Selebrasi ”memasak” yang dilaukan sayap serang Bayern Muenchen Serge Gnabry mencerminkan proses yang ia alami. Seperti makanan yang dimasak, ia kini sudah matang.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·4 menit baca
LONDON, RABU - Penyerang sayap Bayern Muenchen Serge Gnabry memiliki ritual khusus usai mencetak gol. Ia mengangkat telapak tangan kiri, seolah sedang memegang mangkok dan tangan kanannya berputar di atasnya. Inilah selebrasi ”memasak” yang Gnabry lakukan empat kali di Stadion Tottenham Hotspur, Rabu (2/10/2019) dini hari WIB.
Pemain berusia 24 tahun itu mengukir sejarah besar dan menyajikan ”masakan” spesial malam itu ketika Bayern membekuk Spurs 7-2 pada laga kedua Grup B Liga Champions. Hanya dalam waktu 35 menit babak kedua, Gnabry menceploskan empat gol ke gawang Spurs, finalis Liga Champions musim lalu. Dengan koleksi empat gol, ia menjadi pencetak gol terbanyak sementara dalam turnamen ini.
”Saya rasa, terakhir kali mencetak empat gol pada waktu masih kanak-kanak,” kata Gnabry tentang kontribusinya bagi tim. Tiga gol Bayern lainnya dicetak oleh Joshua Kimmich dan Robert Lewandowski (dua gol). Adapun Spurs mencetak gol melalui Son Heung-Min dan Harry Kane (penalti).
Gnabry mencetak gol demi gol bermodal kecepatan dan akurasi tembakan yang ia miliki. Dengan tenang ia berhadapan dengan bek Spurs, mencari ruang tembak, dan berlari ke pinggir lapangan untuk melakukan selebrasinya. Rekan-rekannya yang lebih senior seperti Lewandowski, Ivan Perisic, atau Philippe Coutinho menghampirinya dengan ekspresi tidak percaya.
Selebrasi ”memasak” itu pun sebenarnya bukan ide orisinal Gnabry. Sebagai penggemar olahraga basket, ia mendapatkan inspirasi dari pemain Houston Rockets, James Harden, yang tampil di NBA. Saat menonton rekaman video laga Rockets, Gnabry melihat Harden melakukan selebrasi tersebut seusai mencetak poin.
”Saya pikir ada kemiripan antara dia dan saya. Harden merupakan pemain ofensif yang bagus dan saya juga seorang penyerang,” ujar Gnabry kepada fcbayern.tv.
Saat Bayern menjalani laga pramusim melawan Real Madrid di Houston, Amerika Serikat, pada Juni lalu, Gnabry bertemu Harden untuk pertama kalinya.
Semakin matang
Tidak keliru jika Gnabry terinspirasi Harden melakukan selebrasi itu. Gerakan tangan kanannya yang seolah mengaduk makanan menyimbolkan proses yang ia lalui. Seperti pesepak bola lainnya, Gnabry harus melalui masa-masa sulit untuk bisa menjadi seperti saat ini. Ia berubah dari pemain dengan kemampuan mentah, menjadi pemain yang semakin matang.
Gnabry masih ingat bagaimana ia belajar bermain bola, salah satunya, bersama tim muda Arsenal di Inggris pada 2011. Bakatnya yang menonjol membuatnya dipanggil memperkuat tim senior mulai musim 2012-2013. Namun, ia jarang dimainkan pelatih Arsenal saat itu, Arsene Wenger. Tiga musim di Arsenal, dia hanya tampil 10 kali serta mencetak satu gol.
Petualangan dimulai musim 2015-2016 ketika ia dipinjamkan ke West Bromwich Albion sebelum direkrut Werder Bremen pada musim berikutnya. Di Jerman, ia mulai banyak mendapat jam terbang dan kemampuannya terasah, sehingga Bayern tidak berpikir panjang untuk merekrutnya pada pertengahan 2017. Namun, Bayern masih perlu ”memasak” Gnabry dengan meminjamkannya ke Hoffenheim.
”Waktu itu Arsenal punya banyak penyerang sayap sehingga saya harus pergi. Itu adalah keputusan sulit yang harus saya buat, tetapi harus saya lakukan jika ingin terus bermain,” ujar Gnabry seperti dikutip Bundesliga. Ia tidak ingin hanya menjadi pemain yang selalu duduk di bangku cadangan.
Mantan pelatih West Bromwich Albion Tony Pulis kagum melihat kemajuan pesat Gnabry. Saat melatih Gnabry, Pulis mengaku kesulitan membuatnya tampil di lapangan. ”Melihat dia sekarang Bayern dan tampil seperti itu, rasanya sungguh luar biasa,” ujarnya.
Pelatih Bayern Niko Kovac mengatakan, malam itu merupakan penampilan terbaik Gnabry yang pernah ia lihat. ”Saya juga kagum dengan cara dia bergerak saat tim dalam posisi bertahan,” katanya seperti dikutip laman Bundesliga.
Pesan penting
Kemenangan Bayern atas Spurs malam itu, kata Kovac, merupakan pesan penting bagi tim-tim lainnya untuk lebih waspada. ”Kemenangan ini merupakan momentum kejayaan sepak bola Jerman. Kami punya target ambisius musim ini, kami ingin mendapat hasil lebih banyak,” kata Kovac.
Melawan Spurs, Bayern memperlihatkan kekuatan baru setelah tidak lagi diperkuat Franck Ribery, Arjen Robben, dan Mats Hummels. Mereka punya penyerang produktif seperti Gnabry dan Lewandowski serta masih memiliki kiper seperti Manuel Neuer.
Bayern sekali lagi membuktikan menjadi mesin penghancur tim-tim London Utara. Musim 2016-2017, Bayern menyingkirkan Arsenal pada babak 16 besar. Bayern memenangi laga pertama dan kedua dengan skor sama, 5-1. Sejak saat itu, Arsenal belum terlihat lagi di turnamen ini.
Namun, fans Arsenal sangat gembira melihat Spurs kalah lebih telak. Berbagai ejekan tersebar di dunia maya, salah satunya menyinggung kesulitan Spurs memperoleh trofi di era Mauricio Pochettino. Musim ini, Spurs justru semakin terbenam dalam krisis di kompetisi domestik maupun Eropa.
“Kami harus kembali bangkit dan bekerja keras. Saya rasa tekanan kali ini lebih menyentuh aspek psikis tim,” kata Pochettino. Setelah tampil sebagai finalis pada musim lalu, Pochettino merasa timnya harus memulai lagi dari awal dan dengan proyek yang baru. (AP/AFP/REUTERS)