BAB Sembarangan, DKI Siapkan Rp 166 Miliar untuk Bangun Tangki Septik
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan dana Rp 166,2 miliar untuk membangun tangki septik. Pembangunan itu untuk mengatasi permasalahan warga yang masih buang air besar sembarangan.
Persoalan buang air besar (BAB) sembarangan atau juga singkat BABS menjadi perhatian serius karena menyangkut sanitasi lingkungan dan kesehatan warga, secara khusus yang tinggal bantaran kali Jakarta.
Rencana pembangunan tangki septik masuk dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2020. Dinas Sumber Daya Air (SDA) menganggarkan program tersebut sebesar Rp 166,2 miliar.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Juaini Yusuf di Jakarta, Senin (7/10/2019), mengatakan, pembangunan sistem pengelolaan air limbah domestik akan dilakukan di 30 lokasi, yang tersebar di Jakarta Barat dan Jakarta Utara.
"Terutama di daerah-daerah mungkin yang kemarin-kemarin buangannya langsung ke kali. Di situ yang kami utamakan supaya mereka enggak buang air limbahnya itu ke kali. Kami akan buatkan itu (tangki septik) komunal," kata Juaini.
Saat ini, Dinas SDA sudah mulai memasukkan vendor-vendor yang memproduksi alat-alat tangki septik komunal itu ke dalam katalog. Dengan demikian, tahun berikutnya, proses lelang tak dibutuhkan lagi.
"Jadi pas awal tahun, kami sudah bisa langsung tunjuk. Mau posisi di mana nih untuk yang kecil, sedang, maupun yang besar, sambil kita menyesuaikan kondisi di lapangan," kata Juaini.
Menurut Juaini, pembangunan tangki septik komunal ini harus segera karena menyangkut sanitasi lingkungan dan kesehatan warga. Bahkan, dengan mereka masih BAB sembarangan bisa menjadi sumber penyakit bagi warga lain.
Baca juga: BAB Sembarangan, Isu Besar di Jabodetabek
"Istilahnya sumber penyakit, kan buang air limbahnya ke kali karena sebagian besar juga banyak penduduk kita masih memanfaatkan air kali sebagai air baku juga untuk mandi, cuci, segala macam. Nah, itulah yang nanti kami harus sosialisasikan ke mereka. Kami harus tanamkan pola hidup sehat," ucap Juaini.
Selain dari Dinas SDA, dalam dokumen KUA PPAS 2020, DKI juga mengalokasikan belanja subsidi sebesar Rp 10 miliar untuk rehabilitasi tangki septik. Subsidi yang diberikan kepada Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah DKI Jakarta itu untuk meningkatkan penyelenggaraan layanan bagi masyarakat atau public service obligation (PSO).
Toilet umum
Kebiasaan warga BABS terjadi lantaran tidak tersedianya toilet di setiap rumah. Warga pun beramai-ramai menggunakan toilet umum. Saluran toilet umum itu langsung mengalir ke kali.
Pantauan Kompas di Jakarta Barat dan Jakarta Utara menunjukkan hal itu. Sebagian warga Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, masih bergantung pada toilet umum.
Eneng (35), warga RT 006 RW 007 mengaku terbiasa buang air kecil dan mencuci di toilet umum terdekat karena saluran air rumah yang kerap mati. Tidak hanya dia, biasanya ada belasan warga yang juga memanfaatkan sarana itu.
Baca juga: Toilet Umum? Ih, Jorok
Kondisi serupa juga ditemukan di RT 015 RW 007. Ketua RT 015 RW 007 Sitanggang mengatakan, sedikitnya ada sekitar 20 warga yang masih bergantung pada toilet umum. Padahal saluran pembuangan toilet itu langsung menuju ke kali terdekat sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
Sementara di Kampung Nelayan Clincing, Kecamatan Clincing, Jakarta Utara, saluran dari toliet langsung mengalir ke sungai. Padahal, sungai itu menjadi tempat nelayan menyandarkan kapal-kapalnya.
Tarsim (70) warga lain menambahkan, ia bersama keluarganya tidak memiliki toilet. Selama ini, untuk buang hajat mereka memanfaatkan toilet umum yang ada di kompleks itu.
"Enggak mungkin buat toilet. Lahan di sini sempit. Saya mau rehab rumah saja tidak bisa, apalagi bangun toilet. Jadi terpaksa numpang di toilet umum. Satu kali pakai bayar Rp 2.000," ucap Tarsim.
Perpipaan
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali mengatakan, baru 4,2 persen rumah di Jakarta yang terlayani sistem pembuangan limbah domestik melalui perpipaan. Selanjutnya limbah itu diolah di waduk Setiabudi dan kawasan pengolahan lain.
Adapun banguan tinggi seperti perkantoran, hotel, dan apartemen telah memiliki instalasi pengolahan limbah sendiri. Sementara kawasan perumahan memiliki tangki septik untuk menampung limbah.
"Sebagian permukiman padat sudah menggunkan tangki septik komunal. Sementara sisanya membuang hajat langsung kali," kata Firdaus.
Padahal, limbah domestik di ibu kota seharusnya sudah terhubung dengan sistem perpipaan. Kemudian pipa itu langsung menyalurkan limbah dari rumah dan bangunan lain ke instalasi pengolahan limbah.
Baca juga: Olah Limbah, Solusi untuk Teluk Jakarta
Menurut Firdaus, sistem perpipaan itu masuk dalam Proyek Jakarta Sewerage System. Sebuah program untuk mengatasi limbah di Jakarta. Konsepnya, membangun instalasi pengolahan air limbah yang terpusat di setiap zona. Tujuannya memastikan air limbah domestik diolah di sistem komunal lalu hasil olahan dibuang sehingga tidak mencemari air.
"Perumahan memang sudah gunakan tangki septik, tetapi desainnya belum tentu baik. Jarak dengan sumur pun kurang dari 10 meter. Akibatnya air tanah dangkal terkontaminasi bakteri ecoli," ucap Firdaus.(NIKOLAUS HARBOWO/ADITYA DIVERANTA/STEFANUS ATO)