Kendalikan Surplus Perwira TNI agar Tak Demoralisasi
Presiden terpilih 2019-2024 Joko Widodo diminta turut memikirkan surplus perwira di Tentara Nasional Indonesia. Perwira menganggur berpotensi mengalami demoralisasi.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden terpilih 2019-2024 Joko Widodo diminta turut memikirkan surplus perwira di Tentara Nasional Indonesia. Perwira menganggur berpotensi mengalami demoralisasi. Membuat peta jalan terkait visi presiden tentang poros maritim dunia bisa menjadi salah satu solusi.
Peneliti senior Imparsial Anton Ali Abbas, di Jakarta, Jumat (4/10/2019), menyatakan, selama ini penataan personel TNI diurus secara internal oleh Markas Besar TNI. Hal ini belum bisa mengantisipasi surplus perwira di tubuh TNI. Hingga Desember 2018, katanya, ada 1.069 kolonel dan 156 jenderal berstatus nonjob.
”Butuh komitmen dan dorongan nyata dari presiden. Sebab, manajemen personel TNI terkait dengan human capital Indonesia,” katanya.
Surplus perwira TNI, kata Anton, merupakan konsekuensi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang memperpanjang usia pensiun perwira dari 55 menjadi 58 tahun. Presiden melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) atau Kantor Staf Presiden bisa memperbarui manajemen personel TNI, terutama di level perwira tinggi. Sebab, promosi di perwira tinggi ditandatangani langsung oleh presiden.
Jika suprlus perwira TNI tak bisa teratasi, lanjutnya, perwira yang kesulitan naik pangkat akan mengalami demoralisasi. Memang, Mabes TNI selalu membuka jabatan fungsional untuk perwira. Namun, pada saat bersamaan laju promosi juga terus meningkat. Ditambah lagi, promosi sering kali tak diukur berdasarkan kinerja, tetapi atas dasar suka-tidak suka, patron client.
”Susah naik pangkat itu pasti bikin stres karena kelanjutan karier yang tak pasti. Ditambah dengan promosi yang tak terbuka,” katanya.
Dia menyinggung data Kementerian Pertahanan yang menyatakan 3 persen anggota TNI terpapar radikalisme. Menurut dia, angka itu bisa bertambah banyak jika terjadi demoralisasi di kalangan perwira. ”Dan ini akan menjadi backfire bagi negara,” katanya.
Anton menawarkan strategi berbeda untuk perwira menengah dan perwira tinggi. Untuk perwira menengah, polanya adalah up atau stay. Jika dalam waktu tertentu tidak naik pangkat, perwira tetap bertahan sebagai anggota TNI.
”Di dalam UU TNI, tidak ada tuntutan harus pensiun jika tak punya jabatan, kecuali yang bersangkutan memang mengajukan pensiun dini,” katanya. Untuk perwira tinggi, polanya adalah up atau out. Pemerintah menentukan seberapa lama seorang perwira tinggi diperbolehkan nonjob.
Dihubungi secara terpisah, pengamat militer Conni Rahakundini Bakrie menyatakan, surplus perwira di tubuh TNI tak terlepas dari euforia reformasi. Infrastruktur tidak memadai ketika fungsi sosial-politik TNI dicabut (kembali ke barak).
Mabes TNI selalu membuka jabatan fungsional untuk perwira. Namun, pada saat bersamaan laju promosi juga terus meningkat.
Menurut Conni, Kemhan bisa membuat peta jalan terkait visi presiden soal poros maritim, dirgantara, dan permukaan dunia. Ketika sudah ada kebijakan yang jelas terkait hal itu, TNI mengembangkan atau meningkatkan Komando Daerah Militer, Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara, dan Pangkalan TNI Angkatan Laut. ”Dengan begitu, pamen atau pati yang nonjob itu bisa terserap,” katanya.