Kota besar tidak selalu identik dengan polusi. Manhattan, dengan New York City sebagai salah satu kota utama dunia, menunjukkan fakta berbeda. Di tengah keterbatasan lahan dan taman, kebiasaan warga berjalan kaki dan sarana transportasi umum yang memadai membantu kota itu menekan emisi karbon.
Dari sisi timur Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terletak di Manhattan, fajar melukis Long Island City dengan begitu indah. Langit merah di cakrawala berpadu dengan bilah-bilah cahaya matahari pagi yang menembusi langit biru yang masih menyisakan sedikit kelip satu-dua bintang.
Sisa keindahan malam itu menjadi latar siluet gedung-gedung pencakar langit yang tampak bak barisan para raksasa, yang tengah ”berpacu” dengan para New Yorkers—mirip deretan semut beriring keluar dari mulut-mulut stasiun bawah tanah.
Bagi tubuh tropis, udara pagi itu, Kamis (26/9/2019), cukup dingin, sekitar 18 derajat celsius. Namun, dengan berjalan kaki—cepat mengikuti irama para New Yorkers itu—dari kantor Perwakilan Tetap Republik Indonesia yang berada tak jauh dari persimpangan Jalan Raya 2 atau Second Avenue dan bagian timur Jalan 38 ke persimpangan Jalan 46 dan Jalan Raya 1 tempat Markas Besar PBB berada, cukup untuk mengusir hawa dingin itu.
Manhattan, tepatnya Pulau Manhattan, bersisian dengan Long Island. Keduanya berada di Negara Bagian New York, yang beribu kota di Albany.
Di Manhattan, tepatnya di Lower Manhattan, New York City dan Jembatan Brooklyn yang ternama itu berada. Pada bagian tengah Manhattan terletak sejumlah ikon, seperti Gedung Empire State, Gedung Chrysler, Stasiun Grand Central, Time Square, Plaza Rockefeller dan museum Madame Tussauds. Pada bagian atas Manhattan, ada Central Park dan Harlem. Markas Besar PBB berada di bagian tengah Manhattan.
Pada hari kerja, Manhattan dipenuhi lebih dari 3,9 juta orang, menurut World Population Review. Pada akhir pekan, jumlahnya menyusut menjadi sekitar 2,9 juta orang. Pada hari kerja, kota-kota di sekitar Manhattan, seperti Brooklyn dan Queens di Long Island, mengalirkan banyak komuter.
Mereka umumnya menggunakan jaringan kereta bawah tanah untuk menuju Manhattan. Sebagian lain menggunakan bus dan mobil pribadi.
Ada 468 stasiun pada jaringan kereta bawah tanah yang menghubungkan Manhattan dengan kota-kota di sekitarnya. Setiap hari, lebih dari 5,3 juta penumpang dilayani angkutan massal itu—menjadi salah satu yang terluas dan tersibuk di dunia, selain Tokyo dan Seoul. Pengembangan jejaring rel bawah tanah itu turut membuat Manhattan menjadi lebih ramah pada lingkungan.
Kebiasaan baik
Saat Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa digelar, Manhattan menjadi lebih sibuk. Di setiap sudut jalan, terutama di persimpangan-persimpangan dengan Jalan Raya 2, di sekitar Markas Besar PBB, aparat keamanan gabungan, terutama dari kepolisian, Secret Service, dan agen-agen federal berjaga-jaga dengan dilengkapi senjata.
Keamanan menjadi lebih ketat karena jalan-jalan itu merupakan jalur utama yang diakses pemimpin negara yang sebagian besar tinggal di hotel atau kantor perwakilan yang juga berada di sekitar Markas Besar PBB. Seperti Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, sebagian besar pemimpin negara-negara itu juga berjalan kaki menuju kantor PBB.
Dengan pengawalan yang tidak mencolok, mereka berbaur dengan para New Yorkers yang setiap pagi, siang, dan petang berjalan kaki menyusuri lebarnya trotoar yang diapit gedung-gedung menjulang.
Meskipun tak terlalu bersih amat—karena di sejumlah sudut ada onggokan plastik berisi sampah—trotoar selebar antara 3 meter dan 5 meter sungguh memanjakan para pejalan kaki. Tak ada pengguna sepeda atau sepeda motor iseng nyelonong masuk karena untuk mereka pun telah disediakan jalur tersendiri di jalan utama.
Sebagai salah satu kota bisnis utama dunia, New York, yang padat dengan gedung-gedung pencakar langit memanjakan para pejalan kaki. Para disabilitas pun dimudahkan dengan jalur-jalur landai yang membuat mereka dengan leluasa mengakses trotoar-trotoar itu.
Airnow.Gov yang mengacu pada data Departemen Konservasi Lingkungan New York menyebutkan, indeks kualitas udara Manhattan ada pada kategori baik, yaitu 13. Kondisi itu berbeda apabila dibandingkan kota-kota di Texas, seperti Beaumont-Port Arthur dan Houston-Galveston, di mana pusat-pusat industri pengilangan dan penyulingan minyak berada. Menurut Komisi Kualitas Lingkungan Texas yang dikutip Airnow.Gov disebutkan, beberapa indikator kualitas udara di kota-kota itu menunjukkan angka di atas 50, atau dalam kategori moderat.
Data itu cukup menunjukkan, meskipun padat penduduk, Manhattan boleh menikmati kualitas udara yang bagus. Sepanjang minggu, di paruh akhir September lalu, langit Manhattan selalu biru.
Dukungan yang memadai pada mobilitas warga, melalui jejaring angkutan umum dan pedestrian yang memanjakan warga, terbukti membantu menekan emisi karbon. Kebiasaan warga berjalan kaki, siapa pun mereka, turut berdampak pada kualitas udara kota.
Apabila mau, Indonesia pun bisa, apalagi sebagai negara tropis, aneka tumbuhan peneduh dengan mudah tumbuh….