Sejumlah wilayah konservasi di Kalimantan Tengah masih terbakar, salah satunya lahan seluas 125 hektar di Taman Nasional Sebangau.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Sejumlah wilayah konservasi di Kalimantan Tengah masih terbakar, salah satunya lahan seluas 125 hektar di Taman Nasional Sebangau. Pihak pemadam masih membasahi gambut yang sulit dipadamkan. Meskipun demikian, hujan terus mengguyur beberapa wilayah tersebut.
Kebakaran di Taman Nasional Sebangau (TNS) sudah terjadi sejak Juli lalu. Sampai saat ini, tim pemadam masih melakukan patroli dan terus membasahi lahan gambut yang terbakar.
Di Kilometer 23, kawasan TNS yang juga berbatasan langsung dengan kebun-kebun warga, masih terus dijaga. Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengunjungi tempat ini dan semua pasukan dikerahkan untuk membantu tim memadamkan api.
“Saat ini petugas masih di lapangan. Namun, dari laporan teman-teman di lapangan, api sudah dikendalikan, apalagi sudah ada hujan. Bisa dipastikan akan padam,” ungkap Kepala TNS Andi M Kadhafi, di Palangkaraya, Rabu (2/10/2019).
Kadhafi mengungkapkan, kebakaran terjadi tidak di satu hamparan, melainkan di lokasi-lokasi yang terpisah sehingga tim pemadam pun terbagi ke beberapa lokasi tersebut. Selain tim darat, helikopter juga menjatuhkan bom air di wilayah TNS.
Luas kebakaran di TNS saat ini mencapai 125 hektar. Jumlah itu meningkat sejak awal September lalu yang hanya 30 hektar lalu menjadi 113,09 hektar pada akhir September. Total luas kawasan TNS mencapai 568.700 hektar atau delapan kali wilayah DKI Jakarta.
Walau kami padamkan yang di atas permukaan, tetapi di dalam bisa terbakar lagi.
"Masih terus terbakar karena memang lahan gambut. Walau kami padamkan yang di atas permukaan, tetapi di dalam bisa terbakar lagi," ungkap Kadhafi. Sebagian besar wilayah TNS, tambah Kadhafi, merupakan kubah gambut. Tanah jenis batu bara muda itu kedalamannya mencapai 10-15 meter.
Selain di TNS, wilayah konservasi lainnya, yakni Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), Kabupaten Kotawaringin Barat, juga terbakar. Kebakaran di lokasi ini juga dimulai sejak awal Juli lalu.
Awalnya, hanya ada 11 titik panas yang berasal dari kawasan penyangga TNTP. Kawasan penyangga itu berbatasan dengan perkebunan masyarakat maupun perusahaan. Setelah itu, pada Agustus 2019, jumlah titik panas meningkat pesat menjadi 100 titik. Tim gabungan pun terus melakukan pemadaman di lokasi.
Sampai saat ini, 760 hektar lahan terbakar di wilayah dengan populasi orangutan tinggi tersebut. Namun, api saat ini sudah berangsur padam karena hujan yang terjadi terus menerus, helikopter bom air, dan upaya berbagai tim pemadam kebakaran yang bekerja 24 jam setiap hari di lokasi.
“Saat ini, sebagian besar kebakaran sudah mulai padam. Terima kasih juga untuk hujan yang datang terus,” ungkap Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Balai TNTP Efan Ekananda.
Lebih jauh, Efan menjelaskan, kebakaran memang mengancam keanekaragaman hayati di dalam kawasan TNTP. Meskipun demikian, sampai saat ini belum ditemukan satwa liar dilindungi yang mati selama proses pengawasan dan penanggulangan kebakaran.
Sampai saat ini, baik TNS maupun TNTP belum melakukan kajian terkait berapa banyak satwa maupun tumbuhan liar dilindungi yang terbakar. “Memang banyak foto berseliweran terkait satwa yang mati terbakar, tapi tidak ada di kawasan ini,” ungkap Efan.
TNTP memiliki luas 415.040 hektar atau enam kali luas wilayah DKI Jakarta. Di dalamnya terdapat populasi 4.180 orangutan. Ada pula berbagai satwa dan tumbuhan langka lainnya.