Potensi ”ratu sprint” Inggris Dina Asher-Smith telah terbaca sejak berusia sekolah dasar. Dia menjadi juara dunia berkat kegigihannya mengasah talenta.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Gelar juara dunia lari 200 meter menempatkan Dina Asher-Smith sebagai pelari putri Inggris Raya pertama yang berhasil menjuarai nomor lari cepat dalam ajang besar. Gelar itu didapat berkat kemampuan Asher-Smith memaksimalkan seluruh potensinya, seperti dalam bidang akademik.
Asher-Smith menyelesaikan studi dalam bidang sejarah di King’s College London pada 2017. Sejak sekolah dasar pula, atlet yang orang tuanya berasal dari Jamaika itu menyukai lari.
Maka, sebelum muncul komentar dari para mantan atlet, pelatih, atau analis, gurunya di SD Perry Hall, Papadopoulos, adalah orang yang pertama tahu tentang potensi Asher-Smith untuk menjadi “ratu lari cepat” di luar atlet AS dan Jamaika.
Itu terwujud ketika Asher-smith menjadi yang tercepat nomor lari 200 m putri Kejuaraan Dunia Atletik di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar. Pada final yang berlangsung Rabu (2/10/2019) malam waktu setempat (Kamis dinihari waktu Indonesia), Asher-Smith finis tercepat dengan waktu 21,88 detik. Dia unggul atas tujuh pelari, termasuk peraih perak dan perunggu: Brittany Brown (AS/22,22 detik) dan Mujinga Kambundji (Swiss/22,51 detik).
“Saya ingat dia berada di tim saya dalam sebuah lomba, dia luar biasa. Tim kami tertinggal beberapa poin dan harus memenangi lomba terakhir. Siapa yang ditempatkan sebagai pelari terakhir dalam tim estafet? Dina! Dia terbang seperti angina dan membuat kami tak bisa berkata-kata. Finis yang hebat!” tutur Papadopoulos pada BBC Sport.
Mantan guru-guru dan kepala sekolahnya mengingat Asher-Smith sebagai sosok penuh potensi. Selain menyukai olahraga, dia tertarik pada pelajaran sejarah dan geografi. “Dina adalah murid yang baik, sopan, dan punya rasa humor. Dia adalah murid yang popular,” kata Papadopoulos.
Clare Hudson, guru olahraga di SD yang sama, menilai, di bidang olahraga, Asher-Smith juga punya kemampuan di beberapa nomor. Selain lari cepat, dia tampil sama baiknya pada lompat jauh dan lari jarak jauh. Satu yang tak disukai Asher-Smith, menurut mantan kepala sekolahnya, adalah nomor lintas alam.
Saat itu, saya telah melihat bahwa dia adalah atlet muda dengan mimpi besar
Namun, pelatihnya, John Blackie, justru menemukan bakat Asher-Smith ketika dia mengikuti lomba lintas alam di Crystal Palace. Dilatih Blackie sejak berusia delapan tahun, Ashher-Smith menyebutnya sebagai “ayah kedua”.
Dia, bahkan, mempersembahkan kemenangan di Doha untuk Blackie yang hadir di stadion bersama istrinya. “Maafkan saya, ayah dan ibu,” candanya dalam konferensi pers.
Peraih medali emas heptatlon Olimpiade Sydney 2000, Denis Lewis (Inggris), menilai, keberhasilan dicapai Asher-Smith berkat kemauan keras dan kemampuan memaksimalkan semua potensi dalam hidupnya.
“Dia punya kecakapan di bidang akademis dan berhasil menyelesaikan studi di universitas. Dia juga berkarier di atletik. Kesuksesannya tak terwujud begitu saja. Itu karena dia punya pola pikir yang luas, punya tekad kuat, dan berusaha mewujudkannya dengan bekerja keras,” kata Lewis.
Darren Campbell, peraih perak lari 200 m putra Olimpiade Sydney 2000, bercerita tentang perkenalannya dengan Asher-Smith yang berusia 10 tahun. “Saya bersama Todd Bennett, yang pernah jadi atlet lati 400 m, mengadakan penggalangan dana untuk sekolah. Saat program itu dirilis, orang pertama yang menerima dana itu adalah Dina. Saat itu, saya telah melihat bahwa dia adalah atlet muda dengan mimpi besar,” tutur Campbell.
Pujian pun disampaikan senior-seniornya yang lain, termasuk legenda atletik AS, Michael Johnson. Mantan pelari spesialis 200 dan 400 m itu mengatakan, dengan talenta Asher-Smith, dunia akan menyaksikan lagi penampilannya yang lebih baik.
Sementara, Asher-Smith mencoba tetap berpijak dengan bumi ketika banyak pujian ditujukan padanya. Dia mengingatkan diri sendiri, masih banyak yang harus diperbaiki untuk meningkatkan performanya, apalagi nomor 200 m tak diikuti pesaing-pesaing beratnya, seperti pelari Jamaika, Shelly-Ann Fraser-Pryce (kelelahan) dan Elaine Thompson (cedera). Daphne Schippers (Belanda) juga absen karena cedera, sementara Shaunae Miller-Ubo (Bahama) memilih tampil pada nomor 400 m.
Asher-Smith juga merujuk pada kegagalannya menjuarai menjuarai 100 m karena kalah cepat dari Fraser-Pryce (Jamaika). “Saya masih bisa lebih kuat dalam fisik dan mental. Olimpiade kurang dari setahun lagi, saya dan pelatih harus mulai berpikir ke sana,” katanya. (AFP/REUTERS)