Tidak perlu menunggu lama, Dalilah Muhammad pelari gawang putri Amerika Serikat meraih dua kemenangan dalam empat bulan. Latihan dan kerja keras tidak akan mengkhianati hasil.
Oleh
Korano Nicolash LMS
·4 menit baca
Tidak lebih dari empat bulan Dalilah Muhammad (29) dari Amerika Serikat (AS) mampu memecahkan rekor dunia lari gawang 400 meter (m) putri, hingga dua kali. Dalilah Muhammad meraih kegemilangan keduanya pada Jumat (4/10/2019) malam waktu Doha, Qatar, atau Sabtu (5/10/2019) dini hari WIB. Dia sekaligus memecahkan rekor dunia Kejuaraan Atletik Dunia IAAF 2019 dengan waktu 52,16 detik.
Kegemilangan ini kedua kalinya dia lakukan setelah di Kejuaraan Amerika Serikat, Juli lalu, Dalilah Muhammad mampu memecahkan rekor dunia atas nama Yuliya Pechonkina (41) asal Rusia. Rekor Pechonkina yang dibuat 8 Agustus 2003, di Tula, Rusia tercatat dengan waktu 52,34 detik.
Pesaing Dalilah Muhammad di kejuaraan ini tidak lain adalah rekan senegaranya sendiri yang masih belia, Sydney McLaughlin (20). Hanya McLaughlin yang memaksa Muhammad menempati posisi ketiga pada babak final Liga Berlian IAAF 2019 di Zurich. Itu sebabnya dengan waktu 53,85 detik, McLaughlin-lah yang wajar masuk unggulan nomor satu di Doha.
Bahkan, hanya McLaughlin-lah yang bakal menjadi satu-satunya lawan yang mampu menggagalkan medali emas Muhammad. Ketika bertarung di lintas Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar ini, McLaughlin nyaris mengalahkan Muhammad.
Karena saat melewati gawang ke delapan jaraknya McLaughlin masih sekitar 10 m di belakang Muhammad. Jarak tersebut terpangkas hingga usai gawang ke sembilan. Bagitu pula terus semakin berkurang hingga tinggal setelah langkah saja, ketika bakal mencapai garis finis. Setelah McLaughlin mencapai garis finis dengan waktu 52,23 detik.
Dan memang dengan meraih medali emas Kejuaraan Atletik Dunia IAAF 2019 Doha yang ditandai dengan pemecahan rekor 400 meter gawang putri, membuat nama Muhammad masuk dalam catatan sejarah.
Karena dirinya mampu menjadi atlet putri kedua yang meraih medali Olimpiade sekaligus memecahan rekor dunia lari gawang 400 m putri. Setelah sebelum didahului Sally Gunnell, dari Inggris, pada 1993 di Berlin, Jerman.
Prestasi perempuan yang tumbuh di kawasan Queens, New York, itu tidak lepas dari sentuhan pelatih. Sebelumnya, dia sempat ditangani pelatih Yolanda Demus dan tiga tahun terakhir di bawah asuhan pelatih Lawrence Johnson yang menangani sejumlah pelari gawang di Northridge, California.
Sejak saat itu mulai muncul kesadaran dirinya. Seseorang, menurut dia, seperti yang dikutip Iaaf.org, ”Bakal memenangi Olimpiade 2016, jadi mengapa tidak bisa begitu. Anda bertarung sangat keras pada 2013, jadi mari kita melakukannya untuk itu.”
Hampir empat tahun kemudian, ”Itulah yang telah saya lakukan sejak saat itu.” ”Saya biasa berlari di lingkungan saya dan pelatih pertama melihat saya berlarian dan dia meminta kepada ibu saya agar saya mau bergabung dengan klubnya. Dia pikir aku bisa berlari cepat. Saya bisa mengalahkan semua anak laki-laki,” kisahnya tentang keinginannya untuk maju itu.
Putri pasangan keluarga Muslim asal Jamaika ini, Nadisah dan Askai Muhammad, mengaku kalau dirinya masih belum sempat melihat tayangan ulangan dirinya memecahkan rekor dunia lari gawang 400 meter putri-nya itu. ”Saya tidak ingin menghidupkan kembali momen itu serta menjadikannya sebagai puncak karier saya. Saya sangat senang, tetapi pada akhirnya gelar Kejuaraan Dunia inilah tujuan yang harus saya gapai tahun ini,” tegasnya kepada wartawan, seperti yang juga dikutip Iaaf.org.
Memang setelah mencapai garis finis di Doha, Jumat (4/10/2019) malam itu, Sydney McLaughlin yang berada sedikit di belakangnya pun langsung memeluk Muhammad. ”Sydney selesai dengan istimewa. Saya hanya ingin menggunakan teknik dan kemampuan saya sesuai dengan apa yang saya bisa lakukan. Saya pikir saya pelari yang lebih baik dan hanya ingin menggunakan kecepatan saya dan membuat jarak sejauh mungkin dari lawan, sebisa yang dapat saya kerjakan,” tambahnya.
Muhammad juga mengingatkan akan perlunya kekosongan ketika akan bertarung. ”Saya pikir kadang-kadang kita terlalu memikirkan dan mencoba melakukan segalanya dengan sempurna.” Padahal, lanjutnya, ”Kadang-kadang Anda hanya harus percaya pada apa yang telah Anda lakukan sepanjang tahun. Percaya kepada pelatihan yang akan lakukan. Dan aku benar-benar tidak memikirkan apa pun. Yang ada, ya, lakukan saja.”
Mengevaluasi pertarungannya malam itu, menurut Muhammad, ”Saya pikir saya cukup cepat sejak awal. Terkadang Anda mengatakan kepada diri sendiri untuk mundur sedikit dan menyatakan bahwa Anda terlalu cepat.” ”Tetapi dalam pertarungan malam ini saya tahu tidak ada yang menahannya. Makanya dalam 100 meter terakhir Anda keluar untuk kemudian mencoba bertahan,” katanya.
Tentu dengan melihat keampuan Sydney McLaughlin, yang mampu memperkecil ketertinggalan menjelang finis, membuat Muhammad harus memperbaiki kecepatannya menjelang garis finis. ”Saya benar-benar berpikir saya bisa meningkatkan kecepatan waktu finis.”
Hal tersebut harus dilakukan Dalilah Muhammad kalau tidak ingin medali emas Olimpiade 2016 Rio-nya bisa dipertahankan di Tokyo nanti. Karena hingga saat ini berarti tinggal 10 bulan saja Olimpiade 2020 Tokyo bakal bergulir.
Medali emas Olimpiade, medali emas Kejuaraan Dunia sekaligus rekor dunia saja masih belum menjamin. Karena siapa pun ingin lebih baik daripada yang dicapai insan lainnya. Makanya, jawabannya hanya satu, untuk bisa mempertahankan itu semua, yaitu berlatih keras. Rasanya, ”Tidak ada waktu libur dua minggu bagi saya. Pelatih saya tentu ingin kami terus bekerja sepanjang hari,” demikian Dalilah Muhammad.
Setelah medali perak untuk Sally McLaughlin, medali perunggunya diraih Rushell Clayton dari Jamaika yang menyelesaikan 400 meter gawangnya dengan waktu 53,74 detik.