Setelah menanti hampir dua dekade, para pebulu tangkis yunior Indonesia berhasil menjadi juara dunia beregu campuran yunior. Mereka mengalhakan China dan membawa pulang Piala Suhandinata.
Oleh
Yulia Sapthiani
·3 menit baca
KAZAN, SABTU — Piala Suhandinata, lambang juara dunia bulu tangkis beregu campuran yunior yang berasal dari nama tokoh bulu tangkis Indonesia, Suharso Suhandinata, untuk pertama kalinya akan kembali ke Tanah Air. Pemain muda Indonesia membawa pulang piala itu setelah dalam final di Kazan, Rusia, mengalahkan China, 3-1.
Dalam laga di Kazan Gymnastic Center, Sabtu (5/10/2019), yang diwarnai drama pada tunggal putra, Indonesia mengalahkan China, 3-1. Ini menjadi gelar pertama bagi Indonesia dari kejuaraan untuk pemain berusia di bawah 19 tahun tersebut.
Kejuaraan yang dimulai pada 2000 ini semula berlangsung dua tahunan hingga 2006, lalu menjadi setiap tahun sejak 2007. Piala Suhandinata diresmikan pada 2008 dan mulai diperebutkan pada 2009.
Suharso Suhandinata adalah tokoh penting bulu tangkis Indonesia dan dunia. Bersama tokoh bulu tangkis lainnya, Dick Sudirman—namanya diabadikan dalam Piala Sudirman—Suhandinata berperan menyatukan Federasi Bulu Tangkis Internasional (IBF) dan Federasi Bulu Tangkis Dunia (WBF) pada 1981.
Namun, Indonesia belum pernah membawa pulang piala tersebut. Dari 16 penyelenggaraan pada 2000-2018, China 13 kali juara, termasuk pada 2014-2018. Tim lain yang pernah juara adalah Korea Selatan (2006 dan 2013) dan Malaysia (2011). Adapun hasil terbaik Indonesia sebelumnya adalah tampil di final pada 2013-2015.
Strategi
Kemenangan Indonesia dibuka oleh ganda campuran Daniel Marthin/Indah Cahya Sari Jamil yang mengalahkan Feng Yan Zhe/Lin Fang Ling 21-18, 18-21, 21-11. Ini menjadi kemenangan kedua Daniel/Indah dalam kejuaraan ini setelah sehari sebelumnya menentukan langkah ”Merah Putih” ke final dengan mengalahkan Thailand, 3-2.
Mereka melakukan tugas dengan baik pada babak penting meski jarang berpasangan. Statistik Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) memperlihatkan, Indah, yang biasanya berpasangan dengan Leo Rolly Carnando, hanya tampil dalam enam pertandingan bersama Daniel pada 2018. Penampilan di dua turnamen itu menghasilkan tiga kemenangan dan tiga kekalahan.
Namun, dengan alasan demi taktik, seperti disampaikan pelatih ganda campuran pelatnas pratama, Vita Marissa, tim Indonesia tak memasangkan Indah dengan Leo, melainkan dengan Daniel. ”Demi taktik, karena lawan sudah tau permainan Leo/Indah,” kata Vita yang mendampingi pemain ganda campuran di Kazan.
Melawan Feng/Lin, misalnya, Leo/Indah unggul, 3-1. Namun, persaingan di antara mereka semakin ketat dari pertandingan ke pertandingan. Terakhir, Leo/Indah menang atas Feng/Lin dalam Kejuaraan Asia Yunior 2019, Juli, dengan skor 16-21, 22-20, 22-20.
Putri Kusuma Wardani, yang tampil pada laga kedua, memperbesar keunggulan Indonesia yang mendapat dukungan nyanyian sepanjang laga dari penduduk Indonesia yang tinggal di Rusia. Putri mengalahkan Zhou Meng 21-18, 20-22, 21-14 dalam laga selama 1 jam 11 menit.
”Ada rasa tegang, saya tidak mau mengulang kesalahan waktu lawan Thailand. Saya sudah unggul tapi akhirnya kalah dan enggak bisa ngasih poin buat tim,” ujar Putri, dalam laman resmi PP PBSI. Sehari sebelumnya, Putri dikalahkan pemain nomor satu dunia, Chaiwan Phittayaporn, 22-24, 16-21.
Indonesia seharusnya bisa menang 3-0 ketika Bobby Setiabudi mendapat empat match point, 20-16 pada gim ketiga saat melawan Liu Liang. Pendukung Indonesia telah bersiap merayakan dengan turun ke bagian tribune paling bawah, mendekati lapangan.
Namun, Bobby yang berperingkat kedelapan dunia dikalahkan pemain berusia 16 tahun peringkat kelima dunia itu, 17-21, 21-17, 20-22. Dua poin di antaranya hilang karena pengamatannya yang tak jeli. Dia membiarkan, kok, jatuh ke arah belakang, padahal masih berada di dalam lapangan.
Kemenangan Indonesia akhirnya ditentukan oleh ganda putri nomor satu yunior Febriana Dwipuji Kusuma/Putri Syaikah, yang mengalahkan Li Yi Jing/Tan Ning, 16-21, 25-23, 21-13. Untuk pertama kalinya, Suhandinata pun pulang ke Indonesia.