Komnas HAM Akan Klarifikasi Kematian Maulana Suryadi
Kematian juru parkir Maulana Suryadi saat demonstrasi masih menyisakan pertanyaan. Meski polisi dan keluarga menyatakan dia meninggal karena sesak napas, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berencana mendalami kasus ini.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan mengklarifikasi penyebab kematian juru parkir bernama Maulana Suryadi (23) saat terjadi unjuk rasa yang berakhir ricuh pada 25 September lalu. Komnas HAM akan bertemu pihak keluarga dan kepolisian guna mengetahui peristiwa itu.
Polisi menangkap Maulana saat terjadi bentrokan di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Setelah itu, Maulana tidak sadarkan diri dan meninggal diduga akibat sesak napas. Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan komnas HAM, Amiruddin, mengatakan, Komnas HAM akan segera mendalami kasus kematian Maulana.
”Kami akan mengklarifikasi kepada pihak penegak hukum, yaitu polisi, tentang persisnya apa yang terjadi pada Maulana. Kami juga akan menemui keluarga korban atau keluarga bisa datang ke Komnas HAM,” ucap Amiruddin di Jakarta, Minggu (6/10/2019).
Komnas HAM menyesalkan jatuhnya korban jiwa dalam penyampaian pendapat di muka umum itu. Padahal, kebebasan menyampaikan pendapat setiap warga negara harus dihormati dan difasilitasi oleh aparatur negara. ”Dalam menyatakan pendapat perlu memperhatikan aturan yang ada dan tidak bertindak anarkitiss dan merusak,” katanya.
Sementara Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti menyarankan keluarga korban untuk melaporkan kematian korban ke Divisi Pengamanan dan Profesi Polri selaku pengawas internal.
”Jika ada dugaan tindak pidana, akan dapat ditindaklanjuti oleh satuan terkait (Reskrim). Kemudian dapat mengajukan permintaan otopsi jenazah guna mengetahui apakah benar kematian Maulana akibat penyakit atau akibat tindak kekerasan,” kata Poengky.
Wajar
Kepolisian memastikan bahwa Maulana tidak mengalami kekerasan ketika ditangkap. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, ibu kandung Maulana, yaitu Maspupah, sudah mendatangi RS Polri Kramatjati untuk melihat jenazah anaknya.
”Jadi, yang bersangkutan tidak melihat ada lebam ataupun benda keras. Ibunya sudah mengecek sendiri. Ibunya juga membuat surat pernyataan di atas meterai Rp 6.000 yang menyatakan almarhum memang punya riwayat penyakit sesak napas,” kata Argo.
Argo menambahkan, ibu kandungnya menolak dilakukan otopsi terhadap jenazah Maulana. Pihak Polri juga memberikan uang senilai Rp 10 juta kepada keluarga korban. ”Kalau memberikan uang dukacita boleh, kan,” ujarnya.
Tim Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto, Kramat Jati, tidak menemukan bercak darah selama menangani jasad Maulana. Kepala Instalasi Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto Komisaris Besar Edi Purnomo mengatakan, tidak ada tanda kekerasan pada tubuh korban saat diterima di kamar mayat. ”Tidak ada tanda kekerasan pada tubuh. Juga tidak ada jejak kekerasan seperti darah,” ucap Edi.
Edi menambahkan, penyebab kematian Maulana adalah penyakit sesak napas. Hal itu diperkuat keterangan keluarga bahwa ia punya riwayat penyakit sesak napas. Akan tetapi, keluarga tidak menjawab sesak napas itu penyakit tuberkulosis atau asma.