Penenggelaman kapal ikan asing ilegal yang digunakan untuk mencuri ikan tidak hanya dilakukan untuk memberi efek jera, namun juga untuk menyelamatkan produksi tangkapan ikan oleh nelayan di Tanah Air.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
NATUNA, KOMPAS — Penenggelaman kapal ikan asing ilegal yang digunakan untuk mencuri ikan tidak hanya dilakukan untuk memberikan efek jera, tetapi juga untuk menyelamatkan produksi tangkapan ikan oleh nelayan di Tanah Air. Upaya pemberantasan illegal fishing yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan selama ini terbukti telah meningkatkan pendapatan nelayan.
”Tiga, dua, satu, tenggelamkan,” seru Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti depan ruang kemudi kapal pengawas perikanan Orca 01. Sebagai Komandan Satuan Tugas (Satgas) 115, ia memberikan aba-aba untuk mengeksekusi penenggelaman empat kapal milik Vietnam dan satu kapal Malaysia di perairan dekat Pulau Lebong, barat daya Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
Senin (7/10/2019), kapal-kapal itu ditenggelamkan setelah mendapat keputusan hukum dari Kejaksaan Agung, yang juga menjadi bagian dari Satgas 115. Dua hari terakhir, total 40 kapal dimusnahkan di beberapa titik, antara lain Pontianak dan Sambas di Kalimantan Barat, Medan di Sumatera Utara, serta Batam dan Natuna di Kepulauan Riau.
Sejak Susi menjabat sebagai Menteri di Oktober 2014, total 556 kapal yang tertangkap digunakan untuk mencuri ikan secara ilegal telah dieksekusi dengan ditenggelamkan atau dikandaskan. Beberapa kapal lainnya akan dimonumenkan, seperti kapal STS-50 yang ditahan di perairan Sabang, Aceh, 2018 serta dua kapal milik China yang masih bertengger di Selat Lampa, Natuna.
Kapal-kapal yang telah dieksekusi itu, antara lain milik Vietnam, Filipina, Thailand, Papua Niugini, Nigeria, dan Indonesia sendiri. Pemusnahan kapal dilakukan berdasarkan Pasal 76 A Undang-Undang (UU) Nomor 45 Tahun 2009, perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
”Orang Natuna dulu sering lihat ratusan kapal asing berkeliaran dan mencuri ikan di laut mereka, jadi mereka cari ikan susah. Sekarang, cari ikan gampang dan cepat karena pemerintah memberantas illegal fishing. Secara tidak langsung, ikan banyak otomatis akan menyejahterakan para nelayan,” tutur Susi dalam kunjungan kerjanya ke Natuna, yang sekaligus juga meresmikan operasionalisasi sentra perikanan dan kelautan terpadu (SKPT) Natuna.
Keberhasilan dari program mempertahankan kedaulatan sumber daya alam dengan cara tersebut disebut berdampak pada meningkatnya tangkapan ikan. Tahun 2018, jumlah tangkapan ikan naik hingga 7 juta ton per tahun dari sekitar 6 juta ton pada 2014.
Mulyadi (47), nelayan asal Kecamatan Bunguran Timur, mengaku telah merasakan dampak dari berkurangnya pencuri ikan di perairan Natuna.
”Dulu ikan agak susah. Sekarang kami senang. Gurita yang dulu sulit dicari, misalnya, sekarang banyak karena nelayan Thailand atau negara lain sudah ditertibkan. Pendapatan saya juga meningkat, sehari bisa dapat Rp 500.000 sampai Rp 1 juta. Kalau dulu tidak sebesar ini,” katanya kepada Kompas.
Selain dari pengetatan pengamanan di daerah terdepan Indonesia tersebut, kesejahteraan nelayan juga terbantu berkat hadirnya SKPT di Natuna. Sentra yang mengintegrasikan berbagai kegiatan perekonomian kelautan dan perikanan itu juga akan diintegrasikan dengan pangkalan militer.
Pangkalan militer
Susi mengatakan, keberadaan SKPT di enam daerah lainnya, yakni Pulau Sabang (Aceh), Pulau Morotai (Maluku Utara), Pulau Saumlaki dan Moa (Maluku), serta Biak (Papua) juga akan diintegrasikan dengan pembangunan pangkalan militer TNI angkatan laut.
Kapal-kapal yang ditenggelamkan, antara lain, milik Vietnam, Filipina, Thailand, Papua Niugini, Nigeria, dan Indonesia sendiri.
”Dalam hari ulang tahun TNI kemarin, Bapak Presiden Joko Widodo bilang, basis militer akan dibangun di daerah-daerah yang kita punya SKPT. Laut Indonesia yang luas suatu saat akan menjadi motor penggerak. Sepuluh tahun lagi, perikanan Indonesia kita harapkan tidak lagi nomor dua setelah China, tetapi nomor satu,” katanya.
Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal saat ditemui pada kesempatan sama mengatakan, pembangunan infrastruktur pertahanan oleh pemerintah pusat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.
”Dengan pembangunan di bidang pertahanan, masyarakat bisa bekerja. Otomatis pendapatan bertambah dan ekonomi kami akan meningkat,” ujarnya.
Menurut laporannya, pertumbuhan ekonomi Natuna saat ini mencapai 5,8 persen per tahun dibandingkan dengan 3,5 persen per tahun pada 2016. Pertumbuhan itu, antara lain, ditopang hasil penangkapan ikan dan penjualan ikan yang meningkat karena aktivitas perdagangan di SKPT.
Pada 2018, volume produksi perikanan tangkap di SKPT Natuna tercatat mencapai sekitar 1 juta kilogram (kg) dengan nilai penjualan Rp 27,3 miliar. Lalu, hingga September 2019, produksi perikanan tangkap telah mencapai 1,18 juta kg dengan nilai penjualan Rp 19,3 miliar.