Biaya Politik Tinggi Terus Memunculkan Koruptor
JAKARTA, KOMPAS – Penetapan Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menambah deretan panjang kepala daerah yang tersandung korupsi.
Biaya politik tinggi masih disinyalir menjadi salah satu penyebab dari korupsi kepala daerah. Untuk itu, diperlukan reformasi pendanaan partai politik menjadi lebih transparan dan akuntabel.
“KPK sangat prihatin dan miris harus mengawali pekan ini dengan informasi kegiatan tangkap tangan terhadap Bupati Lampung Utara. Bupati ini menjadi kepala daerah yang ke-47 yang ditangkap KPK dan kepala daerah yang ke-119 yang ditangani KPK sampai saat ini,” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan, di Jakarta, Senin (7/10/2019).
Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK menyita Rp 728 juta. Basaria menyampaikan, Agung yang berasal dari Partai Nasdem diduga menerima suap terkait proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan Lampung Utara. Agung diduga menerima suap dari Chandra Safari dan Hendra Wijaya Saleh selaku pengusaha yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Tiga tersangka lain yang diduga sebagai penerima, yaitu orang kepercayaan Agung, Raden Syahril; Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara, Syahbuddin; dan Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara, Wan Hendri.
Dari berbagai proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan, Agung diduga menerima suap masing-masing sebesar Rp 1 miliar dan Rp 240 juta. Total penerimaan suap yang dijanjikan akan diterima Agung mencapai Rp 1,24 miliar.
Penerimaan suap di Dinas PUPR terkait dengan 10 proyek sejak 2017. Sementara di Dinas Perdagangan, terdapat 3 proyek, yaitu pembangunan pasar tradisional Desa Comook Sinar Jaya Kecamatan Muara Sungkai Rp 1,073 miliar, pembangunan pasar tradisional Desa Karangsari Kecamatan Muara Sungkai Rp 1,3 miliar, dan konstruksi fisik pembangunan Pasar Rakyat Tata Karya (DAK) Rp 3,6 miliar.
“Bagi kepala daerah lainnya di seluruh Indonesia, KPK mengimbau agar tidak khawatir mengambil keputusan secara benar sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak ada embel-embel suap, fee atau sejenisnya. Kepala daerah tidak perlu takut jika memang tidak korup,” kata Basaria.
Kementerian Dalam Negeri menjamin penyelenggaraan pemerintahan di Lampung Utara tetap berjalan. Kapuspen Kemendagri yang juga Pelaksana Tugas Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar, mengatakan, ia tetap menghormati proses hukum dan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat Johnny G Plate menyatakan, Agung sudah mengundurkan diri sebagai anggota maupun pengurus kepartaian. Nasdem sudah berusaha maksimal dalam merekrut dan mendidik para kader, setengah dari biaya politik kader pun dibebaskan karena tidak ada mahar dan janji jabatan.
Johnny menilai, perlu kerja sama antara partai politik dengan KPK, yaitu dengan menginfokan jika ada indikasi korupsi dari para kepala daerah. Namun, selama ini belum ada kepercayaan untuk bekerja sama.
“Harus ada kepercayaan, yang ada saat ini adalah saling terkejut. KPK terkejut kepala daerah masih korupsi, partai politik pun terkejut kok masih ada yang terkena OTT KPK,” katanya.
Data Anti-Corruption Clearing House menunjukkan, walikota dan bupati beserta wakil yang menjadi tersangka korupsi terus meningkat setiap tahunnya, dari 9 orang (2016), 13 orang (2017), hingga 30 orang (2018). Total sepanjang 2004-2018, ada sebanyak 101 walikota dan bupati yang menjadi tersangka korupsi.
Biaya politik tinggi
Pengamat Politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi menyampaikan, sumber korupsi (penyalahgunaan kekuasaan) berasal dari rusaknya tatanan dan manajemen kekuasaan di parpol yang dilakukan dengan politik uang. Keadaan ini diperparah dengan sistem keuangan partai politik yang tidak transparan dan akuntabel.
“Orang yang mau berkuasa di Indonesia itu harus memiliki banyak uang agar bisa mendanai proses menjadi pejabat negara. Ini yang membebani kader-kader karena harus bisa mengumpulkan uang,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng pun menyatakan untuk menjadi walikota atau bupati, setidaknya kader harus memiliki Rp 5 miliar. Untuk menjadi gubernur, butuh sekitar Rp 20 miliar, kecuali orang tersebut adalah petahana yang memang dikenal baik oleh masyarakat.
Sementara gaji pokok kepala daerah, untuk bupati berkisar Rp 5 juta per bulan, artinya sekitar Rp 300 juta selama 5 tahun menjabat. “Memang enggak logis angka segitu kalau mikirnya gaji. Tapi apakah menjadi kepala daerah itu untuk mengejar materi?,” kata Endi.
Terkait dengan Agung, berdasarkan data KPK, total harta kekayaan Agung yang dilaporkan pada 2 April 2019, yaitu sejumlah Rp 2,37 miliar. Terdiri dari tanah dan bangunan Rp 1,1 miliar, alat transportasi dan mesin Rp 557 juta, harta bergerak lainnya Rp 307,5 juta, serta kas dan setara kas Rp Rp 400,7 juta.
Endi menilai, dengan kekayaannya, maka patut diduga kemungkinan Agung melakukan korupsi saat menjabat memang besar. Terlebih, Lampung menjadi satu dari empat pusat korupsi di Indonesia, dengan pendekatan OTT, lainnya yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara.
“Wilayah Lampung ini memang menjadi perhatian dari KPK tetapi jebol juga. Artinya penindakan masih menjadi sangat penting untuk mengungkapkan hal-hal yang terjadi,” kata Endi.
Sementara untuk pencegahan, keterlibatan pemerintah pusat menjadi sangat penting. Bukan untuk sentralisasi, namun lebih kepada pengawasan khususnya di sektor krusial, yaitu infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Reformasi pendanaan
Menurut Endi, untuk mereformasi partai politik, maka diperlukan reformasi pendanaan. Sebab, sumber pendanaan partai politik selama ini masih mengandalkan sumbangan kader yang menyebabkan terjadinya persaingan sumbangan, bukan persaingan kompetensi.
“Pendanaan partai politik harus berasal dari negara yang disertakan setidaknya dua syarat, yaitu dari proses kaderisasi pencalonan di partai politik harus berbasis pada kompetensi, bukan kemampuan setor duit. Kemudian harus ada transparansi dan akuntabilitas lewat audit keuangan,” ujarnya.
Senada dengan itu, Kristiadi menyampaikan, melalui pendanaan dari negara maka instrumen pengawasan negara dapat masuk, misalnya Badan Pemeriksa Keuangan. Dengan begitu, akan ada sistem yang mengontrol keuangan partai politik.
Pertarungan politik pun bukan lagi soal pertarungan atau kompetisi saling mengumpulkan uang untuk menyogok masyarakat tetapi karena mempunyai empati kepada masyarakat. Sebab, suara rakyat itu penting sekali.
“Tindakan paling signifikan dalam partai politik itu karena suara rakyat merupakan mandat, bukan noise tapi voice. Sebab, kalau kita memilih orang untuk menjadi kepala daerah, artinya kita memiliki harapan dan ekspektasi terhadap orang tersebut,” ujar Kristiadi.
https://youtu.be/nq673GO1UJY