Pelatih Inter Milan Antonio Conte untuk pertama kalinya akan menghadapi Juventus, tim yang pernah ia besarkan. Ia pun dianggap sebagai pengkhianat oleh para fans tim “Nyonya Besar”.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·3 menit baca
MILAN, SABTU — Juventus akan melawan bayangan masa lalu saat menghadapi Inter Milan pada laga Liga Italia di Stadion Giuseppe Meazza, Milan, Senin (7/10/2019) pukul 01.45 WIB. Kemajuan pesat Inter di bawah pelatih Antonio Conte musim ini mirip seperti yang pernah dilakukan pelatih bertangan dingin itu terhadap Juventus pada musim 2011-2012.
Delapan tahun silam, Conte ditunjuk untuk melatih Juve yang sedang berupaya bangkit setelah tersangkut kasus Calciopoli, sebutan untuk skandal pengaturan skor pada 2006. Kehadiran Conte ini menjadi awal dominasi Juve sebagai juara Serie A yang berlanjut hingga musim 2018-2019.
Presiden Juve Andrea Agnelli pada waktu itu meyakini Conte sebagai sosok yang paling tepat untuk mengubah masa depan tim. ”Kami ingin berhasil dan kami ingin melakukannya bersama Conte. Dia adalah keping pertama puzzle yang menuntun ke jalur kemenangan,” kata Agnelli seperti dikutip The Independent pada 2011.
Intuisi Agnelli itu langsung membuahkan hasil nyata. Conte mampu membawa Juve sebagai tim yang tak terkalahkan pada musim pertamanya itu dan mempersembahkan trofi Serie A. Pelatih kelahiran Lecce itu terus mempersembahkan tiga trofi Serie A hingga hengkang pada 2014. Meski posisinya digantikan Massimiliano Allegri, Juve telah memiliki dasar yang kuat untuk menguasai puncak klasemen Serie A.
Conte pada musim ini kembali ke Italia dan berlabuh ke Inter, yang merupakan rival berat Juventus. Keputusannya membuat fans Juve marah dan membuat petisi yang menuntut klub untuk mencopot plakat yang didedikasikan pada Conte di Stadion Allianz Turin, kandang Juve.
Plakat itu berbentuk bintang dan bertuliskan nama Conte di atasnya. Sebagai mantan pemain dan pelatih yang sukses di tim ”Nyonya Besar”, Conte layak mendapatkan penghargaan itu. Namun, fans Juve saat ini menganggap Conte pengkhianat, dan sebanyak 15.000 fans mendatangani petisi itu. Meski demikian, Agnelli menolak untuk mencopot plakat itu.
”Mereka bukanlah fans sejati. Lagipula ini adalah olahraga yang seharusnya mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan. Ini olahraga, bukan perang,” kata Conte seperti dikutip Football-Italia. Ia hanya ingin para penggemar sepak bola bisa menikmati laga berkualitas antara dua tim yang saat ini berada di puncak klasemen sementara.
Penentuan
Kehadiran Conte di Inter membuat duel Inter dan Juve yang kerap disebut laga derby d’Italia atau derbi Italia pada musim ini menjadi laga yang paling dinanti. Tiket menonton laga sudah habis terjual dan stadion akan dipadati 76.000 penonton. Publik antusias untuk melihat Conte berupaya menghentikan dominasi Juve yang ia bangun sejak delapan tahun silam.
Laga ini lebih dari sekadar derbi karena dianggap sebagai penentuan scudetto atau gelar juara Serie A. Siapa yang menang otomatis akan menjadi kandidat kuat juara. Apabila Inter berhasil mengalahkan Juve pada laga ini, mereka akan semakin kokoh di puncak klasemen sementara dengan 21 poin, atau meninggalkan Juve sejauh lima poin.
Namun, Conte maupun Pelatih Juventus Maurizio Sarri menepis predikat yang berlebihan itu. ”Laga ini tidak bisa dikatakan sebagai laga perebutan gelar juara. Masih terlalu dini karena masih akan ada 31 laga lagi,” kata Sarri.
Laga kontra Inter, kata Sarri, juga bukan laga pribadi antara dirinya dengan Conte. Sarri mengakui Conte merupakan pelatih hebat dan telah membuktikannya di Juventus maupun di Chelsea. ”Namun, kalau Anda melihat laga besok sebagai laga Sarri vs Conte, bukan Inter vs Juve, maka saya tidak bisa memahami Anda,” ujarnya.
Namun, Sarri perlu waspada karena Conte-lah yang bisa membuat perubahan drastis di tubuh Inter musim ini. Setelah tampil sebagai tim yang inkonsisten di bawah asuhan pelatih Luciano Spalletti musim lalu, Inter selalu menang dalam enam laga pertama Serie A. Tim ”Nerazzurri” baru kalah satu kali saat melawan Barcelona pada laga Liga Champions.
Conte biasanya meraih gelar juara pada musim pertamanya seperti saat di Juve dan Chelsea. Sarri punya misi menghancurkan tradisi itu dan mencegah bayangan masa lalu itu melemahkan timnya. (AFP)