Perppu KPK dapat menjadi langkah yang paling efektif untuk mengoreksi masalah yang ada dalam UU KPK yang baru. Jika masalah itu tidak diatasi, lembaga antirasuah tersebut bakal lumpuh dan korupsi semakin merajalela.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo diharapkan tidak kalah dari tekanan partai politik-partai politik yang tidak menghendaki Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Presiden bahkan bisa dinilai memberikan janji kosong jika tidak mengeluarkan perppu.
”Perppu KPK (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah menjadi opsi yang ditawarkan presiden. Kalau usulan itu ditarik kembali atau bahkan tidak jadi dikeluarkan, tentu presiden bisa dianggap menjanjikan sesuatu yang pada akhirnya diingkari sendiri olehnya, janji kosong,” kata Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Pada 26 September 2019, setelah menerima masukan dari sejumlah tokoh nasional di Istana Merdeka, Jakarta, Presiden Jokowi menyampaikan akan segera menghitung, mengalkulasi, dan mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK.
Baca juga : Presiden Pertimbangkan Keluarkan Perppu KPK
Perppu KPK dinilai banyak kalangan, termasuk Oce, dapat menjadi langkah yang paling efektif untuk mengoreksi masalah dalam revisi UU KPK. Sebab, jika masalah itu tidak diatasi, lembaga antirasuah tersebut bakal lumpuh.
Menurut Oce, tidak ada masalah secara politik ataupun psikologis jika presiden mengeluarkan perppu. Sebab, perppu merupakan kewenangan subyektif presiden. Setelah diterbitkan, akan ada masanya bagi DPR untuk menolak atau menyetujui perppu disahkan menjadi undang-undang.
”Jadi tidak bijak jika presiden ditekan-tekan (untuk tidak mengeluarkan perppu oleh DPR), toh perppu akan masuk juga ke DPR. Biarkan sekarang presiden merespons tuntutan masyarakat dengan mengeluarkan perppu,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan, Presiden Joko Widodo bersama partai-partai pendukungnya sepakat untuk belum akan mengeluarkan Perppu KPK. Alasannya UU KPK yang baru sudah diajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Jika Presiden tetap mengeluarkan perppu, Surya menilai dapat berisiko bagi Presiden. Isu perppu dapat dipolitisasi yang berujung pada pemakzulan Presiden.
Sikap KPK
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK menyerahkan sepenuhnya persoalan perlu tidaknya perppu kepada Presiden.
Namun, KPK mengingatkan ada setidaknya 26 poin di UU KPK baru yang berisiko melemahkan kinerja pemberantasan korupsi.
”Fokus kami adalah bagaimana perlakuan atau tindak lanjut KPK untuk memitigasi risiko efek kerusakan atau efek pelemahan terhadap KPK. Meskipun tentu kalau misalnya presiden mengambil keputusan untuk melakukan penyelamatan terhadap pemberantasan korupsi terhadap KPK, pasti akan kita hargai,” kata Febri tegas.
Menurut ahli hukum pidana dari Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, jika Perppu KPK tidak diterbitkan, artinya presiden kalah dari tekanan-tekanan partai-partai politik. ”Maka bisa diartikan beliau lebih mengkhawatirkan dukungan dari partai,” ujarnya.
Apabila Perppu KPK tidak diterbitkan, artinya presiden kalah dari tekanan-tekanan partai-partai politik.
Sebagai catatan, pembahasan revisi UU KPK sebetulnya tidak masuk dalam program legislasi nasional tahunan, tetapi tetap diajukan oleh DPR dan kemudian disetujui pemerintah. Kurang dari dua minggu revisi UU KPK sudah disahkan menjadi undang-undang.
Revisi UU KPK, menurut Agustinus, bukan hal yang tabu. Namun, revisi undang-undang seharusnya dikaji dengan matang dan melibatkan masyarakat. Sikap DPR bersama pemerintah yang terburu-buru membahas hingga mengesahkannya, ditambah lagi mengabaikan suara dari publik, dinilainya tidak tepat. Apalagi setelah revisi UU KPK tuntas, banyak hal dalam produk hukum itu yang bakal berdampak negatif terhadap upaya KPK memberantas korupsi.