Meski kinerja fundamental Barito Pacific masih tertekan, tetapi harga sahamnya justru melesat. Tercatat tiga bulan seusai stock split, saham BRPT meningkat 46,32 persen ke posisi Rp 995 per saham.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah tingginya gejolak pasar saham Indonesia, aksi korporasi berupa pemecahan nilai nominal saham atau stock split menjadi marak agar emiten dapat lebih menjangkau investor ritel. Meski harga saham menjadi lebih rendah, aksi ini tidak mengubah valuasi karena jumlah saham yang beredar juga semakin banyak.
Sejak awal Januari hingga 4 Oktober 2019, tercatat sudah ada sembilan emiten yang melakukan stock split. Kesembilan emiten itu adalah PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK), PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC), PT Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN), PT Toba Bara Sejahtra Tbk (TOBA), PT Industri dan Perdagangan Bintraco Dharm Tbk (CARS), PT Pelayaran Tamarin Samudra Tbk (TAMU), PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN), PT Temas Tbk (TMAS), dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT).
Selain kesembilan emiten, terdapat dua emiten yang telah mendapatkan restu pemegang saham untuk melakukan stock split, yakni PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Andira Agro Tbk (ANDI). Sementara sepanjang tahun lalu, tercatat ada 14 emiten yang melakukan stock split.
Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan, yang dihubungi dari Jakarta, Sabtu (5/10/2010), menjelaskan, pemecahan nilai nominal saham menjadi keputusan yang umum dilakukan emiten ketika pasar agak lesu. Selain menjadi salah satu jawaban bagi investor untuk mencairkan sebagian investasi mereka, stock split juga bermanfaat untuk menarik investor dengan dana yang lebih kecil.
”Stock split menjadi salah satu strategi emiten mendistribusikan saham dengan harga tinggi kepada segmen yang berbeda karena harga menjadi lebih kecil setelah stock split. Momentum terbaik tetap saat bullish karena daya serap pasar lebih optimal,” ujar Alfred.
Harga setelah stock split memang lebih rendah, tetapi secara valuasi tidak berubah karena jumlah saham beredar juga bertambah banyak. Bagi investor, yang perlu diperhatikan adalah harga saat ini dibandingkan dengan harga wajar per lembar saham itu.
Stock split menjadi salah satu strategi emiten mendistribusikan saham dengan harga tinggi kepada segmen yang berbeda karena harga menjadi lebih kecil setelah stock split.
Dalam persepsi jangka pendek, potensi kenaikan harga saham akan lebih mudah seiring dengan stock split. Hal ini karena ada minat beli yang disebabkan oleh harga yang lebih rendah. Namun, secara jangka panjang, kinerja saham hasil stock split akan kembali sejalan dengan kinerja perusahaan.
”Kinerja saham baru cenderung akan tertekan bila bertambahnya minat beli tidak sebesar dengan meningkatnya minat jual. Minat beli hanya akan meningkat kuat ketika ada informasi kenaikan kinerja atau aksi korporasi yang berkaitan dengan prospek emiten yang lebih baik,” tuturnya.
Sementara itu, dalam kunjungannya ke Redaksi Harian Kompas akhir pekan lalu, direksi PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) juga mengumumkan rencana aksi korporasi serupa dengan rasio yang akan diumumkan pada waktunya.
Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan Unilever Indonesia Sancoyo Antarikso menegaskan, rencana perusahaan melakukan perubahan nilai nominal saham dilakukan supaya harga saham UNVR dapat menjadi lebih terjangkau oleh mayoritas investor ritel.
”Selain itu, stock split ini juga diharapkan akan mendukung pertumbuhan Bursa Efek Indonesia karena adanya peningkatan likuiditas perdagangan saham UNVR,” lanjutnya.
Melesat
Sancoyo mengakui, saat ini harga saham UNVR cukup tinggi. Pada penutupan perdagangan Jumat lalu, harga saham UNVR berada di angka Rp 45.425 per saham. Sulit dijangkaunya saham Unilever Indonesia oleh investor ritel membuat perusahaan merasa perlu melakukan aksi korporasi untuk melakukan perubahan nilai nominal saham.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe mengatakan, kecenderungan kinerja saham akan terkonsolidasi proses mencari pergerakan harga yang baru. Pasalnya, harga yang lebih terjangkau setelah stock split menarik minat beli oleh investor ritel.
Adapun kinerja harga saham beberapa emiten yang positif seiring dengan prospek positif terhadap kinerja fundamentalnya. Kiswoyo mencontohkan, meski kinerja fundamental Barito Pacific (BRPT) masih tertekan, harga sahamnya justru melesat. Tercatat, tiga bulan seusai stock split, saham BRPT meningkat 46,32 persen ke posisi Rp 995 per saham.