Kampung ”Jokowi”, Tanah Harapan di Perbatasan RI-Timor Leste
Kampung “Jokowi” di perbatasan RI dan Timor Leste menjadi tanah harapan bagi para pemuda di ujung timur Nusa Tenggara Timur. Di sini, mereka menyemai kemandirian, tanpa mesti menjadi buruh migran ilegal.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
Kampung ”Jokowi” di perbatasan RI dan Timor Leste menjadi tanah harapan bagi para pemuda di ujung timur Nusa Tenggara Timur. Di sini, mereka menyemai kemandirian, tanpa mesti menjadi buruh migran ilegal.
Kampung Jokowi berada di Dusun Wewanahi, Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Kampung ini hanya dihuni sekitar 100 keluarga muda.
Asal-usul nama Kampung Jokowi berawal dari kunjungan Presiden Joko widodo ke perbatasan Motaain-Timor Leste, 27 Desember 2015. Saat itu masyarakat menyampaikan keluhan kepada Jokowi mengenai banyaknya anggota dalam satu keluarga karena sejumlah pasangan muda tetap tinggal dengan orangtua meski sudah menikah. Mereka belum mampu membeli rumah.
Akhirnya, Jokowi melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersedia membangun 100 rumah bagi pasangan muda. Ketua RT 026 RW 001 Desa Silawan Fransiskus Antonio mengatakan, Kampung Jokowi dibangun tahun 2016.
”Masyarakat sangat berterima kasih kepada Pak Jokowi atas kehadiran kampung ini. Pasangan muda merasa tidak membebani orangtua setelah kampung ini dibangun,” ujarnya.
Rumah yang dibantu Jokowi 100 unit bagi 100 keluarga muda, berukuran 7 meter x 9 meter per segi. Bantuan rumah ini terdiri dari 2-3 kamar tidur, 1 ruang tamu, dan dapur, dilengkapi kamar mandi dan toilet, listrik, serta air bersih dari PDAM Motaain.
Sebanyak 100 rumah itu tidak hanya diperuntukkan bagi warga eks Timor Timur, tetapi juga warga lokal di Desa Silawan, Belu. Sebenarnya, keluarga yang boleh menempati rumah ini adalah mereka yang sudah mandiri. Meski demikian, pada praktiknya, sebagian besar dari keluarga muda ini masih hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka memilih pindah ke Kampung Jokowi hanya agar tidak membebani orangtuanya.
Bupati Belu Willy Lay dihubungi di Atambua, Jumat (4/10/2019), mengatakan, pasangan yang belum mandiri artinya sama sekali belum memiliki pekerjaan apa pun, baik laki-laki maupun perempuan. ”Mereka yang dinilai sudah mandiri sebagian masih mengharapkan dukungan orangtua,” tuturnya.
Menurut Lay, kebanyakan kepala keluarga dari pasangan muda yang menempati Kampung Jokowi ini bekerja sebagai juru pikul, dorong gerobak, serta membantu memperlancar lalu lalang warga masuk dan keluar perbatasan RI-Timor Leste di Motaain. Sementara istri mereka kebanyakan ibu rumah tangga. ”Mereka tidak diperkenankan menjadi TKI di luar negeri,” kata Lay.
Menurut Lay, para pasangan muda ini sebenarnya belum memiliki pekerjaan tetap yang bisa menghidupi keluarganya. Pemerintah desa sedang berupaya memisahkan mereka dari rumah orangtua agar bisa mandiri dengan dana desa yang ada. Mereka nantinya akan dipekerjakan dalam proyek padat karya desa atau diberikan modal usaha.
Ia menyayangkan, meski pasangan muda ini termasuk warga miskin, tetapi tidak mendapat bantuan sosial dari pemerintah, seperti beras untuk warga miskin, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, bantuan perkumpulan keluarga harapan, dan bantuan sosial lain. Penerima bantuan-bantuan tersebut justru aparat sipil negara, pedagang, pengusaha, dan warga yang sudah mampu secara ekonomi.
Antonio heran, sumber data Badan Pusat Statistik NTT terkait warga miskin tersebut. Menurut dia, selama ini petugas BPS tidak pernah turun ke lapangan melakukan pendataan.
”Sekitar 120 keluarga di Dusun Wewanahi, termasuk di dalamnya kampung Jokowi, semuanya termasuk warga miskin. Namun, yang menerima bantuan hanya 12 keluarga, sisanya tidak mendapat bantuan sama sekali,” katanya.
Agustino Dacosata (27), salah satu pasangan muda yang menerima bantuan rumah, merasa sangat bersyukur mendapatkan rumah secara cuma-cuma. Ia bersama Angelina Dacosta memiliki satu anak, Mariano Dacosta (1). Agustino bekerja sebagai tukang ojek di perbatasan Motaain-Timor Leste.
”Penghasilan saya sehari rata-rata Rp 30.000. Kadang-kadang tidak dapat penumpang sama sekali karena sudah banyak warga yang memiliki sepeda motor sendiri. Istri saya di rumah menjaga anak,” katanya.
Mantan Kepala Desa Ferdi Mones, yang sedang mengikuti suksesi pemilihan kepala desa Silawan periode 2019-2024, mengatakan, total dana desa 2019 senilai Rp 1 miliar di antaranya untuk membangun rumah baru bagi warga yang tidak mampu. Anggaran yang disiapkan senilai Rp 50 juta per unit. Jumlah rumah yang akan dibangun lima unit setiap tahun.
Jumlah penduduk Silawan 2.100 orang. Mereka kebanyakan bekerja sebagai petani, nelayan, tukang ojek, dan buruh di perbatasan Motaain-Timor Leste.