Pengujian Mobil Listrik dan Energi Terbarukan di Pulau Terluar
Sosialisasi dan riset lanjutan terkait mobil listrik terus dilakukan. Pada Rabu (3/10/2019), pengujian mobil listrik menggunakan sumber energi baru dan terbarukan dimulai di Pulau Sumba.
Oleh
Dahono Fitrianto
·4 menit baca
Sosialisasi dan riset lanjutan terkait mobil listrik terus dilakukan. Hari Rabu (3/10/2019), pengujian mobil listrik menggunakan sumber energi baru dan terbarukan dimulai di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kabupaten Sumba Barat Daya, sebagai bagian dari pengujian kendaraan listrik di lingkungan pulau terpencil dan terluar.
Pengujian ini dilakukan bersama antara pihak pemerintah dan swasta. Dari unsur pemerintah ada Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), PT PLN, dan Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya. Sementara dari pihak swasta ada PT Mitsubishi Motors Kramayudha Sales Indonesia (MMKSI) sebagai penyedia mobil listrik dan sistem pengecasan cepat mobil listrik dan Kyudenko Corporation dari Jepang sebagai penyedia sistem manajemen energi untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Dalam uji ini, dua mobil berteknologi kendaraan listrik (electric vehicle/EV), yakni Mitsubishi iMIEV yang merupakan mobil listrik murni dan Mitsubishi Outlander PHEV berteknologi plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), dicas menggunakan jaringan listrik PLN yang dipasok oleh PLTS Bilacenge milik BPPT. Berbagai data dan informasi pun diharapkan bisa didapatkan, antara lain soal stabilitas pasokan listrik dari PLTS untuk catu daya baterai mobil listrik dan bagaimana lingkungan pulau terpencil bisa menopang operasional kendaraan listrik.
”Penelitian bersama ini salah satunya bertujuan melihat bagaimana kendaraan listrik digunakan di pulau-pulau terpencil yang ketersediaan energinya terbatas,” ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto dalam sambutannya.
Mempermudah pemasyarakatan
Menurut Harjanto, pemerintah memang tengah mendorong peluang pemasyarakatan kendaraan listrik di pulau-pulau kecil sehingga kendaraan ramah lingkungan ini bisa segera dimanfaatkan secara luas di masyarakat pulau-pulau tersebut. Lingkungan di suatu pulau yang terbatas dan tidak sekompleks di kota-kota besar diharapkan mempermudah pemasyarakatan kendaraan listrik ini.
Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) di pulau-pulau tersebut guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. ”Harapannya suatu saat pulau seperti Sumba ini bisa meniru Pulau Jeju di Korea Selatan yang telah berhasil menjadi sebuah pulau ecotourism,” ucap Harjanto.
Dari sisi swasta, penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan produk mereka. ”Kami secara spesifik ingin mengetahui sejauh mana sebuah PLTS di pulau kecil seperti ini bisa memasok listrik yang cukup dan stabil untuk mengecas mobil-mobil listrik kami. Misalnya, saat musim hujan, apakah pasokannya bisa tetap stabil?” kata Naoya Nakamura, Presiden Direktur PT MMKSI.
Nakamura menambahkan, kerja sama ini adalah lanjutan kesepakatan dengan Kementerian Perindustrian yang sudah ditandatangani sejak 2017. Pada Februari 2018, MMKSI menindaklanjuti kesepakatan itu dengan menghibahkan 8 unit Outlander PHEV, 2 unit iMIEV, dan 4 perangkat pengecasan cepat. Sebagian mobil dan perangkat itu yang kini diuji di Sumba.
Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi BPPT Dr Mohammad Mustafa Sarinanto mengatakan, PLTS Bilacenge dibangun pada 2011 dan menjadi pembangkit listrik tenaga surya skala besar pertama yang dibangun di Indonesia.
PLTS tersebut mulai beroperasi pada 2012 dengan kapasitas terpasang 500 kilowatt-peak (kWp). Saat ini, PLTS tersebut telah terhubung dengan jaringan PLN dan setiap hari memasok daya 220 kilowatt (kW) selama sekitar 6 jam, atau sebesar 1.320 kWh per hari.
Manajemen energi
Keistimewaan PLTS ini adalah sistem manajemen energi yang dirancang oleh Kyudenko Corporation, yang memungkinkan PLTS memasok energi listrik yang stabil kepada jaringan PLN. ”Pada PLTS konvensional, listrik yang dihasilkan dari sel surya langsung dikirim ke jaringan. Padahal, listrik ini sangat fluktuatif karena tergantung penyinaran sel surya. Ada awan sedikit, listrik yang diproduksi turun. Dengan sistem manajemen energi ini, listrik dari sel surya disimpan dulu ke dalam baterai, baru kemudian dikirim ke jaringan PLN sehingga stabil,” papar Mustafa.
Dalam uji gabungan ini juga akan diuji kemampuan komunikasi sistem pengecasan cepat yang dipasang di Kantor Unit Layanan Pelanggan PLN Sumba Jaya di Waitabula dengan PLTS Bilacenge yang berjarak sekitar 20 kilometer. Saat peranti pengecas disambungkan ke mobil listrik, sistem akan berkomunikasi dan PLTS Bilacenge akan otomatis mengirimkan tambahan daya yang dibutuhkan untuk mengecas mobil ini melalui jaringan PLN.
Saat baterai mobil telah penuh, sistem kembali berkomunikasi dan pasokan tambahan daya dari PLTS pun diputus.
Kepala Subdirektorat EBT dan Konversi Energi Kementerian ESDM Ani Wijayanti menambahkan, Pulau Sumba sejak 2010 telah ditetapkan sebagai Sumba Iconic Island dalam kaitan pemenuhan listrik menggunakan sumber-sumber EBT, seperti tenaga air/mikrohidro, tenaga surya, tenaga angin, dan biomassa. ”Pada 2010, 85 persen pasokan listrik di Sumba masih berasal dari bahan bakar fosil dengan rasio elektrifikasi hanya 24,5 persen. Kami menargetkan pada 2020 rasio elektrifikasi telah mencapai 90 persen dan kontribusi EBT pada bauran energinya sudah mencapai 65 persen,” tuturnya.