Kesadaran Masyarakat untuk Melaporkan Benda Bersejarah Rendah
Kesadaran masyarakat untuk melaporkan hasil temuan benda bersejarah masih sangat rendah. Hal ini dikhawatirkan dapat menggerus potensi benda bersejarah yang ada di Sumatera Selatan,
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS –Kesadaran masyarakat untuk melaporkan hasil temuan benda bersejarah masih sangat rendah. Hal ini dikhawatirkan dapat menggerus potensi benda bersejarah yang ada di Sumatera Selatan termasuk merusak alur sejarah yang telah dibuat oleh para peneliti.
Aktivitas perburuan harta karun di Sungai Musi dan Pesisir Timur Sumatera Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan terus berlangsung. Dikhawatirkan perburuan menghilangkan alur sejarah terutama di kawasan yang sudah diteliti. "Dengan perburuan ini akan menyulitkan peneliti arkeologi menyusun alur sejarah yang ada di sebuah situs,"kata Arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan Retno Purwanti, Minggu (6/10/2019).
Retno mengatakan, perburuan harta karun biasanya akan terus berpindah tergantung dari banyak atau tidaknya penemuan di sebuah lokasi. Untuk di kawasan Pesisir Timur, katanya, pemburu harta karun menyisir kawasan Cengal dan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, karena peninggalan sejarah di kawasan Karang Tengah dan Lampung sudah mulai habis.
Dengan perburuan ini akan menyulitkan peneliti arkeologi menyusun alur sejarah yang ada di sebuah situs
Jika temuan tidak dilaporkan, ungkap Retno akan merusak alur sejarah yang tengah disusun oleh peneliti. "Biasanya, pemburu harta karun hanya mencari barang-barang yang bernilai ekonomis saja, sementara penemuan yang dinilai tidak mendatangkan keuntungan akan dibuang,"katanya.
Baca juga; Koin Emas Zaman Sriwijaya Ditemukan di Lahan Gambut
Untuk di kawasan Pesisir Timur Sumatera misalnya, pemburu mengincar sejumlah perhiasan, dan logam mulia seperti emas manik-manik, dan keramik masa lalu. Sedangkan gerabah dari tanah liat atau perahu kayu tidak akan dijual. "Banyak pecahan gerabah atau kayu kapal dibuang begitu saja, padahal benda itu pasti memiliki nilai sejarah yang menggambarkan peradaban di masa lalu," katanya.
Retno berharap agar masyarakat dan pemerintah daerah melakukan sejumlah upaya agar semua penemuan dapat dilaporkan sehingga keberadaannya tidak hilang atau bahkan diklaim negara lain.
Kesadaran Warga
Retno mengatakan, kesadaran masyarakat di Sumsel untuk melaporkan benda sejarah yang mereka temukan masih sangat minim. Berbeda dengan masyarakat Jambi yang kesadaran untuk melaporkan penemuanya sudah cukup tinggi. “Kita lihat museum yang ada di Jambi banyak tinggalan yang terbuat dari emas, di Sumsel sangat jarang atau bahkan tidak ada,” katanya.
Ketua Komunitas Pecinta Antik Kebudayaan Sriwijaya (KOMPAKS) Hirmeyudi justru berkata sebaliknya. Menurutnya, sebenarnya para kolektor maupun pencari harta karun di Sumsel sudah mulai terbuka untuk melaporkan semua hasil temuannya. “Hanya saja , peran pemerintah untuk jemput bola dan mendata hasil temuan di lapangan masih sangat minim,” katanya.
Di sisi lain, jika penemu atau kolektor melaporkan hal ini di kantor pemerintahan, mekanismenya sangat bertele-tele. Hal inilah yang membuat banyak penemu peninggalan bersejarah enggan melaporkan hasil temuannya kepada pemerintah.
Padahal peran masyarakat untuk menemukan benda bersejarah cukup tinggi.“Selama ini, warga lah yang banyak menemukan peninggalan sejarah,” kata Hirmeyudi. Seharusnya, masyarakat diberikan kemudahan untuk membuat laporan peninggalan bukan malah dipersulit.
Baca juga; Prasasti Kutukan pada Zaman Sriwijaya Bertambah
Banyak kolektor yang sudah memiliki hubungan baik dengan para peneliti luar negeri untuk mengidentifikasi hasil temuan mereka. “Referensi buku luar negeri terkait benda bersejarah juga sudah banyak beredar sehingga memudahkan kolektor menilai benda yang ditemukan tersebut,” katanya.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi Iskandar mengatakan, minggu depan pihaknya akan menerjunkan tim untuk meneliti dan memeriksa aktivitas perburuan harta karun di kawasan pesisir timur Sumatera di Sumsel. “Setelah pemeriksaan akan diputuskan tindakan apa yang bisa diberlakukan,” kata Iskandar.
Kepala Seksi Permuseuman dan Bangunan Bersejarah Dinas Kebudayaan Kota Palembang Nyimas Ulfa menerangkan, dengan keterbatasan sumber daya manusia, sangat sulit untuk mendata benda bersejarah secara perorangan."Sebenarnya, masyarakat dapat mendaftarkan hasil temuannya secara daring melalui Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya tanpa harus mendatangi kantor," kata Ulfa.
Untuk itu, sejak tiga tahun lalu, pemerintah terus melakukan sosialisasi kepada kelompok penyelam tokoh masyarakat untuk tidak sungkan melaporakan penemuannya.
Selain upaya sosialisasi, ungkap Ulfa, pihaknya sudah membuat naskah akademis untuk pembuatan rancangan peraturan daerah (Raperda) sebagai peraturan turunan dari Undang Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010. Raperda ini juga mengatur soal kekayaan cagar budaya di bawah air termasuk di antaranya di kawasan sungai, danau, dan rawa.
“Dengan demikian, pemerintah memiliki petunjuk teknis untuk mendata benda bersejarah yang ditemukan masyarakat,” ungkapnya.
Di Raperda tersebut juga diatur mengenai keuntungan apa saja yang diperoleh masyarakat ketika melaporkan temuan sejarah. Misalnya adanya kompensasi yang diberikan. “Saya harap tahun depan Raperda ini sudah selesai disusun untuk kemudian dikaji menjadi Perda,” kata dia.
Pemerintah juga akan membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dimana enam orang sudah diajukan mengikuti sertifikasi TACB dan sudah dinyatakan lulus. “Ini menambah tiga orang yang sudah masuk dalam TACB Kota Palembang. Dengan begitu penerbitan rekomendasi benda terduga cagar budaya akan lebih cepat diselesaikan.
Hingga saat ini, lanjut Ulfa, ada 464 benda terduga cagar budaya, yang terdaftar di Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya. "Laporan dugaan benda cagar budaya itu tidak hanya datang dari sisi pemerintah tetapi juga ada yang dari kalangan masyarakat umum," katanya.