SURAKARTA, KOMPAS Presiden Joko Widodo mengajak semua pihak untuk melestarikan dan mengembangkan kreativitas batik demi mempertahankan penetapan batik sebagai warisan dunia oleh UNESCO.
Ajakan itu disampaikan Presiden Jokowi dalam acara peringatan Hari Batik Nasional bertema ”Membatik untuk Negeri” di Pura Mangkunegaran, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (2/10/2019). Hadir dalam acara itu antara lain Ny Iriana Joko Widodo, Ny Mufidah Jusuf Kalla, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
”Kita wajib mengemban amanah tersebut dengan terus menjaga keluhuran budaya dan mengembangkan kreativitas seni batik Nusantara. Dibutuhkan dukungan dari semua pihak untuk mempertahankan penetapan dari UNESCO,” katanya. Setelah sepuluh tahun berlalu, badan PBB yang mengurusi bidang pendidikan dan kebudayaan, UNESCO, mengevaluasi kembali penetapan batik sebagai warisan dunia.
Ketua Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan, Solo, Alpha Febela Priyatmono mengatakan, perlu edukasi kepada masyarakat terkait perbedaan batik dan kain bermotif batik (batik printing). Batik merupakan proses pewarnaan menggunakan perintang lilin pada suatu bidang kain ataupun kayu. Karena itu, batik printing bukanlah batik.
Menurut Alpha, permintaan produk pakaian jadi ataupun kain batik printing tinggi lantaran harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan batik tulis dan batik cap. Untuk mempertahankan usaha, pelaku usaha batik di Laweyan juga memproduksi batik printing.
Di sisi lain, Novita Pujiastuti, pemilik Indah Putri Batik, dan Siti Sundari (73), pemilik batik St Sendari, Solo, mengaku tidak khawatir dengan serbuan batik printing. Menurut mereka, segmen pasarnya sangat berbeda. ”Batik tulis tetap dicari pembeli,” ujarnya.
Berkembang dinamis
Titiek Djoko Soemarno dari Yayasan Batik Indonesia mengatakan, perkembangan batik di semua provinsi sangat dinamis. Motif yang diproduksi kini tidak hanya motif klasik seperti kawung, parang, truntum, dan besurek. Muncul motif-motif kontemporer karya perancang busana dan perajin batik usia muda untuk merebut pasar.
”Artinya, batik adalah budaya Nusantara yang berkembang. Tidak stagnan. Batik bisa menjadi falsafah, metode, dan produk yang merekam perubahan di masyarakat,” katanya. Sekitar tiga tahun terakhir, perajin baru batik bermunculan di sejumlah desa di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Meski volume produksi masih terbatas, pemasaran batik tulis lancar, bahkan sampai ke luar Jawa dan luar negeri. Motif batik umumnya topeng malangan, flora, dan fauna.
Rajin mengikuti pameran dan lomba serta memperbarui motif batik juga menjadi resep mempertahankan usaha pembatik di Madura, seperti dikatakan Vetrylla Prima Z, pemilik Athaya Batik Madura di Bangkalan.
Pemerintah daerah pun turun tangan melestarikan batik. Pemerintah Kota Surabaya membina enam kelompok pembatik, mulai dari pelatihan, cara membatik, membuat corak, hingga pemasaran. Karya mereka sudah dibawa perancang busana Oscar Lawalata ke luar negeri.
Bupati Pamekasan Badrut Tamam rutin mengadakan pelatihan membatik untuk regenerasi dan dibantu terkait pemasaran. Hal serupa dilakukan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Di Kampung Batik Giriloyo, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, pengusaha batik tulis terus berinovasi dengan membuat dan mengembangkan motif batik serta warna baru.
Sementara Tamakun (36), perajin batik tulis Kota Pekalongan, mempelajari cara mengombinasikan batik tulis dengan lukisan sehingga mampu memproduksi batik unik. Tamakun melukis hewan, tumbuhan, pemandangan, wajah tokoh, bahkan cerita rakyat dengan metode batik tulis. Dengan memasarkan lewat Facebook dan Instagram, produk Tamakun terjual hingga Korea Selatan dan Selandia Baru.
Pengusaha batik tulis, Hermawanto (45), dan sejumlah pengusaha batik Pekalongan lain memilih ikut memproduksi batik printing untuk bertahan.(RWN/NTA/DNE/WER/ ETA/NIK/NCA/XTI)