Dukungan warga ibu kota terhadap langkah perluasan sistem ganjil genap cenderung meningkat. Dampak kebijakan Pemprov DKI ini dinilai positif untuk mengurangi kemacetan lalu lintas sekaligus menurunkan emisi polutan.
Oleh
Antonius Purwanto/Litbang Kompas
·4 menit baca
Dukungan warga Ibu Kota terhadap langkah perluasan sistem ganjil-genap cenderung meningkat. Dampak kebijakan Pemprov DKI ini dinilai positif untuk mengurangi kemacetan lalu lintas sekaligus menurunkan emisi polutan.
Mulai 9 September, pemberlakuan sistem ganjil genap diperluas, dari sembilan menjadi 25 ruas jalan. Aturan itu berlaku pada pukul 06.00 hingga 10.00, dan 16.00 hingga 21.00. Pembatasan kendaraan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 155 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap.
Awalnya, kebijakan ganjil-genap diterapkan di ruas jalan protokol bekas kebijakan 3 in 1, yaitu Jalan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin, Jalan Sudirman, Jalan Sisingamangaraja, dan sebagian Jalan Gatot Subroto. Kebijakan ganjil-genap kemudian diperluas pada 2018 untuk menunjang perhelatan Asian Games.
Perluasan kebijakan ganjil-genap tersebut mendapat apresiasi warga Jakarta. Hampir 66 persen responden jajak pendapat Litbang Kompas mendukung perluasan ganjil-genap. Dukungan tersebut juga diberikan oleh hampir 37 persen warga yang terkena imbas kebijakan ganjil-genap.
Apresiasi positif tersebut dipertegas dengan penilaian sekitar 58 persen responden yang menyebutkan perluasan ganjil-genap efektif untuk menekan kemacetan. Penilaian warga tersebut sejalan dengan hasil evaluasi Pemprov DKI. Selama masa uji coba dan pelaksanaan perluasan ganjil-genap, volume kendaraan turun 25,24 persen. Rata-rata kecepatan laju kendaraan juga meningkat dari 25,65 kilometer per jam menjadi 28,16 kilometer per jam. Waktu perjalanan rata-rata dari 16,92 menit menjadi 14,91 menit.
Proporsi responden yang menilai efektif dalam jajak pendapat kali ini cenderung meningkat jika dibandingkan dengan dua hasil survei sebelumnya, yakni pada Juli 2018 (48 persen) dan Agustus 2016 (37 persen). Rasa optimistis itu muncul karena kemacetan dirasakan menurun oleh warga.
Salah satu tujuan pembatasan kendaraan lewat aturan ganjil genap adalah mendorong masyarakat untuk beralih ke transportasi umum. Hal tersebut terwujud. Sekitar 42 persen responden memilih beralih naik angkutan umum sebagai strategi untuk menghadapi kebijakan tersebut. Pilihan angkutan umum dirasakan semakin baik, yakni bisa menggunakan bus Transjakarta, kereta rel listrik (KRL) Commuterline, ataupun moda raya terpadu (MRT).
Belum rfektif
Meski demikian, masih ada sekitar sepertiga responden yang tidak mendukung kebijakan ganjil-genap. Kebijakan tersebut dianggap akan menyulitkan akses aktivitas warga. Hal tersebut dialami oleh sekitar 52,5 persen responden yang terdampak kebijakan pembatasan kendaraan.
Sejumlah 37 persen responden menilai kebijakan tersebut belum efektif. Boleh jadi mereka menganggap perluasan ganjil-genap bukanlah solusi permanen mengatasi kemacetan. Semestinya, pembatasan kendaraan pribadi dibarengi dengan solusi sistemik atas problem transportasi umum di Jakarta. Jika tidak, kemacetan akan tetap terjadi, khususnya di ruas jalan lain, karena masyarakat beralih menggunakan sepeda motor.
Kekhawatiran tersebut ada benarnya. Sebanyak 15 persen responden malahan memilih memakai sepeda motor untuk menghindari aturan ganjil-genap. Sekitar seperempat responden tetap menggunakan mobil pribadi dengan menghindari rute ganjil-genap serta mengatur waktu bepergian dengan berangkat lebih awal dan pulang lebih larut. Sementara transportasi daringdipilih oleh 9 persen responden karena praktis dan cepat.
Mengurangi polutan
Tujuan lain perluasan ganjil-genap adalah mencegah kualitas udara Ibu Kota semakin buruk. Namun, separuh lebih responden pesimistis, perluasan sistem ganjil-genap akan efektif mengurangi polusi udara di Jakarta. Terlebih kebijakan tersebut tidak berlaku bagi pengendara sepeda motor.
Selama sebulan sejak masa percobaan dan pemberlakuan perluasan ganjil-genap, kualitas udara Jakarta berdasarkan www.airvisual.com masih didominasi kondisi tidak sehat untuk kelompok sensitif. Menurut data dari AirVisual Rabu, (25/09/2019) pukul 12.20, Air Quality Index (AQI) Jakarta masih berada di 176 alias kategori tidak sehat.
Dukungan positif warga pada aturan ganjil-genap belumlah cukup, jika belum bisa secara signifikan mengurangi kemacetan dan polusi udara. Dibutuhkan kemauan warga Jabodetabek meninggalkan kendaraan pribadinya dan beralih memakai angkutan umum. Hanya dibutuhkan faktor penarik, yakni transportasi publik yang lebih baik, aman, nyaman, serta tepat waktu.
Jika angkutan umum memadai tersedia, warga yang terdampak ganjil-genap ataupun tidak, akan sukarela beralih menggunakan angkutan umum. Dampak ikutannya, kualitas udara Jakarta akan semakin membaik.