Unida Gontor Didorong Pelopori Pengembangan Ekonomi Islam
Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor didorong menjadi pelopor pengembangan ekonomi Islam di Indonesia, bahkan dunia.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
PONOROGO, KOMPAS — Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor didorong menjadi pelopor pengembangan ekonomi Islam di Indonesia, bahkan dunia. Salah satunya melalui pembangunan pusat studi ekonomi yang mampu menciptakan beberapa sektor usaha baru sebagai penggerak perekonomian umat.
Itu muncul dalam Silaturahim Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pada Peresmian Menara Masjid Jami’ dan Gedung Centre for Islamic Economic Studies (CIES) Universitas Darussalam Gontor, di Ponorogo, Jawa Timur, Kamis (3/10/2019). Kalla didampingi Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dan sejumlah pemimpin pondok pesantren, di antaranya KH Hasan Abdullah Sahal.
Wapres Jusuf Kalla mengatakan, kemampuan usaha umat Islam di Tanah Air mengalami peningkatan signifikan belakangan ini. Walakin, negara lain mengalami kenaikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih keras lagi.
Pondok Pesantren Darussalam Gontor adalah pelopor pendidikan pesantren modern yang mampu mengiringi zaman dan dekat dengan umat. Kepeloporan itu harus dilanjutkan dengan pola-pola yang sesuai konteks modern masa kini, khususnya di sektor ekonomi.
”Saya mengapresiasi pendidikan tentang kewirausahaan yang dikembangkan oleh Gontor. Saya sependapat, santri-santri harus diajarkan bagaimana berusaha lebih mandiri untuk mencapai masyarakat yang lebih baik di masa depan,” ujar Kalla dalam pidatonya.
Menurut Kalla, hanya ada dua negara yang selalu diperhatikan oleh dunia, negara yang kaya dan negara yang nakal. Indonesia tidak kaya dan tidak nakal, tetapi setidaknya telah mengubah diplomasi dari tangan di bawah (negara penerima donor atau bantuan) menjadi tangan di atas (negara pendonor).
Syarat menjadi negara pendonor antara lain memiliki kemampuan di bidang ekonomi, pendidikan, dan sosial. Untuk mengembangkan ekonomi, haruslah menguasai teknologi dan penguasaan itu memerlukan dasar pendidikan yang baik. Pendidikan inilah yang juga harus dikembangkan pesantren-pesantren.
Magister wakaf
Rektor Universitas Darussalam (Unida) Gontor Profesor Amal Fathullah Zarkasyi mengatakan, salah satu yang dikembangkan CIES saat ini adalah Program Studi Wakaf untuk pendidikan strata dua (magister). Wakaf dipilih karena menjadi salah satu instrumen ekonomi dan keuangan syariah yang berpotensi besar dikembangkan di Indonesia.
Ia mengklaim prodi magister wakaf ini menjadi yang pertama di Indonesia, bahkan di dunia. Unida Gontor berkolaborasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI), lembaga yang mengurus tata kelola wakaf.
Pendirian prodi wakaf dilatarbelakangi pengalaman para pendiri pondok Gontor, yakni KH Ahmad Sahal, KH Zainudin Fanani, dan KH Imam Zarkasyi. Ketiga pendiri itu merupakan santri dari pondok pesantren tradisional yang dimiliki individu dan kemudian diwariskan kepada anak serta cucu mereka.
Dalam perkembangannya, tidak sedikit jumlah pondok pesantren tradisional mati sejalan dengan wafatnya sang kiai. Berkaca dari pengalaman tersebut, para pendiri kemudian studi banding ke Universitas Al Azhar, Mesir, yang tetap eksis selama berabad-abad. Setelah dipelajari, kuncinya adalah wakaf.
Para pendiri kemudian sepakat mewakafkan Gontor kepada umat Islam pada 1958. Saat itu, hanya ada satu pondok dengan luas tanah 16 hektar. Setelah dikelola dengan manajemen wakaf, Gontor justru berkembang pesat. Sebagai gambaran, luas tanah menjadi 1.300 hektar dan memiliki 20 cabang pondok. Jumlah santri saat ini 26.000 orang, sedangkan jumlah mahasiswanya 4.500 orang.
Amal mengatakan, keberhasilan sistem wakaf yang dikembangkan Gontor itulah yang menjadi daya tarik banyak pihak mempelajarinya. Pihak-pihak yang belajar tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri, seperti Turki dan Nigeria.
Melihat animo yang tinggi terhadap sistem manajemen wakaf, pengelola pondok pun berkeinginan mengembangkannya secara akademik agar bisa disebarluaskan kepada masyarakat dan memberi manfaat lebih besar.
Di tengah upaya pengembangan pusat studi ekonomi Islam itulah Universitas Darussalam Gontor menerima sumbangsih keluarga Jusuf Kalla berupa hibah pembangunan gedung senilai Rp 11,5 miliar. Gedung ini tidak hanya digunakan untuk CIES, tetapi juga untuk Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Islam dan Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.
Hasan Abdullah Sahal menambahkan, Gontor telah berkontribusi dalam pembangunan bangsa melalui bidang pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka. Sepanjang kiprahnya, Gontor tidak terlibat dalam politik praktis karena fokus mencerdaskan bangsa.