Enam polisi dari jajaran kepolisian Sulawesi Tenggara diperiksa menyusul tewasnya dua mahasiswa dalam unjuk rasa di Kendari, Kamis pekan lalu. Masyarakat dipersilakan mengawal proses hukum.
KENDARI, KOMPAS Enam polisi yang bertugas di jajaran kepolisian Sulawesi Tenggara diperiksa tim investigasi internal Kepolisian Negara RI. Para petugas itu diketahui membawa senjata dalam pengamanan unjuk rasa yang berujung bentrok. Akibatnya, dua mahasiswa tewas dan sejumlah orang lainnya terluka tembak.
Kepala Biro Provost Divisi Propam Polri Brigadir Jenderal (Pol) Hendro Pandowo menyatakan, enam polisi ditetapkan sebagai terperiksa, yakni DK, GM, MI, MA, H, dan E. Satu orang adalah perwira dan lima orang lainnya merupakan anggota intel dan reserse dari Polda Sultra dan Polres Kendari.
”Hasil olah TKP dan pemeriksaan saksi sudah bisa menentukan ada beberapa anggota yang melanggar SOP dan tidak disiplin. Enam anggota menjadi terperiksa karena saat unjuk rasa membawa senjata api,” kata Hendro di Kendari, Sultra, Kamis (3/10/2019). Hendro Pandowo menjadi Ketua Tim Pemeriksaan Internal yang dibentuk Polri untuk menyelidiki kasus ini.
Senjata laras pendek
Berdasarkan penyelidikan, kata Hendro, enam polisi itu membawa senjata laras pendek dengan bermacam jenis. Senjata tersebut telah disita dan diselidiki. ”Ada pelanggaran disiplin, yakni anggota membawa senjata dalam pengamanan. Masih diselidiki, mereka masuk tim pengamanan atau tidak,” ujarnya lagi.
Kamis pekan lalu, Randi (22) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19) tewas dalam unjuk rasa yang berujung bentrok dengan polisi. Randi meninggal karena luka tembak, sedangkan Yusuf tewas akibat luka berat di kepala. Kasus kematian dua pengunjuk rasa ini menjadi perhatian berbagai kalangan di level nasional.
Selain pemeriksaan internal, Polri juga memeriksa secara forensik bukti selongsong, proyektil, dan sejumlah bukti lain. Proyektil dan selongsong tersebut dibawa ke Laboratorium Forensik di Makassar.
Polda Sultra membantu dan memfasilitasi proses penyelidikan yang sedang berlangsung ini. Menurut Kepala Polda Sultra Brigadir Jenderal (Pol) Merdisyam, pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat, mahasiswa, dan ombudsman untuk mengawal penyelidikan terus dilakukan.
”Kami buka ruang seluas-luasnya. Termasuk jika ada informasi atau bukti, bisa segera dikomunikasikan. Jika tak ingin lewat polisi, silakan lewat jalur lain. Kami akan ungkap semuanya,” ujar Merdisyam. (JAL)