Realitas yang kini sering terjadi adalah tenaga kerja banyak direkrut untuk bidang pekerjaan tertentu, tetapi mereka hanya diberikan status sebagai pekerja kontrak sehingga belum cukup mendapat perlindungan hukum.
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Unjuk rasa buruh di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019), menyerukan sejumlah isu ketenagakerjaan. Dua isu lama yang kembali diserukan adalah revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Program Penyelenggarakan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan Soes Hindharno yang dihubungi di Jakarta, Rabu (2/10/2019), menjelaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum ada draft revisi sama sekali.
"Kami baru mau mengajak serikat buruh dan asosiasi pengusaha untuk memberikan masukan substansi apa saja yang perlu direvisi di UU Ketenagakerjaan," ujar dia.
Soes menegaskan, Kemennaker mengakui bahwa UU Ketenagakerjaan memang perlu direvisi. Selama 16 tahun perjalanan undang-undang, pasar kerja Indonesia mengalami beberapa perubahan, yang salah satunya dipengaruhi globalisasi dan tren teknologi digital.
Dia mencontohkan hubungan industrial. Realitas yang kini sering terjadi adalah tenaga kerja banyak direkrut untuk bidang pekerjaan tertentu, tetapi mereka hanya diberikan status sebagai pekerja kontrak sehingga belum cukup mendapat perlindungan hukum.
Adapun berkait dengan revisi PP Nomor 44/2015, Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utah Banja menjelaskan, saat ini sudah hampir selesai dengan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Revisi tersebut justru menambah sejumlah manfaat bagi peserta dan ahli waris mereka.
Iuran tidak naik
Beberapa poin penting dalam revisi, antara lain, bantuan beasiswa kepada anak ahli waris sampai lulus kuliah, bantuan perawatan homecare, dan santunan kematian di luar kecelakaan kerja kepada ahli waris Rp 42 juta. Menurut dia, BPJS Ketenagakerjaan telah terlibat dalam proses penyusunan draft revisi PP Nomor 44/2015 dan dipastikan semua penyesuaian manfaat program tidak akan mengganggu ketahanan dana jaminan sosial sehingga tidak dibutuhkan peningkatan iuran.
"Peningkatan manfaat program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian tanpa diikuti peningkatan iuran," kata Irvansyah.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar berpendapat, UU Ketenagakerjaan telah berjalan selama 16 tahun dan ada sejumlah pasal yang mendapat koreksi dari Mahkamah Konstitusi sehingga seharusnya serikat buruh harus bersatu mengkaji pasal per pasal dan punya usulan.
"Kalau ditanya apakah substansi UU No 13/2003 sudah baik, mayoritas serikat buruh menjawab tidak. Namun, ketika mereka diajak merevisi ada yang tidak mau," tutur dia.