Harvest Gorontalo Indonesia Targetkan Ekspor Jamu Tetes November 2019
Produsen obat herbal asal Gorontalo, PT Harvest Gorontalo Indonesia (HGI) menargetkan ekspor produk jamunya mulai dilaksanakan pada November 2019.
Oleh
AYU PRATIWI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Produsen obat herbal asal Gorontalo, PT Harvest Gorontalo Indonesia (HGI) menargetkan ekspor produk jamunya mulai dilaksanakan pada November 2019. Pada Oktober 2019, perusahaan itu telah menandatangani nota kesepahaman atau MoU dengan dua perusahaan China untuk memasarkan produk tetes herbalnya ke China dan Hong Kong.
Namun, sebelum bisa mengekspor produknya ke luar negeri, perusahaan yang didirikan pada 2007 itu masih dalam proses menunggu izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM). Melalui pengawasan dan pembinaan dari Badan POM, diharapkan produk jamu oleh PT HGI itu ke depan dapat digunakan secara lebih luas di bidang medis untuk menyembuhkan pasien.
"Kami sudah memperoleh MoU dengan 54 negara, termasuk China. Saya optimis kita bisa ekspor produk kita karena khasiatnya yang unik," kata Presiden Direktur PT HGI Riyanto, ketika ditemui di Gorontalo, Sulawesi Utara, Jumat (4/10/2019).
Produk Herbal yang akan diekspor PT HGI itu adalah jamu tetes bernama Sozo Formula Manggata 1 (Soman). Menurut testimoni pasien, jamu yang terbuat dari 18 buah, 14 sayuran, dan 7 rempah itu diklaim dapat menyembuhkan penyakit diabetes yang telah menimbulkan infeksi parah pada bagian tubuh secara lebih cepat dibanding obat kimia.
Selain itu, fungsi produk Soman paling dikenal adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Harga botol Soman seberat 15 militer di Indonesia sekitar Rp 200.000.
Pada 24 Agustus 2019, PT HGI menandatangani perjanjian kerja sama di kota Lanzhou, China, dengan dua perusahaan China, yakni Hangzhou Ingent Import and Export Trade untuk memasarkan Soman di China dan Vittoria Health Science and Technology untuk memasarkan Soman di Hong Kong. Pada Februari 2019, PT HGI juga menandatangani nota kesepahaman dengan perusahaan Hong Kong bernama Sisnes.
Kerja sama dengan Sisnes juga memungkinkan PT HGI untuk mengekspor produknya ke 54 negara lain yang tersebar di Asia, Afrika, dan Amerika. Sebab, ke-54 negara itu masuk dalam jaringan ekspor Sisnes.
Izin Badan POM
Direktur PT Soman Internasional Indonesia, Djoko Rusdianto menjelaskan, pihaknya menargetkan, ekspor produk Soman bisa mulai dilaksanakan pada November 2019. Sebelum hal tersebut dapat dijalankan, pihaknya perlu menyelesaikan proses perizinan dengan Badan POM.
Produk Soman sebenarnya sudah memperoleh izin dari Badan POM sebagai jamu atau obat tradisional. Namun untuk bisa diekspor ke beberapa negara, produk Soman perlu dikategorikan sebagai produk pangan.
"Sekarang, kami sedang menunggu izin pangan dari Badan POM. Kami lakukan registrasi dan mereka (Badan POM) cek fasilitas pabrik kami," ucap Djoko.
Diharapkan, ekspor ke 54 negara itu dapat meningkatkan penjualan produk Soman hingga 10 kali lipat dalam setahun. Di Indonesia, sebanyak 1 juta botol Soman dijual dalam setahun.
Produk Soman sebenarnya sudah memperoleh izin dari Badan POM sebagai jamu atau obat tradisional
Menanggapi target ekspor yang ditetapkan pada November 2019, Kepala Seksi Pemeriksaan dan Penindakan Balai POM di Gorontalo, Musyafar T menjelaskan, pihaknya masih dalam proses evaluasi apabila produk Soman bisa masuk kategori pangan. Ia tidak bisa memastikan apabila target itu bisa tercapai karena masih menunggu keputusan dan rekomendasi dari Badan POM pusat.
"Kalau lancar, harusnya bisa dapat izin secepatnya. Kita tidak mau asal mengeluarkan izin. Ini, kan, mau diekspor. Kalau ada masalah di luar negeri, yang dicari Badan POM," tutur Musyafar.
Bidang medis
Dengan tujuan memperluas penggunaan produk Soman ke bidang medis ke depan, PT HGI juga rencana untuk menjalankan uji praklinik dan klinik, sehingga produk Soman yang kini dikategorikan sebagai jamu bisa dikategorikan menjadi obat herbal terstandar (OHT), bahkan fitofarmaka.
Djoko, dari PT HGI, menyatakan, biaya uji praklinik Rp 250 juta dan uji klinik Rp 400-500 juta. "Visi kita ke depan adalah produk Soman diterima di jalur medis. Dengan minimal OHT, dan kita tertibkan jadi fitofarmaka, produk kita bisa diakui dan diterima dalam penggunaan medis," ujarnya.
Musyafar dari Balai POM menjelaskan, uji praklinik dan klinik itu harus dengan persetujuan dan pengakuan dari Badan POM. Uji praklinik dilakukan terhadap hewan percobaan seperti tikus dan uji klinik terhadap manusia. Beberapa rumah sakit memang sudah menggunakan jamu untuk membantu mengobati pasiennya, namun jaminannya tidak setinggi obat yang melalui uji praklinik dan klinik.
"Kalau sudah dipastikan produksi produk sesuai standar praklinik dan klinik, maka bisa diharapkan produk itu digunakan di bidang medis, sama dengan kualitas obat lainnya. Ada jaminannya karena khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah," kata Musyafar.
Musyafar mengakui, penggunaan obat di rumah sakit cenderung didominasi dengan obat ala Barat atau obat kimia. "Tapi, sekarang mulai ada perubahan paradigma. Banyak dokter mukai menggunakan obat tradisional," ujarnya.