kayu itu dibuat agar mobil-mobil dalam rangkaian acara Bakti Nusantara dan peresmian SMP Negeri 3 Satu Atap Bunguran Barat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dapat berjalan lancar.
Selain jalur darat, warga Segeram juga memiliki akses perairan menuju Kelurahan Sedanau. Akses perairan Kampung Segeram itu berupa pelabuhan perintis, yaitu dermaga dengan jalan dan tangga kayu. Namun, warga baru bisa menyeberang ke Sendanau jika cuaca bagus dan ombak tidak tinggi.
Heru dan Faisal mengaku, pembangunan infrastruktur sangat penting di Natuna, terutama Kampung Segeram. Infrastruktur tersebut sangat vital bagi masyarakat Segeram untuk mendapatkan pangan dan juga layanan kesehatan.
”Mereka mau tidak mau mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan pangan pokok, seperti beras, yang tidak ada di Segeram,” kata Faisal.
Tugu pembangunan
Benarkah Segeram selama ini tidak pernah tersentuh pembangunan infrastruktur? Saat berkunjung ke Kampung Segeram, Kompas menemukan sejumlah tugu pembangunan.
Tugu pertama bertuliskan ”TNI Manunggal Masuk Desa”. Program pembangunan infrastruktur tahun anggaran 2017 itu berupa pelebaran jalan.
”Sebelum ada program TNI Manunggal Masuk Desa, akses darat Kampung Segeram satu-satunya berupa jalan setapak dari tanah. Jalan itu hanya dapat dilalui motor,” tutur Heru.
Baca juga: Pembangunan Natuna Era Jokowi dan Dampak Dugaan Korupsi Masa Lalu
Selain itu, terdapat juga tugu tanda pembangunan jembatan perdesaan dari Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kabupaten Natuna. Di tugu ini tertulis, pekerjaan kegiatan berupa lanjutan pembangunan jembatan dekat Masjid Al-Bihar Pulau Segeram, Kelurahan Sedanau.
Nilai kontrak pembangunan jembatan itu Rp 82,63 juta yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Natuna 2018. Jembatan yang dibangun itu sepanjang 20 meter dan lebar 1,4 meter.
Namun, saat Kompas mengeceknya, jembatan yang dibangun itu ternyata terbuat dari kayu. Jembatan itu hanya dapat dilintasi motor dan pejalan kaki. Kedua ujung jembatan memang berupa beton, tetapi konstruksi jembatan itu lebih banyak menggunakan kayu.
Komitmen pemda
Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti mengatakan, pemerintah berkomitmen membangun jalan di Natuna. Dana pembangunan itu akan dianggarkan dalam APBD 2020.
Baca juga: Kala Natuna Kembali Mengingat Segeram sebagai Rahimnya
”Pembangunan jalan ini menjadi agenda prioritas. Segeram harus berkembang. Salah satu alasannya ialah Segeram menjadi pusat pemerintahan pertama di Natuna. Ada potensi sejarah yang mesti digali,” kata Ngesti tanpa menyebut alokasi dana pembangunan itu.
Pembangunan jalan ini menjadi agenda prioritas. Segeram harus berkembang.
Jalan dan jembatan yang kokoh dan tahan lama sangat dirindukan masyarakat Kampung Segeram. Infrastruktur tersebut dapat membuat Segeram terhubung dengan daerah-daerah sekitarnya.
”Jalan dan jembatan yang layak serta laik tersebut dapat mengangkat perekonomian Segeram. Namun, hingga kini, kami belum menikmati jalan aspal dan jembatan beton itu,” kata Heru.