Visi Singapura pun terdengar mantap, yakni menjadi pemimpin global ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi terbuka.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Sejumlah media dari sejumlah negara diajak mengunjungi Advanced Remanufacturing and Technology Centre (ARTC) di Singapura, awal Oktober 2019. Kunjungan itu merupakan rangkaian kegiatan menjelang penyelenggaraan Industrial Transformation Asia Pacific (ITAP) 2019 pada 22-24 Oktober 2019 di Singapore EXPO & MAX Atria.
Kesempatan seperti ini tentu tak boleh dilewatkan karena bermanfaat mengenal dari dekat upaya Singapura mendukung industri. Kapan lagi bisa memasuki wilayah penting tempat para pemangku kepentingan berkolaborasi, termasuk dalam mencari solusi aneka kebutuhan industri?
ARTC diinisiasi oleh Agency for Science, Technology, and Research (A*STAR) yang bermitra dengan Nanyang Technological University (NTU). Lembaga yang berpusat di distrik inovasi Jurong, Singapura, tersebut beranggotakan konsorsium perusahaan multinasional global hingga perusahaan skala kecil dan menengah.
Selayang pandang Singapura dipaparkan pada kunjungan media tersebut. Negeri berpopulasi 5,6 juta orang (dengan 4 juta orang atau 71,4 persen di antaranya penduduk Singapura) tersebut memiliki pendapatan domestik bruto (PDB) pada 2018 sebesar 487,1 miliar dollar Singapura.
Manufaktur merupakan pilar kunci ekonomi Singapura dan berkontribusi sekitar 22 persen terhadap PDB negara tersebut. Kegiatan penelitian dan pengembangan yang menghasilkan inovasi merupakan bagian penting dalam strategi perekonomian Singapura.
Ekonomi Singapura pada dekade 1960-an ditopang padat karya dan pada dekade 1970-an didukung padat tenaga kerja terampil. Berlanjut pada dekade 1980-an dengan corak padat modal, kemudian pada dekade 1990-an bergeser menjadi padat teknologi. Di era 2000-an, ekonomi Singapura berbasis ilmu dan inovasi.
Adapun visi dan misi Singapura juga dijelaskan. Negara itu bermisi memajukan ilmu pengetahuan dan mengembangkan teknologi inovatif demi pertumbuhan ekonomi lebih lanjut dan perbaikan kehidupan. Visi Singapura pun terdengar mantap, yakni menjadi pemimpin global ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi terbuka.
Rumusan kalimat tersebut terlihat jejaknya dalam langkah Singapura memosisikan kegiatan riset. Salah satunya terlihat di ARTC yang menjadi pusat penelitian sebagai wujud kemitraan pemerintah dan swasta.
ARTC berperan, antara lain, menjembatani kesenjangan antara penelitian dan industri. Selain itu, ARTC juga fokus dalam memajukan dan meningkatkan kapabilitas manufaktur. Kolaborasi dengan industri juga diarahkan untuk menghela kegiatan riset dan pengembangan.
Terkait model dan proposisi di ATRC, penelitian dan pengembangan yang dilakukan berdasarkan pada kebutuhan. Solusi yang dihasilkan tersebut kemudian diimplementasikan untuk menciptakan dan menangkap nilai-nilai secara ekonomi.
Ada proyek inti patungan untuk menyelesaikan masalah industrial secara umum melalui berbagi biaya. Ada pula proyek spesifik anggota yang diarahkan secara individual (anggota secara individu) untuk aplikasi spesifik mereka, termasuk secara bilateral, tripartit, dan seterusnya.
Saat diajak berkeliling ruang demi ruang di ARTC, para jurnalis dapat melihat Tech Labs atau Model Factory. Fasilitas ini merupakan bagian dari strategi teknologi manufaktur masa depan A*STAR dalam upaya membangun kemitraan untuk mempercepat adopsi teknologi.
Ekosistem peneliti, pengguna akhir, penyedia teknologi, dan pemadu sistem juga diajak untuk berinovasi bersama, menguji, dan mendemonstrasikan teknologi manufaktur masa depan.
Dukungan tak lupa diberikan bagi pelaku usaha kecil menengah untuk mengakses teknologi siap pakai dan mudah digunakan demi membantu meningkatkan produktivitas mereka. Hal ini terlihat dalam bentuk kolaborasi dan upaya nyata pemangku kepentingan di Singapura dalam menjalankan serta menggapai misi dan visi mereka.
Pelajaran dari negara tetangga itu kiranya bisa dipetik. (C Anto Saptowalyono)