Pekan Kebudayaan Nasional 2019, Ruang Mengikis Intoleransi
Penyelenggaraan Pekan Kebudayaan Nasional yang dihelat pada 7 – 13 Oktober 2019 menjadi ruang untuk mengikis intoleransi pada masyarakat.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penyelenggaraan Pekan Kebudayaan Nasional yang dihelat pada 7 – 13 Oktober 2019 menjadi ruang untuk mengikis intoleransi pada masyarakat. Rangkaian kegiatannya dilaksanakan mulai tingkat daerah agar interaksi ekosistem kebudayaan mampu terbentuk secara inklusif.
Pembukaan Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2019 dihelat di Istora Senayan Jakarta, Senin (7/10/2019) malam. Dalam pembukaan tersebut Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid menyatakan bahwa PKN 2019 adalah ruang bagi anak bangsa untuk membalut kembali toleransi.
Menurutnya, di dalam kebudayaan tidak mengenal istilah persaingan atau kompetisi. Bahasa yang dikenal dalam kebudayaan adalah kerja sama, kolaborasi dan gotong royong. “Ini yang kemudian menjadi landasan pemikiran tentang penyelenggaraan PKN,” ujarnya.
PKN tercetus berkat Kongres Kebudayaan Nasional pada 2018. Dari kongres tersebut, Hilmar mengungkapkan banyaknya daerah yang melaporkan tentang penyurutan kebudayaan. Hal itu tidak jarang berujung pada kesalahpahaman yang memicu intoleransi pada kalangan masyarakat. Sebab, ruang interaksi menjadi terbatas sehingga komunikasi menjadi mandek.
“Kegiatan di PKN menjadi ruang bagi anak bangsa untuk bisa saling menghargai, memahami dan menghormati,” katanya.
Hal tersebut sesuai dengan tema yang diangkat pada PKN 2019 yakni “Ruang Bersama Indonesia Bahagia”. Tema tersebut merujuk pada lirik lagu kebangsaan Indonesia Raya pada stanza kedua. Rencananya, penyelenggaraan PKN ke depan akan digelar secara periodik dari tingkat daerah sampai nasional.
Dengan skema penyelenggaraan berjenjang dari tingkat daerah, PKN diharapkan mampu membentuk ruang interaksi ekosistem kebudayaan pada masyarakat. “Kalau di olahraga ada PON. Kebudayaan kini memiliki PKN,” kata Hilmar.
Modal pembangunan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, saat mengembangkan kreativitas atau mengekspresikan keanekaragaman budaya, manusia membutuhkan ruang yang inklusif tanpa sekat. Dengan alasan itu, kebudayaan menjadi modal penting dalam proses pembangunan manusia.
“Untuk mencapai Indonesia yang bahagia, tidak cukup dengan pembangunan fisik, tapi juga pembangunan manusia,” katanya.
Menurutnya, semangat tersebut pula yang dibawa oleh para pendiri bangsa untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Bangsa ini merdeka, bukan karena etnis atau agama yang sama tapi karena impian sama yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Beberapa kegiatan utama yang diselenggarakan selama PKN antara lain adalah kompetisi seni khas antar provinsi, kompetisi permainan tradisional dan konferensi pemajuan kebudayaan. Selain itu juga ada ekshibisi kebudayaan berupa artefak kebudayaan hingga pawai kebudayaan.
PKN akan menampilkan setidaknya 245 pertunjukan yang melibatkan sekitar 3.600 seniman dan pekerja seni. Ada sekitar 30 pameran yang akan ditampilkan serta sejumlah konferensi dan seminar yang membahas berbagai aspek kebudayaan dalam negeri.
PKN juga memamerkan produk ekonomi kreatif dari kebudayaan daerah. Misalnya kerajinan kayu yang disulap menjadi tas, sendok dan bahan komersil lainnya. Dalam hal ini, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan, sudah saatnya produk-produk kebudayaan dikemas dengan cara-cara kekinian.
“Produk kebudayaan tersebut akan lebih bernilai jika bisa dikemas dengan teknologi terkini dan profesional,” katanya.
Acara pembukaan PKN sendiri dibuka secara resmi oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada Senin malam. Adapun, rangkaian kegiatan PKN akan ditutup pada 13 Oktober lewat pawai kebudayaan. Pawai tersebut akan melibatkan setidaknya 3.500 peserta.