Tuntaskan Penyelidikan Pelanggaran Pidana Meninggalnya Dua Mahasiswa
Penyelidikan sementara terkait meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo yang diumumkan oleh kepolisian dinilai baru mengungkap pelanggaran pada tataran etik. Aparat didesak menuntaskan penyelidikan pidana.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Penyelidikan sementara terkait meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo yang diumumkan oleh kepolisian dinilai baru mengungkap pelanggaran pada tataran etik. Aparat didesak agar segera menuntaskan penyelidikan pelanggaran pidana hingga pelaku yang menyebabkan Randi (22) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19) meninggal.
Hasil penyelidikan sementara tim investigasi Mabes Polri menemukan pelanggaran disiplin oleh aparat yang bertugas saat demonstrasi mahasiswa pada Kamis, 26 September, berlangsung. Enam petugas dari satuan khusus, yaitu reserse dan intel, ditemukan membawa senjata api saat berada di lokasi aksi.
Hidayatullah dari Aliansi Masyarakat Sipil Sulawesi Tenggara mengemukakan, penyelidikan pihak kepolisian terkait kasus meninggalnya Randi dan Yusuf berjalan lamban. Selama delapan hari penyelidikan, belum ada fakta kuat yang disampaikan kepolisian dari hasil penyelidikan sementara.
”Ini sudah hari kedelapan, belum ada tersangka yang menyebabkan meninggalnya dua mahasiswa. Kami dari masyarakat sipil ini mendesak agar kepolisian segera mengungkap dan menyelesaikan penyelidikan secara terbuka,” ucap Hidyatullah, di Kendari, Jumat (4/10/2019).
Sejumlah komponen masyarakat sipil, tokoh masyarakat, hingga lembaga membentuk tim dan posko crisis centre untuk mengawal kasus ini. Koalisi ini terdiri dari pegiat demokrasi, tokoh masyarakat, akademisi, hingga perwakilan Muhammadiyah, NU, dan PMII.
Apri Awo, kuasa hukum dari korban Randi yang juga tergabung dalam aliansi tersebut, mengingatkan, penyelidikan sementara kepolisian yang telah dibuka kepada publik baru terkait pelanggaran etik oleh aparat. Hasil itu terkait penyelidikan Divisi Propam Polri, yaitu pelanggaran disiplin petugas. Dengan pelanggaran etik, sanksinya juga terkait sanksi etik.
”Kami sampaikan, jangan dianggap bahwa enam orang yang saat ini terperiksa adalah hasil dari penyelidikan kasus. Itu baru dari hasil penyelidikan internal dan kedisiplinan melalui Propam Polri. Makanya, kami mendesak untuk kepolisian agar segera mengungkap dan menghukum pelaku seberat-beratnya,” tutur Apri.
Hasil penyelidikan sementara dari Divisi Propam Mabes Polri menunjukkan, enam petugas berstatus terperiksa karena melanggar larangan membawa senjata api saat mengawal aksi mahasiswa.
Keenam orang tersebut adalah DK, GM, MI, MA, H, dan E. Satu orang adalah perwira dan lima lainnya bintara, yang berasal dari institusi Polda Sultra dan Polres Kendari. Senjata laras pendek yang dibawa keenam petugas ini juga telah diamankan.
Keenam orang tersebut, hingga Jumat sore, masih berstatus terperiksa. Mereka diduga melanggar prosedur standar operasi, dengan membawa senjata api ke lokasi pengamanan aksi. Berdasarkan imbauan Kepala Polri, aparat tidak boleh memakai senjata dengan peluru karet, terlebih peluru tajam.
Apri melanjutkan, keenam orang itu baru terperiksa dalam ranah etik. ”Terus, pidananya bagaimana? Kami belum mendapat informasi tambahan terkait penyelidikan ranah pidana yang berlangsung,” ucapnya.
Sejauh ini, pihaknya telah menyodorkan dua saksi yang juga telah dimintai keterangan. Sejumlah bukti juga sudah diserahkan kepada pihak kepolisian dan berkoordinasi dengan banyak pihak untuk menambah keterangan saksi.
Ketua Muhammadiyah Sultra Ahmad Al Jufri menambahkan, sedari awal, Muhammadiyah mendesak kepolisian bekerja cepat untuk menuntaskan penyelidikan dan segera mengungkap pelaku seterang-terangnya.
Pihaknya juga berharap, Komnas HAM segera turun tangan terkait kasus pelanggaran HAM yang menyebabkan hilangnya dua nyawa saat aksi menentang sejumlah aturan bermasalah tersebut.
Dihubungi terpisah, Kepala Polda Sultra Brigadir Jenderal (Pol) Merdisyam mengungkapkan, semua tahap penyelidikan ditangani langsung oleh Mabes Polri. Secara umum, Polda Sultra, dan jajaran di bawahnya, membantu penyelidikan, sekaligus menjadi obyek terperiksa.
”Kedudukan kami membantu proses penyelidikan yang sedang berlangsung. Semua temuan dan penyelidikan langsung ke Mabes Polri. Untuk sejauh ini, keenam orang masih dalam status terperiksa,” ucap Merdisyam.
Delapan hari setelah Randi dan Yusuf meninggal dalam aksi yang berujung bentrokan, sejumlah bukti telah dikumpulkan. Tiga selongsong peluru, dua proyektil, dan sejumlah bukti lain dalam penyelidikan kepolisian.
Mastri Susilo, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sultra, menjelaskan, pihaknya telah menyerahkan tiga selongsong yang ditemukan masyarakat kepada pihak kepolisian pada Jumat pagi. Selain itu, satu kaus dan satu jaket yang dipakai salah satu korban ikut diserahkan.
”Selongsong itu satu dari warga, dua dari mahasiswa. Sementara kaus dan jaket dari seorang korban yang baru melapor kemarin yang diduga terkena tembakan di bagian lengan kanan. Semuanya telah kami serahkan,” ucapnya.
Menurut Mastri, pihaknya mendorong masyarakat yang memiliki bukti atau informasi apa pun terkait kejadian yang menyebabkan Randi dan Yusuf meninggal agar datang untuk memberikan keterangan. Terlebih lagi, saat ini Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah hadir untuk memastikan saksi dan korban terlindungi.