Kaji Aspek Sosial Pemindahan Ibu Kota
Sejumlah kementerian terus mempersiapkan proses pemindahan
ibu kota negara ke Kalimantan Timur.
BALIKPAPAN, KOMPAS Pemerintah diharapkan mengkaji aspek sosial dalam pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Kajian tersebut penting agar proses pembangunan dan pemindahan berjalan tertib.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pers periode 2013-2016 Bagir Manan dalam sesi diskusi pada hari kedua bertajuk ”Rancang Bangun dan Kesiapan Kaltim sebagai Ibu Kota Negara”, Rabu (2/10/2019), di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Turut menyampaikan paparan dalam diskusi, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Hardwinarto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Gubernur Kaltim Isran Noor.
Pemindahan ibu kota negara, menurut Bagir, bukan hanya persoalan teknis dan administratif. Pemindahan ibu kota negara akan mengubah tatanan besar keindonesiaan yang perlu kajian sosial serius.
”Aspek sosial dari demokrasi dan negara hukum tidak dapat hanya dibangun melalui sistem anggaran. Ini akan mengubah tatanan perikehidupan dan kebangsaan Indonesia. Saya mohon para pengambil kebijakan memperhatikan prinsip-prinsip tatanan masyarakat yang ada,” katanya.
Proses pemindahan ibu kota negara masih menunggu pembahasan berbagai undang-undang di DPR. Presiden Jokowi mengumumkan bahwa lokasi yang paling cocok dijadikan ibu kota negara baru adalah sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, di Kaltim. Meski lokasi pasti belum diumumkan, saat ini berbagai kementerian sudah mulai menyiapkan berbagai konsep pemindahan ibu kota.
Bambang mengatakan, salah satu faktor utama pemindahan ibu kota adalah kesenjangan ekonomi di Indonesia. Selama ini, produk domestik regional bruto Jawa dan Sumatera mendominasi dengan angka 80 persen dari produk domestik bruto. Penyebabnya, investor masih memilih Pulau Jawa dan Sumatera untuk berinvestasi.
”Pemindahan ibu kota negara baru ke luar Jawa diharapkan mengubah orientasi investor. Untuk mendukung itu, akan dikembangkan juga enam kota metropolitan di luar Jawa, antara lain Medan, Palembang, Denpasar, Banjarmasin, Makassar, dan Manado,” katanya.
Kajian lingkungan
KLHK juga tengah menyiapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) pemindahan ibu kota negara. Dengan konsep ibu kota baru berupa forest city, minimal ruang terbuka hijau 50 persen dari total luas area. ”KLHS meminimalkan kerusakan lingkungan,” ujar Sigit.
Kemenhub menunjang konsep itu dengan membuat jaringan transportasi massa berbasis teknologi ramah lingkungan. Seluruh transportasi massal, seperti disampaikan Budi, bakal terintegrasi dan terhubung. Dengan demikian penggunaan kendaraan pribadi oleh aparatur sipil negara dan masyarakat bisa diminimalkan.
Pada saat yang sama, Kementerian PUPR juga menjadwalkan pembangunan berbagai infrastruktur. Dalam pemaparannya, Basuki sekaligus meluncurkan program sayembara desain ibu kota negara yang bisa diikuti oleh seluruh masyarakat, yang bisa dilihat di Sayembaraikn.pu.go.id. ”Pada 2020-2023, dijadwalkan akan membangun infrastruktur sumber daya air, jalan dan jembatan, permukiman, serta perumahan,” kata Basuki.
Pembangunan istana negara, kompleks MPR, DPR, DPD, serta kementerian dan lembaga dijadwalkan lebih lama, yakni pada 2020-2024. Seluruh pembangunan di ibu kota negara baru akan dibuat untuk menjamin keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Terkait infrastruktur air bersih, Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan III Anang Muchlis mengatakan, tiga bendungan disiapkan untuk menyuplai air baku mutu, meliputi Bendungan Beruas, Batu Lepek, dan Bendungan Sepaku Semoi.(CIP)