Hujan yang mulai kerap mengguyur wilayah Kalimantan Selatan pada minggu pertama bulan Oktober telah membuat jumlah titik panas menurun, Namun pembasahan lahan gambut tetap dilakukan untuk menanggulangi asap.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS – Hujan yang mulai kerap mengguyur wilayah Kalimantan Selatan pada minggu pertama bulan Oktober telah membuat jumlah titik panas menurun. Namun demikian, pembasahan lahan gambut masih tetap dilakukan untuk menanggulangi asap akibat kebakaran lahan gambut.
Pada Senin, (7/10/2019) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan hanya terpantau 27 titik panas di Kalsel yakni di Kabupaten Hulu Sungai Utara (13 titik), Hulu Sungai Selatan (4), Tanah Laut (3), Hulu Sungai Tengah (2), Tabalong (2), Kotabaru (2), dan Tapin (1). Jumlah itu jauh berkurang dibandingkan beberapa minggu sebelumnya yang rata-rata di atas 100 titik panas per hari.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalsel Wahyuddin mengatakan titik panas berkurang karena hujan. ”Dengan adanya hujan, kebakaran di lahan non-gambut bisa langsung padam total. Namun, untuk kebakaran di lahan gambut, sebagian belum padam total sehingga masih perlu pembasahan,” katanya.
Hingga saat ini, satuan tugas darat masih melakukan pembasahan lahan gambut di Guntung Damar, area sekitar Bandar Udara Syamsudin Noor di Banjarbaru. Di beberapa titik masih terpantau kepulan asap meskipun kecil dan tak terlihat lagi apinya. ”Api di permukaan lahan gambut memang sudah padam, tetapi di dalamnya masih ada yang membara,” ujarnya.
Api di permukaan lahan gambut memang sudah padam, tetapi di dalamnya masih ada yang membara. (Wahyuddin)
Menurut Wahyuddin, kebakaran lahan gambut di sekitar bandara belum padam total meskipun sudah beberapa kali diguyur hujan. Sebanyak 150 personel gabungan satuan tugas darat juga masih disiagakan di posko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Guntung Damar untuk membasahi lahan yang masih berasap. Sebelumnya, jumlah personel yang disiagakan mencapai 600 orang.
”Jumlah personel di posko karhutla Guntung Damar dikurangi karena enam titik api di lahan gambut sekitar bandara sudah mampu diatasi. Sekarang, personel tinggal menjaga agar lahan yang masih berasap tidak meluas,” tuturnya.
Untuk menanggulangi karhutla tahun ini, Pemprov Kalsel menetapkan status tanggap darurat karhutla selama 14 hari, mulai 23 September sampai 6 Oktober 2019. Mulai Senin (7/10), statusnya dikembalikan lagi menjadi siaga darurat karhutla. ”Status siaga darurat karhutla berlaku hingga 31 Oktober,” ujar Wahyuddin.
Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Kelas I Banjarbaru Goeroeh Tjiptanto menjelaskan, prakiraan awal musim hujan di Kalsel terjadi sekitar akhir Oktober 2019. Namun, beberapa daerah di Kalsel bisa saja sudah masuk musim hujan pada pertengahan Oktober.
”Dengan curah hujan sebesar 50 milimeter per dasarian (10 hari), maka wajar jika pada awal Oktober sudah hujan meskipun masih dalam musim kemarau. Lagi pula, kemarau bukan berarti tidak ada hujan,” katanya.
Berdasarkan prospek cuaca mingguan wilayah Kalsel yang berlaku pada 2-8 Oktober sebagaimana dirilis BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin, kondisi cuaca di Kalsel umumnya berawan dan berpotensi hujan ringan. ”Memang, ada potensi hujan alami di Kalsel mulai dari sekarang hingga beberapa waktu ke depan,” ujar Goeroeh.
Namun demikian teknologi modifikasi cuaca untuk menurunkan hujan buatan di Kalimantan juga masih dilakukan dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Menurut Wahyuddin, penyemaian garam di awan juga sampai ke wilayah Kalsel. ”Namun, kami belum bisa memastikan apakah hujan di Kalsel hasil semaian garam itu,” ucapnya.
Menurut Goeroeh, perlu dilakukan uji sampel kimia air hujan untuk mengetahui apakah hujan yang terjadi di Kalsel saat ini termasuk hujan buatan. ”Jika melihat prospek cuaca mingguan dan prakiraan awal musim hujan, maka ada potensi hujan alami,” katanya.