JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemberantasan Korupsi terus memburu aset milik komisaris BDNI Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian negara dari perkara dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang mencapai Rp 4,58 triliun. Di sisi lain, KPK berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia pasca Sjamsul dan Itjih masuk daftar pencarian orang.
Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Jumat (4/10/2019). “Setelah bersurat dengan Polri terkait dengan status DPO itu, KPK berkoordinasi dengan Polri untuk melakukan proses pencarian terhadap Sjamsul dan Itjih terkait dengan penanganan perkara yangs sedang ditangani KPK,” ujar Febri.
Sjamsul dan Itjih sendiri diumumkan sebagai tersangka dalam perkara BLBI pada 10 Juni 2019. Sejak status hukumnya disampaikan ke publik, Sjamsul dan Itjih telah dipanggil dua kali untuk memberikan keterangan sebagai tersangka yaitu pada 28 Juni 2019 dan 19 Juli 2019. Sebelumnya sebagai saksi untuk Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung, Sjamsul dan Itjih telah dipanggil tiga kali. Namun, keduanya tak memenuhi satu pun panggilan.
Bahkan KPK memasang pengumuman di Kedutaan Besar Republik Indonesia dan meminta bantuan pada Corrupt Practices Investigation Bureau agar keduanya dapat menghadiri proses hukum yang berjalan di Indonesia. Akan tetapi, Sjamsul dan Itjih belum juga dapat didatangkan. KPK pun terus memburu aset milik Sjamsul dan memetakan kepemilikannya untuk mengganti kerugian negara Rp 4,58 triliun.
Di sisi lain, Syafruddin sempat divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hingga putusan tersebut dianulir pada tingkat kasasi. Syafruddin pun diputus lepas karena tiga hakim agung yang memutus perkaranya tersebut berpendapat berbeda. Salman Luthan selaku ketua majelis hakim menguatkan putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, hakim anggota Syamsul Rakan Chaniago berpendapat, perbuatan Syafruddin masuk ranah perdata. Sementara hakim anggota Mohammad Askin berpendapat perbuatan terdakwa masuk ranah hukum administrasi.
Belakangan, Syamsul Rakan dijatuhi sanksi etik non-palu selama 6 bulan sejak Juli 2019. Sanksi itu diberikan karena bertemu dengan pihak berperkara yaitu kuasa hukum Syafruddin yakni Ahmad Yani dan belum mencopot papan advokat.
Adapun KPK baru menerima salinan putusan perkara Syafruddin pada 2 Oktober 2019. Sedangkan, perkara sudah diputus sejak 9 Juli 2019. Pertimbangan yang disampaikan Syamsul dalam putusan tersebut mirip dengan argumentasi eksepsi milik kuasa hukum Syafruddin yakni jika di dalam proses maupun adanya kesalahan dalam perhitungan atau penerapan aturan, atau kekeliruan dalam penyampaian data (misrepresentation), maka haruslah diselesaikan melalui mekanisme keperdataan dan/atau pembuktian menurut norma- norma hukum perdata.
Kendati demikian, penanganan perkara dengan tersangka Sjamsul dan Itjih tetap dapat dilakukan. Ahli hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bonaprapta, mengingatkan agar KPK lebih hati-hati dalam menangani kasus. Terlebih lagi, kasus lama seperti BLBI ini memiliki tantangan yang besar. Sementara terkait pengembangan perkara Sjamsul dan Itjih, Gandjar menyatakan agar KPK tetap melanjutkannya dengan penuh kehati-hatian.
”Ini, kan, perbuatannya meski berkaitan, ada juga yang berdiri sendiri. Bukan tidak mungkin, perkara yang tetap jalan malah menemukan sesuatu yang baru,” kata Gandjar.
Polri Siap Bantu
Terkait permintaan KPK untuk membantu pencarian dua tersangka Bantuan Linkuiditas Bank Indonesia, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Idham Azis memastikan, surat permohonan dari KPK telah diterima sejak 1 Oktober lalu. “Secara prinsip, kami siap membantu KPK,” katanya.
Untuk itu, Polri akan mencoba berkoordinasi dengan Interpol. Utamanya untuk memastikan keberadaan Sjamsul dan Itjih berada di Singapura. Setelah itu, Polri melalui Biro Pusat Nasional Interpol Indonesia akan meminta Interpol untuk memulangkan kedua buron itu kembali ke Tanah Air.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.