SEOUL, KAMIS – Respon Amerika Serikat yang tidak terlalu keras atas uji coba rudal Korea Utara beberapa bulan terakhir memungkinkan Pyongyang untuk terus mengembangkan rudalnya balistiknya dan menebar ancaman di Semenanjung Korea.
Selama ini, Korea Utara kerap melakukan uji coba rudal yang mayoritas berdaya jangkau pendek, untuk menaikkan posisi tawarnya di hadapan AS. Harapannya, AS akan melonggarkan sanksi yang dijatuhkan kepadanya. Akan tetapi, Washington sejauh ini tetap konsisten di jalur diplomasi dan tidak menanggapinya dengan keras.
Bahkan, meski uji coba rudal oleh Korea Utara kemungkinan melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Presiden AS Donald Trump menyebutnya sebagai uji coba yang “sangat biasa” dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Berulangkali Trump dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menunjukkan toleransinya terhadap uji coba rudal jarak pendek Korea Utara, bukan rudal jarak jauh dan rudal berhulu ledak nuklir. Pemerintahan Trump kerap menyatakan bahwa tidak adanya uji coba rudal jarak jauh dan senjata nuklir sebagai pertanda pendekatan diplomatis berhasil. Pyongyang belum melakukan uji coba rudal jarak jauh sejak November 2017.
“Kami melihat bahwa uji coba senjata tidak mengubah situasi dalam negosiasi sama sekali,” kata Ramon Pacheco Pardo, Ketua KF-VUB Korea di Institute for European Studies di Brussel seperti dikutip Wall Street Journal, Sabtu (17/8/2019). “Jelas sekali tidak banyak perhatian diberikan pada setiap uji coba rudal.”
Meski uji coba rudal jarak pendek gagal memengaruhi sikap Washington di meja perundingan, Korea Utara mendapatkan keutungan di sisi lain. Upaya mereka mengembangkan program senjata nuklirnya terus berjalan. Kim tahun lalu menyatakan bahwa program nuklirnya telah rampung. Sejumlah ahli pertahanan khawatir sikap Washington yang relatif pasif menanggapi uji coba rudal Korea Utara justru memungkinkan Kim menebar ancaman bagi sekutu AS di Semenanjung Korea, yaitu Jepang dan Korea Selatan.
“Provokasi telah berhasil bagi Korea Utara, mereka memprovokasi lalu kembali ke meja perundingan,” kata Shin Beom-chul, mantan penasihat senior Kementerian Luar Negeri dan Pertahanan Korea Selatan.
Kepada New York Times di Tokyo, Senin (2/9/2019), Menteri Pertahanan Jepang Takeshi Iwaya, mengatakan, uji coba rudal Korea Utara kian memberikan bukti program mereka dirancang untuk mengalahkan pertahanan Jepang yang menggunakan teknologi AS baik di laut maupun darat.
“Negosiasi AS dengan Korea Utara terlalu fokus pada senjata nuklir. Mereka lupa ada hal lain seperti sistem rudal balistik,” ujar Hoo Chiew Ping, pakar Korea dari National University of Malaysia.
Capaian Korea Utara dalam pengembangan persenjataannya tahun ini cukup siknifikan, termasuk mengembangkan rudal balistik jarak pendek terbaru yang menurut para ahli bisa menjangkau seluruh wilayah Korea Selatan, peluncur rudal yang mampu menembakkan banyak roket sekaligus, serta kapal selam yang diyakini bisa membawa rudal nuklir.
Hal itu menjadi kenyataan ketika pada Rabu (3/10/2019) Korea Utara kembali melakukan uji coba rudal balistik berbasis kapal selam (SLBM) dari laut.
Uji coba tersebut dinilai langkah paling provokatif sejak Pyongyang melanjutkan perundingan dengan AS tahun 2018 sekaligus menunjukkan bahwa kemampuan persenjataan Korea Utara terus berkembang termasuk rudal balistik antarbenua (ICBM).
Seperti dilansir kantor berita pusat Korea Utara, KNCA, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengucapkan “selamat” kepada para ilmuwan yang melakukan uji coba tersebut.
Rudal SLBM yang dibeir nama Pukguksong-3 “ditembakkan secara vertikal” dari laut di lepas pantai Kota Wonsan. “Uji coba tipe baru SLBM yang sukses menandai fase baru dalam menangkal ancaman kekuatan asing pada Republik Rakyat Demokratik Korea dan memperkuat kemampuan pertahanan militer,” tulis KCNA.
“Setiap uji coba menandai kemajuan teknologi persenjataan Korea Utara yang berpotensi mendestabilisasi kawasan,” kata Jean H Lee, Direktur Program Korea di Wilson Center di Washington.
Capaian Korea Utara dalam rudal jarak pendek tidak hanya mengancam Jepang dan Korea Selatan tetapi juga setidaknya delapan pangkalan militer AS dengan lebih dari 30.000 prajuritnya di dua negara itu. Rudal jarak pendek itu bisa membawa hulu ledak konvensional maupun nuklir.
Menurut Douglas Paal, Wakil Presiden Carnegie endowment for International Peace, seperti dimuat dalam voanews.com, Sabtu (31/8/2019), sikap pemerintahan Trump yang tidak menanggapi serius uji coba rudal Korea Utara membuat Jepang dan Korea Utara skeptis atas kebijakan pertahanan AS di Asia Timur.(REUTERS/ADH)