Fraksi-fraksi yakin jika kursi ketua komisi atau badan yang strategis dikuasai, bisa berimbas ke elektabilitas partai di Pemilu 2024. Ketua DPR meminta pembagian jatah kursi pimpinan secara proporsional.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG dan KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Fraksi-fraksi partai politik mengincar kursi ketua di sejumlah komisi atau badan yang strategis di DPR. Fraksi yakin, dengan menguasai kursi ketua bisa berimbas pada raihan suara partai di Pemilu 2024.
Salah satunya Fraksi PDI-P. Sekretaris Fraksi PDI-P di DPR Bambang Wuryanto, di Jakarta, Senin (7/10/2019), mengatakan fraksinya mengejar kursi ketua di setidaknya empat komisi. Keempat komisi itu, komisi yang membidangi hukum dan komisi yang membidangi pertanian, maritim, dan kehutanan. Selain itu, komisi yang membidangi sosial, agama, pemberdayaan perempuan dan anak serta komisi yang membidangi pendidikan dan olahraga.
Pada DPR periode sebelumnya, 2014-2019, komisi yang membidangi empat tugas pokok tersebut adalah Komisi III, IV, VIII, dan X.
Bambang berdalih kursi ketua keempat komisi diincar oleh PDI-P karena tugas pokoknya menyentuh langsung kepentingan publik. Dengan demikian, jika anggota DPR dari PDI-P duduk di kursi ketua, dan anggota tersebut berhasil menunaikan tugasnya dengan baik selama menjabat, efeknya diyakini bisa positif ke suara partai pada Pemilu 2024.
Apalagi, dalam program Nawacita jilid II, yang akan direalisasikan Presiden-Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo-Ma\'ruf Amin, peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi prioritas. Berkaitan dengan itu, PDI-P punya tanggung jawab untuk mengawalnya, salah satunya mengawal kerja dari Kementerian Pendidikan yang pada DPR periode 2014-2019 menjadi mitra kerja Komisi X.
"Jika kita bicara pada basis elektoral 2024, maka kekuatan itu ada di kementerian yang menjadi fokus pemerintah nantinya. Masing-masing komisi yang membidangi kementerian itu tentunya akan menjadi favorit PDI-P," ucapnya.
Jika mengacu pada asas proporsionalitas atau penentuan jatah kursi pimpinan AKD mengacu pada jumlah anggota dari setiap fraksi partai, Bambang menyebut PDI-P berhak memperoleh 4 kursi ketua dan 14 kursi wakil ketua di AKD.
Fraksi merahasiakan
Tidak hanya PDI-P, menurut Bambang, fraksi partai politik lain pun mengejar kursi ketua dari komisi atau badan strategis di DPR. Alasannya tak jauh berbeda dengan PDI-P, karena mereka pun yakin jika kursi ketua bisa direbut, kelak dapat berefek positif pada raihan suara partai di 2024.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Aziz Syamsuddin secara terpisah, tidak menampik Gerindra dan Golkar juga mengincar kursi ketua di alat kelengkapan DPR (AKD). Ini khususnya AKD yang strategis. Namun mereka merahasiakan komisi atau badan di DPR yang disebut strategis tersebut.
"Kami masih melakukan musyawarah internal dalam fraksi. Nanti akan kami umumkan pada waktunya," ujar Aziz.
Hal senada diungkapkan oleh Dasco. "Internal fraksi masih membicarakan hal itu. Namun, kami tidak menutup adanya lobi-lobi antar fraksi dan kemungkinan adanya tukar menukar posisi lewat proses musyawarah nantinya," katanya.
Jika penentuan jatah kursi pimpinan AKD mengacu pada jumlah anggota dari setiap fraksi partai politik, Dasco mengklaim Gerindra berhak memperoleh dua kursi ketua dan sembilan kursi wakil ketua. Adapun Aziz menolak menyebutkan jumlah kursi pimpinan AKD yang seharusnya bisa diperoleh oleh Golkar.
Hasil Pemilu 2019, PDI-P sebagai partai pemenang pemilu memperoleh kursi terbanyak, yaitu 128 kursi anggota DPR. Golkar di urutan kedua, meraih 85 kursi. Sementara Gerindra di urutan ketiga, meraih 78 kursi.
Ketua DPR dari Fraksi PDI-P Puan Maharani meminta agar dalam pembahasan jatah kursi pimpinan AKD untuk setiap fraksi mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Pasal 427E ayat 1b UU Nomor 2/2018 menyebutkan, pimpinan AKD ditetapkan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
"Jangan sampai ada keributan dalam proses pembagian posisi AKD. Semuanya harus dikonsultasikan dan disinergikan dalam sisa waktu yang ada," katanya.
Seperti diketahui, pengisian kursi pimpinan AKD di awal DPR periode 2014-2019, sempat memantik keributan. Pasalnya, kursi pimpinan DPR ataupun pimpinan AKD dikuasai oleh anggota DPR dari Koalisi Merah Putih (KMP). Adapun PDI-P, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasdem, dan Partai Hanura yang menjadi bagian Koalisi Indonesia Hebat tak memperoleh satu pun kursi pimpinan DPR ataupun AKD. Ini bisa terjadi karena KMP menguasai mayoritas kursi di DPR.
Pengajar politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan, sudah bukan rahasia, fraksi-fraksi di DPR memperebutkan kursi pimpinan AKD, khususnya ketua, di awal masa menjabat.
"Khususnya untuk komisi yang langsung berhubungan dengan masyarakat, seperti Komisi VIII yang bermitra dengan Kementerian Sosial. Selain itu, Ketua Komisi III yang membidangi hukum juga merupakan posisi strategis yang diincar oleh tiap fraksi. Fraksi pemenang pemilu dan fraksi pendukung pemerintah tentunya akan mengincar posisi strategis tersebut untuk mempertahankan basis elektoralnya," ujarnya.
Dengan menjadi ketua AKD, Adi melihat anggota DPR bisa membawa nama partainya dalam setiap kegiatan AKD. Ia pun memprediksi, mayoritas fraksi pendukung pemerintah akan menempati posisi strategis untuk menyokong kabinet Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin nantinya.
"Namun, dampaknya, setiap komisi tidak bisa menjalankan fungsi kritik dan pengawasan secara efektif terhadap tiap mitra kementerian yang menjadi bidangnya. Hal ini bisa mengganggu proses demokrasi," ucapnya.